Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
HUKUM dan keadilan di negeri ini nyatanya dua hal berbeda. Hukum hanya dijalankan fungsi formalnya sehingga nilai-nilai agung dari hukum menjadi sekadar teks. Akibatnya, hukum menjadi alat penindas korban. Hukum hanya tajam ke bawah dan justru melindungi mereka yang kuat dan berpunya.
Hukum sekadar teks itulah yang menimpa Baiq Nuril Maknun. Nuril yang merupakan korban pelecehan justru menjadi yang terhukum. Sang mantan pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu dikenai hukuman pidana enam bulan dan denda Rp500 juta oleh Mahkamah Agung. Padahal, tahun lalu, Pengadilan Negeri Mataram telah memvonis bebas Nuril.
Meskipun dari kacamata positivistis Nuril bisa saja dikenai hukuman sesuai dengan pertimbangan hakim agung, apabila ditinjau dari perspektif hukum progresif, kasus Nuril idealnya tidak relevan sampai pada vonis bersalah. Proses penegakan hukum terhadap Nuril telah menjadi bukti sahih bahwa kerja hukum di negeri ini masih tunduk pada teks, bukan pada konteks.
Bagi sebagian orang, putusan kasasi Mahkamah Agung tidak hanya terasa janggal, tetapi juga tidak adil dan mengkhianati semangat peraturan untuk melindungi perempuan. Padahal, kasus Nuril sejatinya ialah potret perjuangan kaum terlemah.
Ia tidak dilecehkan sembarang orang, tetapi oleh atasannya sendiri, yang kala itu menjabat Kepala SMAN 7 Mataram. Bukan sekali, pelecehan verbal itu telah berlangsung lama hingga akhirnya Nuril memutuskan untuk merekam pembicaraan yang dilakukan lewat telepon itu.
Ironisnya lagi, bukan sang ibu satu anak itu pula yang menyebarkan rekaman tersebut, melainkan tangan rekannya yang selalu gigih meminta dengan alasan hanya akan menggunakan rekaman tersebut untuk pelaporan ke DPRD Kota Maratam. Alih-alih mendapat pertolongan, Nuril mendapati rekaman itu justru beredar liar.
Fakta-fakta itulah yang dipaparkan di pengadilan berdasarkan pengakuan rekan-rekan Nuril. Fakta-fakta itu pula yang secara jelas menunjukkan Nuril tidak bersalah, yakni mencederai Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal itu mengatur tentang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Atas fakta-fakta itu pula Pengadilan Negeri Mataram memutus Nuril, yang sudah sempat lebih dari dua bulan ditahan, bebas.
Kini, meski eksekusi penahanan Nuril ditunda, itu tetap saja tidak mengurangi cedera dari putusan kasasi Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung tidak hanya lari dari fakta persidangan, tetapi juga dari keadilan dan nurani. Sekarang, seperti yang disarankan pula oleh Presiden Joko Widodo, kita terus mendukung Nuril terus berjuang melalui peninjauan kembali (PK).
Kita tentunya sangat berharap MA sudah kembali memiliki nurani keadilan mereka di proses PK ini. Sungguh memilukan jika rakyat baru bisa memperoleh keadilannya lewat jalan grasi dari presiden.
Lebih dari itu, perhatian dan dukungan luas yang kini diberikan kepada Nuril saat ini mestinya menjadi penyadaran kepada para penegak hukum. Sistem hukum yang hanya berfungsi formal tidak menciptakan keadilan, tetapi justru perlawanan.
Kasus Nuril juga gambaran korban yang gagal dilindungi, baik oleh negara maupun oleh institusi terdekatnya. Nuril yang lama dilecehkan bukannya mendapat dukungan dari komunitas kerja terdekatnya, melainkan justru dituding berselingkuh. Bantuan yang dijanjikan pun hanya berakhir pada penyebaran rekaman semata.
Sudah jatuh tertimpa tangga, ia pula yang harus kehilangan kerja, sementara sang kepala sekolah menjadi Kabid Pemuda Dispora Kota Mataram. Kita harus menyadari bahwa keadilan dan perlindungan juga harus hadir dari komunitas terdekat. Dalam kasus Nuril, pengadilan hanya menegakkan hukum formal, tidak menegakkan keadilan substansial.
MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved