Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menilai Revisi Peraturan DPR No 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, yang pada pokoknya mempertegas fungsi pengawasan DPR terhadap calon-calon penyelenggara negara merupakan kebijakan yang keliru.
Hendardi menuturkan memang tidak ada penyebutan pencopotan pejabat, tetapi frase pada Pasal 228A Ayat (2) menyebutkan hasil evaluasi bersifat mengikat bisa berujung pada pencopotan seorang pejabat penyelenggara negara.
“Substansi norma sebagaimana Pasal 228A ini keliru secara formil, dimana peraturan internal sebuah lembaga negara seharusnya hanya mengatur urusan internal kelembagaan dan/atau mengatur pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga dimaksud,” ujar Hendardi, Rabu (5/2).
“Sementara secara substantif, norma di atas bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI 1945, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” tambahnya.
Hendardi menyebut frase UUD ditujukan untuk menjamin kemerdekaan dan independensi lembaga-lembaga yang diatur Undang-Undang Dasar.
Kemudian memastikan kontrol dan keseimbangan antar masing-masing cabang kekuasaan, dan tidak boleh ada pengaturan lain yang secara substantif melemahkan independensi lembaga-lembaga negara baik yang dibentuk dengan UUD maupun UU lain.
“Norma Pasal 228A juga melampaui puluhan UU sektoral lain, yang justru memberikan jaminan independensi pada MA, MK, BI, KPK, KY dan lainnya, yang berpotensi dibonsai oleh DPR dengan kewenangan evaluasi yang absurd,” tegas Hendardi.
Hendardi menegaskan DPR gagal memahami makna frase pengawasan yang merupakan salah satu fungsi DPR sebagaimana Pasal 20A (1) UUD Negara RI 1945.
Seharusnya, lanjut Hendardi, fungsi pengawasan yang melekat pada DPR adalah mengawasi organ pemerintahan lain dalam menjalankan undang-undang.
Artinya, Hendardi menerangkan yang diawasi DPR adalah pelaksanaan UU bukan kinerja personal apalagi kasus-kasus yang seringkali menimbulkan konflik kepentingan berlapis.
“Dalam sistem presidensial, jika pun DPR diberi kewenangan menyetujui pencalonan, memilih, atau menetapkan, itu semata-mata ditujukan untuk memastikan adanya kontrol dan keseimbangan antar lembaga negara,” ucapnya.
Hendardi menuturkan supremasi parlemen yang melampaui prinsip pembagian kekuasaan sebagaimana Pasal 1 (2) UUD tidak boleh dibiarkan.
Hendardi mengingatkan agar DPR berfokus pada tugas utama pembentukan UU, pengawasan atas berjalannya UU yang dibentuknya dan fungsi budgeting secara lebih berkualitas, bukan merancang ranjau-ranjau politik.
“Serta kekuasaan yang ditujukan bukan untuk kepentingan rakyat tetapi memaksa kepatuhan buta pada parlemen dan selalu membuka ruang-ruang transaksi dan negosiasi,” tandasnya.
Hendardi mendesak agar peraturan DPR tersebur tidak perlu diundangkan. Jika sudah terlanjur diundangkan, Hendardi menegaskan bahwa aturan tersebut bisa diperkarakan ke Mahkamah Agung untuk segera dibatalkan. (Ykb/J-2)
Ketua Timwas Haji DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengusulkan pembentukan Pansus Haji 2025. Hal ini untuk menindaklanjuti berbagai masalah yang ditemukan pada penyelenggaraan Haji 2025.
KETUA Fraksi Partai Golkar DPR RI Sarmuji mengatakan transfer data pribadi ke Amerika Serikat harus mengutamakan kerangka hukum nasional, terutama UU Perlindungan Data Pribadi
Dia menegaskan bahwa DPR RI akan mengedepankan partisipasi publik yang banyak dalam pembahasan revisi KUHAP, maupun revisi undang-undang lainnya.
Komnas Haji khawatir pembentukan pansus haji 2025 menganggu isu-isu krusial seperti revisi UU penyelenggaraan ibadah haji dan persiapan haji
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Transfer data pribadi ke luar negeri hanya dapat dilakukan apabila negara tujuan memiliki perlindungan hukum setara atau lebih tinggi dari Indonesia.
Kewenangan memberhentikan pejabat negara yang dimasukkan dalam tatib DPR berpotensi membuat DPR menjadi lembaga superbodi.
DPR menyepakati revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Revisi tersebut mengatur penyisipan Pasal 228A ayat (1) dan (2) di antara Pasal 228 dan Pasal 229.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved