Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dasar Hukum Kasus Tom Lembong Dinilai Kurang Jelas

Media Indonesia
18/11/2024 10:52
Dasar Hukum Kasus Tom Lembong Dinilai Kurang Jelas
Eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong(MI/TRI SUBARKAH)

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana gugatan praperadilan  yang diajukan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong pada hari ini. Sejumlah pihak memandang bahwa kasus hukum yang dialami Tom Lembong tersebut memiliki dasar hukum yang lemah.

Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

Gugatan praperadilan tersebut diajukan Tom Lembong lantaran ingin mengetahui keabsahan penetapan tersangka Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati saat rapat dengar pendapat dengan kejaksaan agung pada Rabu (13/11), menyatakan perlunya kejelasaan konstruksi hukum dalam kasus ini. “Penting bagi kami untuk mengetahui dasar hukum yang jelas agar publik tidak terjebak dalam spekulasi,” tegas Sari yang terpilih sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTB II Pulau Lombok ini.

Pasalnya, izin impor gula yang diberikan pada 2015 dan 2016 berada di bawah regulasi yang ketat. Sari menyoroti bahwa izin impor pada 2015 diatur dalam Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No. 527/24, yang mengatur impor gula mentah oleh perusahaan yang berstatus sebagai importir produsen gula. Pada 2016, peraturan ini diperketat melalui Permendag No. 117/2015, yang memerlukan persetujuan menteri dan rapat koordinasi antar-instansi terkait.

“Apakah izin impor gula yang diterbitkan saat itu sudah memenuhi prosedur koordinasi antar-instansi? Kami ingin tahu lebih rinci,” ucap Sari Yuliati, mempertanyakan apakah proses tersebut telah mengikuti regulasi yang berlaku.

Sari juga menjelaskan bahwa izin impor gula diberikan sebagai langkah untuk menstabilkan harga gula di pasar domestik. Menurut laporan Komisi III, beberapa perusahaan yang mendapatkan izin tersebut berkomitmen untuk menjual gula di bawah harga pasar sebagai bentuk stabilisasi harga dalam negeri, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. 

"Perusahaan yang terlibat menunjukkan rasa nasionalisme dalam menjalankan kebijakan ini, karena menjual gula dengan harga terjangkau untuk rakyat. Ini bukan hanya tentang keuntungan ekonomi semata," ujar Sari, menggarisbawahi kepentingan nasional yang melekat pada kebijakan impor ini.

Namun, dalam rapat tersebut, Sari bersama beberapa anggota lain mempertanyakan potensi adanya pelanggaran hukum yang merugikan negara. Menurut perjanjian antara PT PPI dan 8 perusahaan produsen gula rafinasi, harga gula kristal putih yang dijual PT PPI adalah Rp9.000 per kilogram, sementara harga eceran tertinggi saat itu mencapai Rp13.000 per kilogram. 

Sari menekankan bahwa belum ada laporan resmi dari BPK atau BPKP yang mengonfirmasi kerugian negara dari kebijakan ini. "Jika memang tidak ada kerugian negara, maka publik juga perlu tahu. Transparansi dalam perhitungan kerugian menjadi penting untuk kepastian hukum dan menjaga kepercayaan publik," tegas Sari.

Pada akhir pembicaraan, Sari mengingatkan agar Kejaksaan Agung mempertimbangkan dampak lanjutan proses hukum ini terhadap industri gula dan stabilitas ekonomi. Sektor industri makanan dan minuman yang bergantung pada gula rafinasi sendiri berkontribusi besar terhadap PDB nasional. “Proses hukum harus tetap berjalan tegas jika ada pelanggaran, namun juga jangan sampai membuat gaduh yang berdampak pada perekonomian,” tandas Sari. (Fah/Ant/P-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya