Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Merdeka Sebenar-benarnya

17/8/2017 05:05
Merdeka Sebenar-benarnya
(Ilustrasi---youtube)

SETIAP peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ialah refleksi. Tempat kita becermin sudah seberapa jauhkah Republik ini melangkah. Jika 17 Agustus 1945 kita ibaratkan titik nol, sudah di titik manakah bangsa ini berada?

Hari ini adalah perayaan HUT RI yang ke-72. Tinggal 28 tahun lagi, negeri ini akan berumur 100 tahun. Dalam konteks negara, itu adalah usia yang sudah sangat dewasa. Kedewasaan usia yang mestinya sudah diwarnai dengan beragam kemajuan di semua lini kehidupan bangsa.

Kalau kita hanya becermin sendiri, pasti kita akan mengatakan Republik ini sudah jauh lebih maju jika dibandingkan era awal kemerdekaan. Pembangunan yang dilakukan tujuh rezim kekuasaan hingga hari ini, harus diakui memang telah membuat Indonesia terlihat berbeda dengan 72 tahun silam.

Namun, mari kita tengok juga cermin yang lebih besar agar kita tak hanya puas membandingkan dengan diri kita di zaman lampau. Cermin yang besar dibutuhkan supaya kita juga bisa membandingkan dengan apa yang sudah dicapai negara-negara lain. Pembanding yang pas dan adil tentu saja ialah negara yang usia kemerdekaannya seumuran dengan kita.

Ambil contoh Korea Selatan. Negara ini meraih kemerdekaan cuma dua hari lebih dulu daripada Indonesia. Korea Selatan merdeka pada 15 Agustus 1945, sedangkan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sama-sama berangkat dari negara miskin, bahkan sebelum meredeka Korea Selatan lebih miskin dari Indonesia.

Akan tetapi, dalam soal kemajuan hari ini, Indonesia seperti tertinggal 10 tahun, bahkan lebih, dari Korea Selatan. Menurut catatan, musuh bebuyutan Korea Utara itu telah memulai kebangkitan dari keterpurukan pada periode 1980-an, dan hingga sekarang mereka sukses melipatgandakan kemajuan dari kebangkitan itu.

Negara yang belum menikmati kemajuan sesungguhnya belum merdeka sebenar-benarnya. Mungkin saja negara seperti itu sudah lepas dari belenggu penjajahan fisik, tetapi belum bebas dari belenggu kemiskinan, ketimpangan, dan keterbelakangan.

Republik ini, melangkah maju terasa sangat berat. Ada ungkapan yang menyebut manusia Indonesia susah diajak maju karena merasa sudah dianugerahi segalanya. Apa itu? Terutama sumber daya alam yang melimpah dan keanekaragaman yang tidak ada duanya.

Boleh jadi itu benar karena realitas di lapangan membuktikan bahwa kekayaan alam yang dimiliki negeri ini alih-alih dioptimalkan untuk menggerakkan peran dan partisipasi masyarakat, malah membuat kita terlena. Kita pun sering lupa bahwa pada saatnya nanti semua potensi alam akan habis, seperti juga kita lupa mendidik, mempersiapkan, dan meningkatkan sumber daya manusia untuk menghadapi tuntutan zaman yang terus berubah.

Suka tidak suka, mau tidak mau, sesegera mungkin kita harus membuat ringan langkah untuk maju. Dari mana kita harus mulai?

Bicara soal kemajuan bangsa memang identik dengan isu di bidang ekonomi. Tapi sebetulnya, permulaan langkah untuk menggapai kemajuan itu mesti dimulai dengan memperkuat intitusionalisasi politik. Bagaimanapun berbagai kebijakan mendasar di suatu negara merupakan hasil keputusan politik.

Indonesia sudah memilih jalan demokrasi. Oleh karena itu, kita pertama-tama harus memperkuat lembaga demokrasi sebagai penopang segala keputusan dan kebijakan menuju kemajuan yang diharapkan. Namun, demokrasi harus dijaga tetap berada dalam koridor ideologi dan konstitusi supaya tidak kelewat merdeka, tidak kebablasan.

Pelembagaan yang benar adalah menempatkan setiap lembaga sesuai tugas dan fungsinya.
Eksekutif yang kuat, mapan, dan mumpuni akan sanggup melaksanakan berbagai kebijakan dan program untuk kemajuan. Begitu pula legislatif yang kuat dan sehat akan selalu menjadi watch dog sekaligus mitra eksekutif demi sebesar-sebesarnya kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir mereka sendiri.

Sebagai contoh di bidang sumber daya manusia, anggaran pendidikan 20% merupakan hasil
keputusan politik pemerintah dan parlemen. Bila anggaran itu optimal digunakan, semestinya tercipta manusia-manusia Indonesia berkualitas yang akan mengantarkan pada kemajuan bangsa.

Contoh lain, mendorong pendidikan vokasi juga keputusan politik eksekutif. Pendidikan vokasi membuat orang lebih siap kerja. Dengan begitu, pendidikan vokasi yang menekankan ketrampilan praktis itu bisa mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi.

Pun, pembangunan infrastruktur merupakan keputusan politik presiden. Pembangunan infrastruktur akan meningkatkan daya saing Indonesia serta mendorong kemajuan.

Masih banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa pelembagaan politik menentukan kemajuan suatu bangsa. Negara yang gagal melakukan institusionalisasi politik bukan saja tak akan mencapai kemajuan, melainkan juga akan menjadi negara gagal.

Dalam refleksi kemerdekaan yang ke-72 tahun ini, kita harus kembali meyakinkan diri bahwa Republik ini tak boleh gagal. Indonesia harus maju untuk meraih kemerdekaan sebenar-benarnya .



Berita Lainnya
  • Mengkaji Ulang IKN

    21/7/2025 05:00

    MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.

  • Suporter Koruptor

    19/7/2025 05:00

    PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.

  • Rumah Sakit Asing bukan Ancaman

    18/7/2025 05:00

    DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.

  • Kerja Negosiasi belum Selesai

    17/7/2025 05:00

    AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

  • Setop Penyakit Laten Aksi Oplosan

    16/7/2025 05:00

    BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.

  • Revisi KUHAP tanpa Cacat

    15/7/2025 05:00

    DPR dan pemerintah bertekad untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semangat yang baik, sebenarnya.

  • Cari Solusi, bukan Cari Panggung

    14/7/2025 05:00

    PERSAINGAN di antara para kepala daerah sebenarnya positif bagi Indonesia. Asal, persaingan itu berupa perlombaan menjadi yang terbaik bagi rakyat di daerah masing-masing.

  • Awas Ledakan Pengangguran Sarjana

    12/7/2025 05:00

    DALAM dunia pendidikan di negeri ini, ada ungkapan yang telah tertanam berpuluh-puluh tahun dan tidak berubah hingga kini, yakni ganti menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum, ganti buku.

  • Mencurahkan Hati untuk Papua

    11/7/2025 05:00

    JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.

  • Bukan Bangsa Pelanduk

    10/7/2025 05:00

    Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.

  • Bansos bukan untuk Judol

    09/7/2025 05:00

    IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).

  • Dicintai Rakyat Dibenci Penjahat

    08/7/2025 05:00

    KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.

  • Investasi Enggan Melesat

    07/7/2025 05:00

    PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto tampaknya mulai waswas melihat prospek pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2028-2029.

  • Di Laut, Kita Dikepung Petaka

    05/7/2025 05:00

    LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.

  • Jangan Menyerah Lawan Kekejian Israel

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.

  • Musim Potong Hukuman Koruptor

    03/7/2025 05:00

    SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.