Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) jadi satu-satunya pihak yang dapat diharapkan untuk menegakkan kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan kepala daerah setelah DPR dan pemerintah sepakat merevisi aturan main pencalonan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada.
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, meminta KPU menjadi penjaga konstitusi, bukan pembangkang konstitusi sebagaimana yang dipertontonkan DPR dan pemerintah dengan upaya merevisi UU Pilkada saat ini, sehari setelah MK membacakan putusan.
Ia menegaskan, putusan MK yang dibacakan kemarin bersifat final dan mengikat. Artinya, putusan tersebut langsung berlaku saat itu juga. Bivitri menyinggung pertaruhan KPU sebagai penjaga konstitusi berlangsung saat ini di tengah upaya revisi UU Pilkada oleh DPR dan pemerintah.
Baca juga : KPU Jatim Tunggu Arahan KPU RI Terkait Keputusan MK
"Di sinilah letak kita juga bisa mengukur apakah KPU ikut menjadi pembangkang konstitusi atau penjaga konstitsi. Karena KPU bisa untuk tetap menjadi penjaga konstitusi," katanya saat dikonfirmasi, Rabu (21/8/2024).
Sebagai lembaga independen, KPU disebutnya harus mengikuti Putusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 yang mengubah tafsir pencalonan kepala daerah secara progresif. Misalnya, menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik dan menegaskan bahwa batas minimum usia calon dihitung saat penetapan pasangan calon, bukan pelantikan.
Menurut Bivitri, KPU tidak perlu mengikuti perubahan aturan yang dilakukan DPR. KPU, sambungnya, bisa langsung menuangkan putusan MK tersebut ke peraturan KPU (PKPU) terbaru sebagai aturan teknis.
Baca juga : DPR Ubah Aturan Lagi, Pilkada 2024 Disebut Inkonstitusional
"Jadi harusnya KPU langsung mengikuti putusan MK," tandasnya.
Terpisah, anggota KPU RI periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay juga mengatakan hal senada. Sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab untuk dapat terlaksananya pemilihan secara jujur, adil, tertib, tertib, transparan, akuntabel, dan demokratis, KPU diminta untuk patuh pada putusan MK.
"Segera tuangkan dalam PKPU terkait. Semua putusan MK sudah sangat pasti dan jelas," kata Hadar.
Baca juga : DPR dan Pemerintah Sepakat Batas Usia Cagub Dihitung saat Pelantikan, Ikut Putusan MA
Apabila konsultasi dengan pembentuk undang-undang pascaputusan MK belum dapat dilakukan, Hadar mengatakan KPU cukup memberitahukan dan minta masukan secara tertulis. Langkah itu merupakan wujud menggugurkan kewajiban konsultasi dengan pembentuk undang-undang seraya berpegang teguh dengan prinsip independen.
"Yang tidak patuh pada putusan MK merupakan pelanggaran dan melawan konstitusi," pungkas Hadar.
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya masih menunggu perkembangan yang sedang bergulir di DPR. Menurut Afifuddin, surat dari KPU untuk meminta konsultasi kepada pembentuk undang-undang pascaputusan MK rencananya dikirim hari ini.
Pada Selasa (20/8/2024) malam, Afifuddin mengatakan salah satu tindak lanjut yang bakal dilakukan pihaknya terkait putusan MK adalah mengubah PKPU Nomor 8/2024. Namun, ia menekankan bahwa revisi PKPU itu dilaksanakan sesuai mekanisme pemebentukan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan tahapan dan jadwal Pilkada 2024. (Tri/P-3)
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal
Perumusan norma yang membatasi jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dengan jabatan negara (pejabat negara) menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal seperti kotak pandora.
UNDANG-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai transparansi pembiayaan
SEKRETARIS Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved