Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
AHLI Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) Jimly Asshiddiqie menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera mengeluarkan peraturan KPU menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan kepala daerah. Menurutnya KPU dapat berkonsultasi melalui surat saja dengan DPR RI dan pemerintah untuk merevisi Peraturan KPU.
“Ya begitu. Saya sarankan segera saja tetapkan Peraturan KPU pascaputusan MK. Toh kewajiban berkonsultasi sudaj dilaksanakan melalui surat resmi ke DPR dan Pemerintah. Sedangkan untuk jadwal Rapat Dengar Pendapat (RDP) sudah mepet dan kayaknya tidak mungkin sebelum Senin (26/8),” ujar Jimly melalui keterangan tertulis, Kamis (22/8).
Baca juga : KPU Takut Kena Sanksi Jika Langsung Terapkan Putusan MK
Menurutnya untuk menenangkan keadaan, sebaiknya KPU sudah mengeluarkan Peraturan KPU yang baru. Jimly menyebut Jumat (23/8) atau Sabtu (24/8) sudah ditetapkan Peraturan KPU sebagai tindak lanjut putusan MK. Sebab, sambung Jimly, Selasa (27/8), pendaftaran calon kepala daerah sudah dibuka.
Baca juga : KPU Konsultasi dengan DPR terkait Putusan MK soal Pencalonan Kepala Daerah
“Asal KPU segera saja keluarkan Peraturan KPU baru sebelum Senin (26/9). Kalau misalnya pengesahan RUU (Pilkada) cuma ditunda tapi tetap disahkan, maka perubahan lagi Peraturan KPU tidak mungkin dilakukan setelah Senin,” paparnya.
Jimly juga menjelaskan apabila revisi dilakukan, UU Pilkada hanya dapat diterapkan mulai pilkada 2029, bukan untuk pilkada November 2024. Melihat gejolak penolakan yang besar dari masyarakat atas revisi UU Pilkada oleh DPR dan pemerintah yang mengabaikan putusan MK, Jimly yakin revisi itu gagal disahkan.
Baca juga : Putusan MK Soal Mantan Koruptor di Pilkada Segera Masuk PKPU
“Dari berita dan pergerakan demo (penolakan revisi) dari seluruh Indonesia, besar kemungkinan DPR tidak akan jadi mengesahkan RUU,” ujar dia.
Baca juga : DPR Pastikan Tidak Ada Pengesahan Revisi UU Pilkada secara Diam-diam
“ Saya sudah kontak KPU & juga DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), Bawaslu untuk saling menguatkan. Untuk menenangkan emosi publik, makin cepat Peraturan KPU keluar makin baik,” pungkas Mantan Ketua MK itu.
MK sebelumnya mengeluarkan dua putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII. Pertama, putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Kedua, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menetapkan usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun saat penetapan calon. Putusan MK mengenai usia minimal calon gubernur dan wakil gubenur dikaitkan dengan upaya pencalonan Putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi Kaesang Pangarep yang digadang-gadang akan maju dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah. Namun, saat pendaftaran calon kepala daerah, usia Kaesang belum genap 30 tahun. (H-3)
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
KOMITE Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) menolak wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah atau pilkada dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD
Titi Anggraini menyebut pilkada lewat DPRD tidak relevan lagi membedakan rezim Pilkada dan Pemilu setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi atau MK
KETUA Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya jauh lebih dulu mengusulkan agar bupati dan walikota dipilih oleh DPRD
Hinca mengatakan tetap menghormati usulan Cak Imin. Namun, Partai Demorkat tetap mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung.
Bima Arya Sugiarto menilai bahwa keserentakan pemilu dan pilkada memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran.
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved