Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
ANGGOTA Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Firman Soebagyo membenarkan bahwa Revisi Undang-undang Pilkada akan dibahas Rabu (21/8) pukul 10.00 WIB.
Menurut Firman, dimulainya pembahasan revisi UU pilkada karena merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Jadi setelah ada putusan MK, pimpinan DPR menggelar rapat Bamus (badan musyawarah) untuk mengagendakan pembahasan revisi UU Pilkada," ujar Firman kepada Media Indonesia di Jakarta, Selasa (20/8).
Sebenarnya, revisi UU Pilkada sudah lama dan menjadi usulan DPR. Namun, tertunda dan tidak pernah dibahas, karena pemerintah juga tidak kunjung menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM).
Baca juga : Baleg DPR Sebut Banyak UU yang Bakal Direvisi Imbas Putusan MK
"Tadi di Bamus DPR, disampaikan bahwa pemerintah telah menyerahkan DIM ada 35 item. Kita lihat besok (hari ini), apakah ini bakal membahas soal ambang batas pencalonan atau tidak," tutur Firman.
Terkait dengan kemungkinan revisi ini dimaksudkan untuk menganulir putusan MK, Firman berharap itu tidak terjadi. Pasalnya, putusan MK sifatnya final dan binding, semestinya revisi UU yang menyesuaikan dengan putusan MK.
"Putusan MK tidak bisa diabaikan. Ya kita lihat besok, apakah dari 35 DIM yang diserahkan pemerintah bakal terkait ambang batas pencalonan atau enggak. Harapan saya, semua pihak harus berpedoman pada putusan MK," tutur Firman. (J-2)
KETUA Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang meyakini kelembagaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) sebaiknya tetap dipisah.
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
Jika tidak terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30%, maka dilakukan pemilihan putaran kedua.
Ketentuan tersebut diubah tanpa adanya parameter yang jelas sehingga merupakan bentuk ketidakpastian hukum yang adil dan juga bentuk kemunduran demokrasi.
REVISI Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dinilai sebagai satu-satunya jalan untuk mengakhiri polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal.
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
"Revisi UU ini diharapkan dapat memperkuat peningkatan kewenangan Bawaslu dalam penindakan pelanggaran, sehingga tidak hanya bersifat rekomendatif,"
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved