Puisi-puisi Vadim Shefner

Ilustrasi: Artur Saryan

Di Taman, Mereka Membakar Daun...

Di taman, daun-daun mengering, 
api biru perlahan melahap semuanya. 
Ada yang terbakar dan ada yang termenung, 
seolah-olah menanti kebahagiaan datang. 

Sayang, bahagia ikut lenyap 
hangus bersatu bersama tanah,– 
kau serupa malam yang gelap, 
diselimuti temaram – cahaya. 

Perlahan aku melangkah ke jalan 
namun tidak menemukan sesuatu, 
hanya memanggilmu lewat igauan: 
"Kembali dan berbaring lagi di sini. 

Kembali, kembalilah ke tempat permulaan, 
katakan kepadaku jika kebahagiaan itu ada." 

Di taman daun-daun mengering, 
api biru perlahan melahap semuanya...  

1945


Hujan di Musim Semi 

Hujan palu perak 
mengetuk bumi di musim semi, 
seperti sejuta dokter yang lucu-lucu. 

Dan bumi pun menjawab hujan: "aku sehat!" 

1948 


Hakikat Kehidupan  

Tuan telah mati, tetapi barang-barangnya utuh, 
mereka tidak peduli, tentang kemalangan manusia. 
Saat tiba waktumu, cangkir di rak pun tak kan pecah 
dan deretan gelas berkilau tak meleleh seperti es batu. 

Mungkin tak ada gunanya berusaha keras untuk sesuatu hal,– 
cermin begitu patuh mengekspos diri mereka kepada orang lain, 
kerumunan penonton pun acuh tak acuh dengan tempat duduk, 
dan kaki meja bersegi enggan bergetar dan berderit. 

Sebab untuk alasan tertentu, semua akan sirna di dunia, 
meteran listrik tidak akan menyala, sebaliknya 
ponsel tidak akan mati, film di dalam kaset tidak akan menyala, 
dan kulkas yang dingin tidak akan ikut mengantar peti matimu. 

Jadilah tuan bagi milikmu, namun jangan berikan dirimu disembelih, 
jadilah selalu tuan yang adil dan tidak perlu berpihak kepada yang lain. – 
Orang yang hidup untuk harta, pasti kehilangan segalanya di saat ajal tiba, 
orang yang hidup untuk orang lain – setelah kematian, mereka akan hidup di antara kehidupan. 

1957 


Orang yang hidup untuk harta, pasti kehilangan segalanya di saat ajal tiba. 


Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam  
Baca juga: Cara Kirim Puisi ke Media Indonesia 


Jembatan Penyebrangan 

Aku berdiri di jembatan curam, 
seolah terlempar ke kaki langit. 
Kulihat kapal pemecah sungai, 
rel bergandengan seperti jet di sana. 

Ada gundukan salju di bawah pagar 
dia menangis, usai membubarkan aliran; 
Di sana mengapung angsa hitam 
memutari lokomotif. 

Di gudang Privokzalnaya, 
tank-tank seperti pelampung.
Menggenggam kesedihan-kesedihan 
kudengar suara klakson di balik kabut! 

Aku begitu rapuh dan sedih, 
seperti berdiri dalam mimpi.  
Di tengah es yang pecah, semoga 
kebahagiaan ada di penghujung musim. 

Kabut menyelimuti jalur-jalur rel 
mata air sejuk mengaliri sungai. 
Kutatap embun di punggung kereta, 
menetes dan mengapung melewatiku. 

1966 


Cermin

Seolah-olah terkena hantaman pendobrak yang mengerikan
setengah rumah telah hancur di sini,
dan kabut beku di awan 
tembok hangus menjulang. 

Tirai yang sobek mengingatkan 
kehidupan lama, damai dan sederhana 
tapi semua pintu kamar runtuh, 
terbuka dan tergantung dalam kehampaan. 

Biarkan aku melupakan segalanya – 
tubuh terlanjur menggigil tertiup angin, 
cermin menggantung di jurang 
bangunan lantai enam yang tinggi. 

Sungguh ajaib, cermin itu tidak pecah 
orang-orang terbunuh, tembok-tembok tersapu, – 
namun dia tetap tergantung dengan takdir 
melewati jurang kesedihan dan peperangan. 

Saksi kenyamanan sebelum perang,
di dinding yang lembab dan berkarat 
kehangatan napas dan senyuman seseorang
semua tersimpan rapih dalam kedalaman kaca.

Akan pergi ke mana cermin yang tidak dikenal itu; 
apakah dia berkeliaran di sepanjang jalan sendiri, 
apakah ada gadis melihat ke dalam cermin 
dan mengepang rambut di depan kaca...? 

Mungkin cermin ini melihat 
sesuatu untuk terakhir kali 
baik pecahan batu maupun logam 
biarkan dia melupakan kenangan. 

Kini, aku menatap cermin ini siang dan malam; 
ada wajah-wajah korban perang yang sengit, 
ada tembakan senjata di dalamnya, 
dan cahayanya terlihat mengkhawatirkan. 

Kelembaban malam mencekik, 
garis-garis asap dan api masih membekas, 
namun semua pasti berlalu. Dan, apapun yang terjadi,–
musuh tidak akan pernah tercermin di dalamnya! 

1942 


Bacaan rujukan 

¹ Puisi Soviet. Dalam 2 volume. Perpustakaan Sastra Dunia. Moskwa: Seniman Sastra, 1977.
² Vadim Shefner. Tahun dan Momen. Moskwa: Sovremennik Publishing, 1983.
³ Vadim Shefner. Di Abad ini: puisi dari tahun yang berbeda. Leningrad: Lenizdat, 1987. 

 

 

 

 


Vadim Sergeevich Shefner, sastrawan, lahir di Saint Petersburg, Rusia (12 Januari 1915 - 5 Januari 2002). Pada 1930-an, bekerja sebagai pemadam kebakaran di pabrik Proletary Leningrad. Pada 1933, puisi pertamanya The Ballad of the Stoker diterbitkan di koran pabrik Rezets. Ia masuk kuliah pada 1935 di Universitas Leningrad dan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Pada era 1960-an, dia kemudian beralih menulis fiksi ilmiah yang lucu dan filosofis. Dia berhasil didapuk sebagai penerima penghargaan sastra bergengsi Rusia, Aelita Prize. Puisi-puisi Shefner diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin, Pentas Grafika, Jakarta, 2022. (SK-1)