Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
REVISI Undang-Undang (UU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disepakati menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025.
"Apakah revisi tentang kitab UU KUHAP, revisi usul inisiatif Komisi III DPR RI, dapat disetujui menjadi Revisi UU usul DPR RI?" kata Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).
Seluruh anggota DPR yang hadir menyatakan setuju. Sebanyak delapan fraksi menyampaikan pendapat fraksi secara tertulis kepada pimpinan DPR.
Revisi UU KUHAP telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Pembahasan revisi KUHAP juga sudah berjalan di Komisi III DPR, salah satunya dengan Komisi Yudisial (KY).
Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional bakal berlaku pada 2026. Namun, tidak diiringi dengan revisi UU KUHAP.
"Sementara dalam proses pembahasan saat ini masih tahap memperoleh mendapatkan keterangan-keterangan dari ahli-ahli hukum," kata Rudi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.
Mekanisme tersebut sangat rentan terhadap abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dan nihil kontrol maupun akuntabilitas.
Seminar ini membahas Pembaruan KUHAP menjadi momentum penting dalam menata ulang koordinasi antara penyidik dan penuntut umum dalam sistem peradilan pidana.
Anggota DPR RI bertepuk tangan saat capim KPK Johanis Tanak mengatakan akan menghapuskan operais tangkap tangan (OTT).
Hal tersebut membedakan kinerja hakim dengan aparat penegak hukum lainnya seperti polisi dan jaksa.
KETUA Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mengungkapkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku saat ini sudah tidak relevan
Pakar hukum menyebut bahwa asas dominus litis atau pengendali perkara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) berpotensi merusak sistem hukum di Indonesia.
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus menjadi instrumen hukum yang progresif dan menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia (HAM).
KOMISI III DPR RI segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP.
Pada pasal 111 ayat 2 misalnya, RUU KUHP memberikan kewenangan jaksa untuk mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian.
"Kewenangan jaksa yang meluas ke ranah penyidikan bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan," tegas Pakar Hukum Pidana UISU Indra Gunawan Purba.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved