Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Menjaga Martabat Pimpinan Dewan

27/9/2021 05:00
Menjaga Martabat Pimpinan Dewan
(MI/Duta)

 

 

KEWAJIBAN pemimpin ialah menjaga harkat dan martabat lembaga yang dipimpinnya. Kewajiban itu yang sering diabaikan para pemimpin di legislatif. Tindakan mereka justru mencoreng nama baik DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Pimpinan DPR yang berjumlah lima orang itu memang bersifat kolektif dan kolegial. Tugas mereka yang diatur undang-undang antara lain menjadi juru bicara DPR. Karena itu, satu orang saja berbuat salah, lembaga menjadi taruhannya. Ibarat nila setitik merusak susu sebelanga.

Penetapan tersangka dan penahanan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Sabtu (25/9) tentu saja menggerus kehormatan DPR. Ia diduga terlibat kasus korupsi pengurusan perkara di Lampung Tengah.

Keterlibatan Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan korupsi adalah sebuah ironi, sebab ia menjabat sebagai pimpinan DPR yang membidangi politik dan keamanan yang membawahkan antara lain masalah hukum. Kini malah dirinya yang berurusan dengan hukum.

Lebih ironis lagi, saat menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR pada 2019, justru Azis Syamsuddin yang memimpin uji kelayakan dan kepatutan pimpinan KPK. Bila sebelumnya Azis Syamsuddin mengumumkan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, kini giliran Firli Bahuri yang mengumumkan nama Azis Syamsuddin sebagai tersangka.

Azis Syamsuddin menambah daftar pimpinan DPR yang jadi tersangka kasus korupsi. Sebelumnya sudah ada dua pimpinan di Senayan yang menjadi tersangka KPK. Mereka ialah Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

Novanto pada 2018 divonis hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Adapun Taufik pada 2019 dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Sebelum memangku jabatan pimpinan DPR mereka mengucapkan sumpah/janji, antara lain, akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi seseorang dan golongan. Sumpah itu yang mereka langgar dengan kesadaran penuh.

Penetapan pimpinan DPR sebagai tersangka kasus korupsi pada satu sisi memperlihatkan komitmen konstitusional bangsa ini untuk memperlakukan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pada sisi lain, ini yang membuat publik kecewa, sangat kecewa, bahwa hukuman atas koruptor sama sekali tidak membawa efek jera. Hukuman yang dijatuhkan pengadilan tidak maksimal, di dalam penjara mereka masih menikmati fasilitas mewah dan dapat diskon hukuman pula saban tahun.

Mirisnya lagi, dugaan korupsi yang dilakukan Azis Syamsuddin justru mengonfirmasi laporan Transparency International Indonesia bahwa DPR menjadi lembaga paling korup selama 2020.

DPR, menurut laporan itu, berada di atas pejabat pemerintah daerah, pejabat pemerintah pusat, polisi, pebisnis, dan pengadilan dalam persepsi publik sebagai lembaga paling korup.

Uang bukanlah faktor utama penyebab anggota dan pimpinan DPR terlibat dalam kasus korupsi. Negara malah terlalu royal menggelontorkan uang kehormatan dan fasilitas. Masalah paling utama ialah faktor integritas.

Patut diduga bahwa integritas Azis Syamsuddin, Setya Novanto, dan Taufik Kurniawan sudah bermasalah sebelum ditunjuk partai menjadi pimpinan DPR. Faktor integritas figur hendaknya menjadi pertimbangan utama partai politik untuk menunjuk seseorang menduduki jabatan pimpinan DPR. Jangan menunjuk figur yang doyan menyalahi hukum, tata susila, dan keadaban.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik