Bukan Bangsa Inferior

12/11/2021 05:00
Bukan Bangsa Inferior
(MI/Seno)

 

 

SAMA sekali bukanlah kebetulan kalau dalam peringatan satu dekade Partai NasDem di Kampus Akademi Bela Negara, Jakarta, kemarin, Presiden Joko Widodo memilih tema pidato yang tak biasa. Pada kesempatan itu, Presiden kembali mengingatkan kita semua bahwa sifat inferior dan mental terjajah rupanya masih bercokol di dalam jiwa bangsa ini hingga sekarang.

Padahal, kata Jokowi, Republik ini sudah 76 tahun merdeka. Proses menuju kemerdekaannya pun melalui perjuangan panjang. Bukan merdeka sekadar pemberian. Karena itu, tidak bisa tidak, mental dan sifat seperti itu mesti ditanggalkan segera. Ini saatnya masyarakat Tanah Air membangun rasa percaya diri dan optimisme sebagai bangsa pemimpin.

Kita sebut 'bukan kebetulan' karena Jokowi tentu tahu persis salah satu persoalan bangsa yang ia sebutkan itu selaras dengan komitmen Partai NasDem yang dijaga sejak kelahirannya 10 tahun silam hingga sekarang, yaitu restorasi. Bahkan, secara khusus Kepala Negara meminta Partai NasDem terus menanamkan gerakan perubahan (restorasi) ini kepada bangsa Indonesia.

Secara tersirat Presiden tampaknya meyakini bahwa semangat restorasi memiliki kemampuan untuk melepas segala macam sifat dan mental buruk yang masih melekat di jiwa anak bangsa. Dengan restorasi kita lawan mental inferior, mental terjajah, dan mental inlander. Dengan restorasi pula kita mesti mengembalikan orientasi dan optimisme yang mungkin sempat hilang sebagai bangsa pemimpin.

Searah dengan itu, sejatinya kita bisa pula mengartikan ucapan dan pikiran Jokowi tersebut sebagai tantangan buat Partai NasDem, sang penggaung utama gerakan perubahan. Mampukah partai ini secara tekun dan konsisten membawa gerbong gerakan perubahan itu demi tujuan besar, yakni merestorasi Indonesia?

Mampukah dengan gendongan restorasi itu mereka istikamah untuk selalu mengutamakan kepentingan bangsa ketimbang kepentingan partai seperti yang senantiasa diucapkan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh? Bisakah partai benar-benar menjaga idealisme itu dan tak gampang mabuk pragmatisme seperti yang banyak terjadi di negeri ini?

Ini penting karena bagaimana mungkin negara ingin mengubah mental terjajah masyarakatnya kalau institusi-institusi politik yang mestinya menjalankan tugas tersebut justru masih menyimpan banyak persoalan sendiri? Inilah barangkali tujuan besar yang dimaksud Jokowi dengan menyinggung mental inferior bangsa di momen perhelatan ulang tahun satu dekade Partai NasDem.

Di usianya yang relatif muda, Partai NasDem sepatutnya terlecut dengan tantangan Presiden itu. Bukan 'anak muda' namanya kalau masih gampang tergagap dan tak berani menerima tantangan. Apalagi ini bukan tantangan abal-abal, Kepala Negara langsung yang memberi tantangan.

Selama 10 tahun terakhir, Partai NasDem mungkin telah berkontribusi cukup banyak dalam baik-buruk kehidupan demokrasi di Republik ini. Kekuatan besar yang dimiliki Partai NasDem bahkan diakui banyak kalangan sangat menentukan stabilitas politik di Tanah Air. Namun, tentu ini bukan saatnya berpuas diri. Masih segunung persoalan bangsa yang mesti dicarikan solusi. Artinya, bangsa ini masih menuntut kontribusi lebih dari seluruh elemen bangsa, termasuk partai politik.

Dalam hal ini Partai NasDem dengan restorasinya punya modal sebagai pembeda. Modal itu semestinya dioptimalkan untuk membangun watak partai yang superior dan tak gampang tergoda pragmatisme. Inilah yang kemudian harus ditularkan kepada masyarakat luas agar mereka sadar bahwa kita bukan bangsa inferior, kita bangsa superior.



Berita Lainnya