Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KETUA Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menilai Revisi Peraturan DPR No 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, yang pada pokoknya mempertegas fungsi pengawasan DPR terhadap calon-calon penyelenggara negara merupakan kebijakan yang keliru.
Hendardi menuturkan memang tidak ada penyebutan pencopotan pejabat, tetapi frase pada Pasal 228A Ayat (2) menyebutkan hasil evaluasi bersifat mengikat bisa berujung pada pencopotan seorang pejabat penyelenggara negara.
“Substansi norma sebagaimana Pasal 228A ini keliru secara formil, dimana peraturan internal sebuah lembaga negara seharusnya hanya mengatur urusan internal kelembagaan dan/atau mengatur pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga dimaksud,” ujar Hendardi, Rabu (5/2).
“Sementara secara substantif, norma di atas bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI 1945, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” tambahnya.
Hendardi menyebut frase UUD ditujukan untuk menjamin kemerdekaan dan independensi lembaga-lembaga yang diatur Undang-Undang Dasar.
Kemudian memastikan kontrol dan keseimbangan antar masing-masing cabang kekuasaan, dan tidak boleh ada pengaturan lain yang secara substantif melemahkan independensi lembaga-lembaga negara baik yang dibentuk dengan UUD maupun UU lain.
“Norma Pasal 228A juga melampaui puluhan UU sektoral lain, yang justru memberikan jaminan independensi pada MA, MK, BI, KPK, KY dan lainnya, yang berpotensi dibonsai oleh DPR dengan kewenangan evaluasi yang absurd,” tegas Hendardi.
Hendardi menegaskan DPR gagal memahami makna frase pengawasan yang merupakan salah satu fungsi DPR sebagaimana Pasal 20A (1) UUD Negara RI 1945.
Seharusnya, lanjut Hendardi, fungsi pengawasan yang melekat pada DPR adalah mengawasi organ pemerintahan lain dalam menjalankan undang-undang.
Artinya, Hendardi menerangkan yang diawasi DPR adalah pelaksanaan UU bukan kinerja personal apalagi kasus-kasus yang seringkali menimbulkan konflik kepentingan berlapis.
“Dalam sistem presidensial, jika pun DPR diberi kewenangan menyetujui pencalonan, memilih, atau menetapkan, itu semata-mata ditujukan untuk memastikan adanya kontrol dan keseimbangan antar lembaga negara,” ucapnya.
Hendardi menuturkan supremasi parlemen yang melampaui prinsip pembagian kekuasaan sebagaimana Pasal 1 (2) UUD tidak boleh dibiarkan.
Hendardi mengingatkan agar DPR berfokus pada tugas utama pembentukan UU, pengawasan atas berjalannya UU yang dibentuknya dan fungsi budgeting secara lebih berkualitas, bukan merancang ranjau-ranjau politik.
“Serta kekuasaan yang ditujukan bukan untuk kepentingan rakyat tetapi memaksa kepatuhan buta pada parlemen dan selalu membuka ruang-ruang transaksi dan negosiasi,” tandasnya.
Hendardi mendesak agar peraturan DPR tersebur tidak perlu diundangkan. Jika sudah terlanjur diundangkan, Hendardi menegaskan bahwa aturan tersebut bisa diperkarakan ke Mahkamah Agung untuk segera dibatalkan. (Ykb/J-2)
Biaya pungutan tambahan dalam satu tahun bisa mencapai sekitar Rp8,9 triliun.
WAKIL Ketua DPR RI Adies Kadir mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan gaji hakim sebesar 280%.
Nasir menyampaikan perlu menghadirkan ahli yang independen dan berintegritas dalam diskusi bersama Pemerintah Aceh.
Seperti diketahui, permasalahan sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong mendukung mengizinkan kembali pemda menggelar kegiatan di hotel untuk menggerakkan perekonomian daerah
Anggota dari fraksi PAN itu meminta agar Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan Kementerian BUMN mengambil tindakan segera.
Kewenangan memberhentikan pejabat negara yang dimasukkan dalam tatib DPR berpotensi membuat DPR menjadi lembaga superbodi.
DPR menyepakati revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Revisi tersebut mengatur penyisipan Pasal 228A ayat (1) dan (2) di antara Pasal 228 dan Pasal 229.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved