Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Berantas Mafia Karantina

02/2/2022 05:00
Berantas Mafia Karantina
Ilustrasi MI(MI/Seno)

 

 

PRAKTIK culas dengan memanfaatkan kondisi pandemi terus terjadi. Tahun lalu kita dibuat marah dengan kasus swab bekas di Bandara Kualanamu, Sumatra Utara, yang memakan korban hingga 9.000 orang. Kini kita dibuat geram dengan mafia karantina di hotel-hotel.

Aroma mafia begitu kuat karena modus serupa terjadi berulang kali. Berjalannya praktik ini dengan rapi juga menunjukkan adanya sejumlah pihak dengan peran-peran berbeda yang terlibat.

Korbannya bukan saja pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) WNA, tapi juga WNI, dan korbannya bisa jadi telah ratusan, bahkan lebih. Praktik itu berlangsung dengan pengondisian hingga para PPLN harus menjalani masa isolasi setelah menjalani masa karantina wajib.

Oleh pihak hotel tempat karantina, sejumlah PPLN disebutkan positif covid-19 berdasarkan tes yang dilakukan beberapa hari sebelum masa karantina berakhir. Meski begitu, pemberitahuan hanya dilakukan via telepon dan bukti nyata PCR tidak pernah diberikan.

Kesahihan hasil PCR makin diragukan karena banyak PPLN yang semula memiliki hasil PCR negatif dari negara asal, saat tiba di Bandara Soekarno Hatta justru menjadi positif covid-19. Para PPLN yang meminta dilakukan tes pembanding mendapat intimidasi dengan ancaman deportasi.

Pada akhirnya banyak PPLN yang terpaksa mengikuti menjalani masa isolasi dengan tarif hotel selangit. Citra negeri pun makin dipermalukan karena hotel isolasi, yang berbeda dari hotel karantina ini, banyak yang berkondisi buruk.

Seorang WNA Amerika Serikat membuat unggahan video yang menunjukkan kamar hotelnya dengan karpet dan sofa penuh noda, cat dinding mengelupas, bahkan pancuran kamar mandi pun rusak. Kamar itu harus ia bayar dengan tarif Rp2 juta per malam.

Sementara itu, selama 10 hari masa karantina ia sudah mengeluarkan uang hingga lebih dari Rp16,5 juta. Di hotel isolasi, ia juga bertemu WNI dan WNA yang merupakan PPLN serta mengeluhkan buruknya kondisi kamar.

Modus pemaksaan masa isolasi dengan hasil PCR positif yang sangat diragukan juga terjadi pada WN Ukraina yang kemudian membuat aduan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.

Maraknya mafia karantina bukanlah hal sepele. Itulah sebabnya wajar dan tepat jika Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusutnya. Hal itu dikatakan Presiden dua hari lalu.

Kita sangat sadar bahwa pandemi yang telah berjalan dua tahun memukul berat industri pariwisata, termasuk perhotelan. Tingkat hunian merosot drastis, bahkan sejumlah hotel sepi bak rumah hantu. Meski begitu, praktik culas tidak dapat dibenarkan.

Pembiaran mafia karantina justru dapat berdampak lebih panjang dari kerugian materi yang telah dialami para PPLN yang menjadi korban. Jatuhnya citra Indonesia adalah kerugian terbesar.

Sebab itu, para mafia karantina justru pengkhianat dari upaya pemerintah membangkitkan lagi sektor pariwisata pascapandemi. Benar-benar ironi sebab yang tengah berusaha dibantu, justru menjatuhkan diri sendiri.

Pengusutan tuntas mafia karantina ini harus diikuti dengan sanksi tegas terhadap semua hotel karantina, hotel isolasi, juga perusahaan tes PCR yang terlibat. Hotel karantina dan hotel isolasi yang terlibat harus segera dikeluarkan dari daftar hotel yang mendapat penunjukan pemerintah. Selanjutnya proses hukum harus dilakukan terhadap para pengusaha hotel berikut jajaran manajemennya.

Kasus mafia karantina ini juga menjadi pelajaran penting diperlukannya pengawasan yang lebih ketat dan berkala oleh pemerintah. Kita patut ragu akan kualitas hotel rujukan pemerintah sebab berlangsungnya praktik mafia karantina bisa mengindikasikan kebobrokan di sektor lainnya, termasuk prokes dan kesahihan tes PCR.

Bukan itu saja, kasus ini juga pelajaran untuk rencana pembukaan kembali rute penerbangan domestik ke Bali mulai 4 Februari. Pemerintah tidak hanya harus menjamin ketersediaan kamar dan kualitasnya, tapi juga menjamin tidak adanya praktik mafia karantina.

Adanya praktik mafia karantina di Bali bisa jadi akan menimbulkan dampak lebih buruk dari yang sudah terjadi di Jakarta. Terlebih dengan karakter PPLN ke Bali yang hampir seluruhnya turis, bukan pekerja seperti di Jakarta, akan membuat pembatalan rencana perjalanan lebih mudah terjadi. Turis yang semula berniat ke Bali dengan mudah berpindah rencana ke negara lain.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik