Menahan Lonjakan Kemiskinan

17/7/2020 05:00
Menahan Lonjakan Kemiskinan
(MI/DUTA)

PENERAPAN restriksi sosial dan mobilitas di berbagai wilayah sebagai akibat pandemi covid-19 telah meningkatkan kemiskinan secara masif. Bank Dunia memprediksi akan ada 5,5 juta sampai 8 juta orang di Indonesia yang jatuh dalam kemiskinan karena pandemi ini.

Penambahan jumlah orang miskin baru itu disebabkan penurunan agregat pendapatan rumah tangga serta hilangnya pekerjaan untuk 2,6 juta-3,6 juta orang. Wabah covid-19 membuat masyarakat Indonesia semakin sulit mencari nafkah. Pekerja di beberapa sektor sangat terdampak seperti transportasi dan konstruksi.

Saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 26,42 juta orang miskin di Indonesia pada Maret 2020. Jumlah ini naik 1,63 juta orang dari September 2019 sebanyak 24,79 juta. Dengan jumlah tersebut, tingkat kemiskinan sebesar 9,78% dari total populasi nasional.

Jika tidak diredam, pada September mendatang, BPS akan kembali mengumumkan angka kemiskinan yang melonjak tajam. Dengan skenario terburuk menurut prediksi Bank Dunia, angka kemiskinan bisa mencapai 34 juta orang.

Tidak hanya meningkatkan angka kemiskinan, masa pandemi covid-19 ini juga memperlebar ketimpangan pengeluaran masyarakat. Jurang ketimpangan pada akhir tahun ini juga bisa kian dalam pada sektor tenaga kerja dan pendidikan.

BPS mencatat pada Maret 2020, rasio gini 0,381 atau naik 0,001 poin jika dibandingkan dengan September 2019 sebesar 0,38. Rasio gini mendekati 1 menunjukkan ketimpangan yang semakin lebar. Ketimpangan yang semakin lebar akan mempersulit upaya pengentasan warga dari kemiskinan.

Sebuah kontradiksi atas status Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income), ”naik kelas” dari negara berpendapatan menengah bawah (lower middle income) yang baru saja disematkan oleh Bank Dunia.

Kondisi ini dipengaruhi kesenjangan akses teknologi informasi dan komunikasi antara kelompok atas dan bawah. Masyarakat kelas menengah-atas masih bisa bekerja dan beraktivitas dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebaliknya, kendala dihadapi masyarakat kelas menengah-bawah yang tidak memiliki akses. Penduduk kelas bawah tidak bisa mengapi- talisasi peluang yang muncul di masa pandemi covid-19. Ini karena sebagian besar bekerja di sektor informal yang memerlukan kehadiran fisik dan tidak bisa secara virtual.

Namun, semua proyeksi buruk itu bisa diredam dengan kebijakan yang tepat. Program jaring pengaman sosial yang disalurkan dalam bentuk bantuan sosial harus dievaluasi. Amburadulnya data penerima telah membuat bansos banyak yang tidak tepat sasaran sehingga pangkalnya tak mampu menahan dampak covid-19 terhadap penurunan pendapatan masyarakat.

Pemerintah sudah menyiapkan ratusan triliun untuk menangani pandemi, termasuk terhadap dampak yang ditimbulkannya terhadap ekonomi. Selain itu, pemerintah juga akan memutakhirkan dan memperluas basis data terpadu kesejahteraan sosial dari 40% menjadi 60% penduduk.

Tantangan terberat tentu saja ialah penye- rapan anggaran yang tepat sasaran. Anggaran yang besar tanpa terserap dan dirasakan lang- sung manfaatnya oleh masyarakat tidaklah efektif.

Selain lewat bantuan sosial, pengentasan warga dari kemiskinan mesti dilakukan melalui perbaikan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan skala ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah.



Berita Lainnya