Pesan Damai dari Abu Dhabi

07/2/2019 05:00

SERUAN bersejarah datang dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (4/2). Dari negeri di jazirah Arab itu, pesan perdamaian untuk umat manusia dikumandangkan Imam Besar Al-Azhar Syekh Ahmed al-Tayeb dan Paus Fransiskus.

Seruan akan pentingnya perdamaian memang sudah sering digaungkan tokoh-tokoh dunia. Namun, seruan dari Abu Dhabi itu punya nilai tersendiri karena dilakukan secara bersamaan oleh dua pemimpin besar dari dua agama berbeda. Ahmed al-Tayeb ialah Imam Besar Al-Azhar Kairo, Mesir, yang selama ini berada di garda terdepan dalam mempromosikan Islam moderat. Paus Fransiskus ialah pemimpin 1,2 miliar umat Katolik yang tiada henti menebarkan kasih.

Tak sekadar seruan secara lisan, keduanya juga meneken Human Fraternity Document atau Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan. Ikut menandatangani pula deklarasi agung tersebut Perdana Menteri Uni Emirat Arab Mohammed bin Rashid Al Maktoum, dengan disaksikan perwakilan umat Kristen, Judaisme, dan agama-agama lain di dunia.

Deklarasi yang disepakati bersama itu amatlah mulia. Ia berisi poin-poin penting demi terwujudnya perdamaian antarnegara, agama, dan ras. Ia penegas bahwasanya seluruh umat manusia sejatinya ialah saudara meski berlainan entitas kebangsaan, etnik, atau agama, serta terpisah oleh identitas negara.

Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan yang diteken Syekh Tayeb dan Paus ialah penyeru akan pentingnya toleransi demi memungkasi segala pertikaian dan mewujudkan perdamaian di antara umat manusia. Pada konteks ini, seluruh pemimpin dunia sudah semestinya menjadikan deklarasi itu sebagai rujukan bagaimana mereka memimpin.

Seruan dari Abu Dhabi sungguh meninggikan derajat manusia. Syekh Tayeb dan Paus pun memberikan teladan perihal bagaimana kita yang berbeda harus bersikap. Seusai meneken dokumen persaudaraan, keduanya berpelukan sebagai saudara yang saling menyayangi dan mengasihi dengan penuh ketulusan.

Pada awal pidatonya, Syekh Tayeb menyebut Paus sebagai 'saudaraku tercinta'. Dia juga meminta seluruh umat Islam merangkul umat lain di mana saja berada. Seperti biasa, Paus menekankan pentingnya cinta kasih di antara semua umat manusia. Dia juga menyerukan diakhirinya perang di Timur Tengah.

Dunia patut menyambut baik pesan damai dari Abu Dhabi. Pesan itu memang mendesak diserukan karena keberlangsungan manusia semakin terancam oleh manusia itu sendiri.

Kebencian kian menjadi dari hari ke hari. Intoleransi pun semakin tak bisa ditoleransi. Nafsu untuk saling memusnahkan, syahwat penghancuran, dan semangat berperang juga kian tak tertahankan. Akibatnya, ratusan ribu, bahkan jutaan, nyawa terenggut di sejumlah kawasan. Belum lagi mereka yang harus mengungsi meninggalkan tanah kelahiran dan kampung halaman.

Lewat seruan perdamaian dari Abu Dhabi, sudah saatnya setiap manusia mengedepankan sisi kemanusiaannya. Tiada lagi tempat bagi fanatisme sempit atas alasan dan latar belakang apa pun, tiada pula tempat bagi radikalisme, apalagi terorisme.

Kita, bangsa Indonesia, pun mesti menjadikan seruan perdamaian dari Abu Dhabi sebagai petunjuk bersikap dan bertindak di tengah kebencian yang semakin marak dan kohesi sosial yang kian renggang. Seperti halnya dunia, Indonesia ditakdirkan hidup dalam keberagaman. Di satu sisi kebinekaan ialah kekuatan, tapi jika tak terus dikuatkan, ia bisa menjadi biang kehancuran.

Syekh Tayeb dan Paus Fransiskus secara konkret memperlihatkan perbedaan bukanlah penghalang untuk menenun persaudaraan dan koeksistensi atau hidup berdampingan. Kita patut mengikuti jejak mereka agar perdamaian bersemi di hamparan bumi, termasuk di negeri tercinta ini.

 



Berita Lainnya