Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

RUU KUHAP Diminta Atur Batas Waktu Penyelidikan Selama 6 Bulan

Rahmatul Fajri
22/7/2025 17:24
RUU KUHAP Diminta Atur Batas Waktu Penyelidikan Selama 6 Bulan
Ilustrasi: Ruang Rapat Komisi III DPR RI(MI/Susanto)

MASYARAKAT Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Firman Wijaya meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat mengatur batas waktu maksimal untuk penyelidikan dan penyidikan. Ia mengatakan tahap penyelidikan sebagaimana Pasal 5 KUHAP sebaiknya diatur tahap penyelidikan diberi batas waktu hingga 6 bulan.

"Tahap penyelidikan diberi batas waktu 6 bulan dan atas fase penyelidikan ini maupun tindakan penyelidikan ini harus ada ruang pengujian atas penyelidikan dimaksud, di mana dapat diuji pula melalui lembaga praperadilan," kata Firman saat rapat dengar pendapat umum di Komisi III DPR RI, Selasa (22/7).

Dalam kesempatan itu, Firman turut menyoroti Pasal 59E dalam RUU KUHAP yang menyebut dalam keadaan penyidik berkesimpulan bahwa penyidikan telah cukup bukti, sedangkan penuntut umum berpendapat bahwa penyidikan belum maksimal, artinya tidak ada kesepakatan antara Penyidik dan Jaksa dalam Gelar Perkara, jangka waktu Penyidikan atau pemeriksaan tambahan oleh Jaksa diberikan waktu 60 hari yang disesuaikan dengan penahanan dan perpanjangan penahanan. 

Ia mengatakan waktu tambahan 14 hari yang saat ini diatur dalam Pasal 59E ayat (6) KUHAP terlalu singkat, jika dibandingkan dengan kebutuhan proses hukum serta waktu penahanan dan perpanjangannya. Ia mengatakan perlunya perpanjangan waktu penyidikan menjadi 60 hari untuk mengantisipasi perbedaan pendapat antara penyidik dan jaksa penuntut umum dalam gelar perkara. 

“Perlu tambahan Pasal 59E ayat 7 karena kalau hanya 14 hari, sebagaimana diatur Pasal 59E ayat 6, rasanya tidak mungkin dapat teroperasionalkan dengan optimal, karena tidak ada keseimbangan ruang check and balance sistem penegakan,” kata Firman.

Lebih lanjut, Mahupiki juga mendorong adanya pengaturan yang tegas terhadap pihak termohon dalam praperadilan yang sengaja menunda-nunda kehadiran. Apabila tidak terpenuhinya hak-hak yang diatur dalam acara pidana dapat diuji dalam praperadilan.

Sedangkan, jika ada kesengajaan menunda-nunda memenuhi panggilan sidang dalam proses praperadilan, permohonan dapat dianggap melepaskan haknya untuk membuktikan, serta proses hukumnya tidak sesuai hukum acara. 

"Otomatis termohon dianggap menyetujui putusan hakim praperadilan,” pungkasnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya