Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Membendung Omicron

17/12/2021 05:00
Membendung Omicron
(MI/Duta)

 

SEPERTI diperkirakan banyak pihak bahwa cepat atau lambat varian omicron bakal menembus teritori Indonesia, kini benar-benar menjadi kenyataan. Kemarin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan ada satu petugas di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta, yang terjangkit varian omicron. Kementerian Kesehatan juga mendeteksi ada lima kasus probable omicron.

Omicron oleh WHO memang digolongkan sebagai varian of concern atau varian yang perlu diwaspadai. Omicron juga disebut punya kecepatan transmisi yang tinggi meskipun dengan tingkat bahaya yang rendah. Ia sudah menjangkiti 77 negara (per 14 Desember 2021) dalam waktu relatif singkat.

Lantas, setelah omicron masuk Indonesia, perlukah kita meresponsnya secara berlebihan, takut, cemas, panik? Sesungguhnya, sehebat dan seberbahaya apa pun varian covid-19 yang datang, kita tak perlu bereaksi seperti itu. Terlebih untuk pemerintah, ini bukan saatnya bersikap reaktif dan kemudian mengambil keputusan-keputusan yang alih-alih efektif, tapi malah memperlihatkan kepanikan.

Tindakan pertama yang mesti dikencangkan ialah mencegah penyebaran varian omicron di Indonesia. Meskipun orang yang terjangkit itu kini sudah dinyatakan negatif covid-19, penelusuran terhadap siapa saja yang kontak dengan kasus pertama omicron di Indonesia tersebut harus secepatnya dilakukan. Setelah bertemu, segera lakukan karantina dan isolasi untuk memutus rantai transmisi.

Agar berjalan efektif, langkah awal itu mesti pula dibarengi dengan upaya pencegahan dalam skala lebih luas. Satu hal yang patut kita soroti ialah terkait penegakan aturan karantina bagi mereka yang pulang dari perjalanan luar negeri. Ini penting mengingat varian omicron sejatinya berasal dari satu wilayah, tapi bertansmisi cepat ke wilayah lain karena semakin longgarnya aturan perjalanan di kebanyakan negara.

Sebenarnya kita sudah punya aturan untuk itu, yakni Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 25/2021 yang baru saja direvisi. SE itu mengatur dengan tegas bahwa semua pelaku perjalanan internasional diwajibkan menjalani karantina selama 10x24 jam. Tidak terkecuali bagi pejabat negara yang bepergian ke luar negeri untuk kepentingan pribadi (liburan), bukan untuk kepentingan bekerja.

Terkait karantina ini, pemerintah tak boleh kecolongan lagi seperti yang sudah-sudah. Kasus kaburnya selebgram Rachel Venya, juga kontroversi pendeknya masa karantina yang dijalani anggota DPR Mulan Jameela beserta keluarganya mesti dipastikan tidak boleh terulang lagi.

Pengendalian penyebaran omicron harus dilakukan sejak pintu masuk. Akan lebih sulit membendungnya bila makin banyak virus varian omicron yang masuk tanpa tercegah. Karena itu, konsistensi penegakan aturan karantina perjalanan luar negeri menjadi harga mati. Bahkan bila perlu keluarkan larangan masyarakat bepergian ke luar negeri untuk sementara.

Pada saat yang sama, upaya-upaya preventif lain juga mesti digenjot. Salah satu yang harus tetap menjadi fokus selain meningkatkan kapasitas tes, baik PCR maupun sekuens genomik, ialah program vaksinasi. Apalagi, saat ini penduduk Indonesia yang sudah mendapat dua kali dosis vaksinasi kurang lebih baru separuh dari target.

Ketika level kewaspadaan ditingkatkan, giat vaksinasi jelas tak boleh surut. Begitu pun dengan ajakan terus-menerus kepada masyarakat untuk selalu menerapkan dan mematuhi protokol kesehatan dalam kesehariannya, ada atau tidak ada covid-19.

Varian omicron mungkin saja tak seberbahaya varian delta. Namun, jika penyebarannya tak bisa dikendalikan, bukan tidak mungkin akan membuat penanganan pandemi yang sudah bagus saat ini menjadi kocar-kacir lagi. Kita cegah dari sekarang agar skenario terburuk itu tidak terjadi.



Berita Lainnya