Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ajak Publik Mekanisme Baru Pencalonan Presiden

Tri Subarkah
03/1/2025 15:01
Ajak Publik Mekanisme Baru Pencalonan Presiden
ilustrasi.(Mi)

REKAYASA konstitusional setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut pasal terkait ambang batas pencalonan presiden harus dilakukan dengan prinsip meaningfull participation atau partisipasi bermakna. Pembentuk undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR diingatkan untuk melibatkan partisipasi publik dalam permusuan norma baru tersebut.

Direktur Democracy And Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyebut, saat ini pembentuk undang-undang menjadi kunci dalam merealisasikan putusan MK yang menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden inkonstitusional. Terlebih, putusan itu keluar di tengah rencana merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu.

"Apakah akan menjadikan pedoman dalam menyusun revisi UU Pemilu atau melakukan pembangkangan terhadap konstitusi karena kepentingan politik pragmatis?" tanyanya kepada Media Indonesia, Jumat (3/1).

"Pembuat UU harus menerapkan prinsip meaningfull participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam melakukan rekayasa konstitusional atas putusan MK terkait dengan penghapusan presidential threshold," sambung Neni.

Ia berpendapat, DPR memiliki peranan yang sangat vital untuk memastikan perubahan peraturan soal pencalonan presiden yang telah berulang kali diuji ke MK. Di samping itu, DEEP berpandangan bahwa putusan MK terbaru harus menjadi momentum bagi partai politik untuk melakukan kaderisasi berdasar sistem merit.

Tujuannya, agar partai politik menghasilkan kader-kader yang bersih dan jujur demi tegaknya sistem demokrasi di Tanah Air. Neni mengatakan, sudah seharusnya partai politik memberikan dukungan kepada kader yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menjadi calon pemimpin bangsa.

Dalam pertimbangan putusan atas Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK memberikan masukan bagi pembentuk undang-undang dalam melakukan rekayasa konstitusional untuk menghindari munculnya calon pasangan presiden-wakil presiden yang terlalu banyak setelah ambang batas pencalonan dicabut.

Rekayasa tersebut harus memperhatikan lima hal. Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

(Tri/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya