Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Keamanan  Objek Vital Negara

30/3/2021 05:00
Keamanan  Objek Vital Negara
(MI/Seno)

 

 

 

KEBAKARAN Kilang Minyak Balongan milik Pertamina di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (29/3) dini hari, masih menyisakan misteri asal-usul ledakan yang menyulut kebakaran. Ledakan telah menyebabkan sedikitnya 20 orang terluka, lima di antaranya menderita luka bakar berat.

Hampir seribu penduduk diungsikan sebagai antisipasi kemungkinan merembetnya api ke permukiman penduduk. Pertamina mengklaim kebakaran di kompleks kilang yang merupakan salah satu pemasok utama BBM nasional itu tidak mengganggu ketersediaan BBM bagi masyarakat. Suatu hal yang cukup menenangkan.

Namun, peristiwa tersebut tentu saja tidak boleh dianggap enteng. Apalagi, kebakaran kemarin bukan pertama kalinya terjadi di kompleks Kilang Balongan. Baru dua tahun lalu, kebakaran juga timbul. Ketika itu, api menyulut fasilitas pemasok gas milik PT Pertamina EP Aset 3.

Gas yang dihasilkan untuk menyuplai pengolahan minyak Balongan. Pengusutan digelar, namun hingga kini tetap tidak jelas penyebab kebakaran. Begitu pula kebakaran pada 2007.

Ledakan dan kebakaran juga terjadi di Kilang Putri Tujuh Dumai pada 2014. Kilang Cilacap sempat pula mengalami pada 2011 dan 2016. Kemudian, kebakaran di Kilang Balikpapan pada 2019. Dua kali malah, April dan Agustus.

Insiden-insiden di objek vital negara perlu mendapatkan perhatian lebih serius. Bukan hanya dari sisi penguatan penanganan ketika insiden terjadi, tetapi juga dalam pencegahan.

Dari peristiwa terbaru di Kilang Balongan itu saja dapat terlihat betapa riskannya keselamatan penduduk di sekitar kompleks kilang ketika fasilitas pengolahan minyak terbakar. Hal itu menunjukkan permukiman maupun jalan umum berada di jarak yang tidak aman.

Apabila ternyata memang tidak ada ketentuan jarak minimal yang dipersyaratkan untuk penempatan kilang maupun objek-objek lain yang rawan ledakan besar, celakalah kita. Sama celakanya saat aturan sudah ada, tetapi tidak dipatuhi.

Tanggung jawab implementasi ada di tangan badan usaha yang bersangkutan dan pemerintah daerah setempat. Perusahaan wajib mematuhi jarak aman.

Pemda juga harus memastikan rencana tata ruang dan wilayah tidak memberi celah pelanggaran. Jangan sampai permukiman penduduk merangsek masuk ke zona berbahaya. Maka, ketika terjadi insiden yang mencelakakan masyarakat umum akibat pelanggaran zona aman, badan usaha dan pemda wajib mempertanggungjawabkan secara pidana.

Idealnya seperti itu. Bila tidak demikian, masyarakat seakan sengaja dijadikan samsak tinju, apes kena pukul terus. Paling-paling mendapatkan kompensasi pengobatan atau biaya penguburan dengan ungkapan dukacita.

Pencegahan pun memerlukan pengusutan insiden dengan tuntas hingga benar-benar diketahui penyebabnya. Bukan hanya tebak-tebak buah manggis dan dibiarkan tidak terungkap. Bila sumber insiden diketahui, barulah bisa dilakukan perbaikan agar tidak terulang kejadian serupa.

Jangankan kesengajaan, kelalaian saja tidak melepaskan pelaku dari jerat hukum. Itu pula yang membuat enam kuli bangunan yang merokok di tempat kerja diseret ke pengadilan. Mereka diduga menyebabkan Gedung Kejaksaan Agung terbakar habis, pada Agustus tahun lalu. Para kuli tersebut tidak sekadar dimutasi ke proyek renovasi yang lain.

Penyebab kebakaran di Kilang Balongan harus diusut sampai betul-betul terungkap agar tidak menjadi fitnah bagi sang petir. Kemudian, pemerintah perlu menyisir aturan keamanan objek vital maupun implementasinya. Lalu memperbaiki agar insiden serupa tidak terulang.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik