Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
KEPUTUSAN DPR dalam revisi peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR terkait perluasan kewenangannya untuk mengevaluasi pejabat yang mereka pilih dengan mendasarkan diri pada peraturan tata tertib, mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna, mengatakan bahwa keputusan tersebut menunjukkan bahwa DPR tidak mengerti memahami teori hierarki dan kekuasaan dalam norma hukum. Menurutnya, keputusan itu jika dilanjutkan akan menciptakan kerusakan dalam kehidupan bernegara.
“Ini tidak perlu ketua MKMK yang jawab, cukup mahasiswa hukum semester tiga. Dari mana ilmunya ada tatib bisa mengikat keluar?” tanya Dewa saat dikonfirmasi Media Indonesia pada Rabu (5/2).
Selain itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Udayana itu juga mempertanyakan pemahaman DPR akan sistem hukum ketatanegaraan.
“Masa DPR tidak mengerti teori hierarki dan kekuatan mengikat norma hukum? Masa DPR tak mengerti teori kewenangan? Masa DPR tidak mengerti teori pemisahan kekuasaan dan checks and balances (periksa dan timbang)?” ujarnya mempertanyakan kembali.
"Masa DPR tidak mengerti teori hierarki dan kekuatan mengikat norma hukum. Masa DPR tak mengerti teori kewenangan?," sambung dia.
Palguna menekankan bahwa wacana revisi tata tertib tersebut juga mengindikasikan bahwa DPR tidak mematuhi Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Atau, jika mereka mengerti tetapi juga melakukan, berarti mereka tidak mau negeri ini tegak di atas hukum dasar (UUD 1945),” katanya.
Lebih lanjut, Palguna mengatakan apabila DPR tersebut mengerti mengenai hal-hal di atas, tetapi tetap memberlakukan ketentuan tata tertib tersebut, Palguna menilai para anggota DPR tersebut tidak menginginkan negeri ini tegak di atas hukum dasar UUD Negara Republik Indonesia 1945.
“Tetapi di atas hukum yg mereka suka dan maui dan mengamankan kepentingannya sendiri. Rusak negara ini boss,” tegasnya.
Sebelumnya, pada Selasa (4/2), DPR menyepakati revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Revisi tersebut mengatur penyisipan Pasal 228A ayat (1) dan (2) di antara Pasal 228 dan Pasal 229.
Adapun, Pasal 228A ayat (1) berbunyi: “Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR”.
Sementara itu, Pasal 228A ayat (2) berbunyi: "Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku”.
Berdasarkan penambahan pasal baru tersebut, DPR dapat secara berkala mengevaluasi setiap pejabat yang mereka tetapkan dan bersifat mengikat.
Dengan begitu, hakim konstitusi yang ditetapkan dalam rapat paripurna usai menjalani uji kepatutan dan kelayakan, juga akan dapat dievaluasi oleh DPR. Selain hakim MK, pejabat publik lainnya yang juga ditetapkan DPR ialah pimpinan KPK. (Dev/J-2)
DPR dan musisi, termasuk Ari Lasso, menolak aturan royalti 2% dari biaya produksi musik untuk acara pernikaha dan mendorong revisi UU Hak Cipta.
Hasanuddin mengatakan lingkungan militer memang keras. Namun, sejak 1974 telah dikeluarkan instruksi yang melarang hukuman fisik berupa pemukulan atau penyiksaan.
Seorang komandan menjadi pengawas dan memberi arahan bagi prajurit di bawahnya. Tetapi justru terlibat kejahatan dalam kasus kematian Lucky.
Dia juga mempertanyakan pelaku yang jumlahnya mencapai 20 orang. Ia meminta penjelasan lengkap peristiwa tersebut.
Peristiwa tersebut bukanlah kasus kekerasan biasa tetapi lebih kepada tuntutan keadilan serta martabat bagi keluarga yang ditinggalkan.
Ketika disinggung mengenai dua anggota DPR Satori dan Heri Gunawan yang menjadi tersangka karena dana CSR, Melchias mengaku tak mengetahuinya.
Sebelumnya, 9 Hakim MK dilaporkan ke MKMK atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi.
LOKATARU Foundation melaporkan sembilan Hakim Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait dalam sengketa Pilkada 2024
Perpanjangan masa tugas Palguna, Ridwan Mansyur, dan Yuliandri berdasarkan Keputusan Ketua MK Nomor 6 Tahun 2024. Ketiganya mengucap sumpah di hadapan Ketua MK Suhartoyo
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan akan proaktif memantau jalannya sidang sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024 agar para hakim konstitusi menjaga kode etik.
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna buka suara atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang meminta harkat dan martabat Anwar Usman
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved