Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Alternatif Blanket License yang Usang, Ini Model Manajemen Royalti yang Bisa Dicoba

Fathurrozak
22/8/2025 12:05
Alternatif Blanket License yang Usang, Ini Model Manajemen Royalti yang Bisa Dicoba
Komisi XIII DPR RI menggelar rapat bersama kementerian hukum, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), hingga perwakilan musisi.(Dok. MI)

KOMISI XIII DPR RI menggelar rapat bersama kementerian hukum, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), hingga perwakilan musisi membahas pengelolaan dan manajemen royalti dan hak cipta. Beberapa musisi yang turut hadir dalam rapat di antaranya adalah Nazril Irham atau Ariel Noah mewakili Visi, Satriyo Yudi Wahono atau Piyu Padi mewakili AKSI, Vina Panduwinata, Cholil Efek Rumah Kaca mewakili Fesmi, Sammy Simorangkir, hingga Indra Lesmana.

Dalam rapat tersebut disepakati Revisi Undang Undang Hak Cipta akan dirampungkan dalam kurun dua bulan. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco yang juga hadir dalam rapat tersebut menjelaskan, pendelegasian penarikan seluruh royalti lagu saat ini difokuskan dilakukan oleh LMKN.

“Saya menawarkan juga dalam tempo dua bulan itu LMKN agar menarik semua delegasi penarikan (royalti) agar terkonsentrasi di LMKN supaya yang lain-lain berkonsentrasi untuk membahas undang-undang dan tadi,” ujar Dasco.

Sementara itu, musisi Indra Lesmana yang juga hadir dalam forum tersebut mengungkapkan salah satu permasalahan royalti saat ini juga masih diberlakukannya sistem blanket, yang menurutnya menutup kemumgkinan keterbukaan data.

“Blanket license diciptakan pada tahun 1917. Sudah 100 tahun lebih. Saat itu mungkin tidak bisa dapatkan data yang akurat, tidak ada internet, HP, kemudian juga jumlah lagu tidak sebanyak seperti sekarang. Sekarang ini di 2025 ada 120 ribu lagu yang dirilis tiap hari di dunia. Bagaimana blanket license bisa secara akurat mendapatkan semua data tersebut,” kata Indra.

Indra menjelaskan, pada 2021, sudah ada pihak yang membangun sistem untuk memperbaiki pendataan penggunaan lagu. Namun, untuk melakukan itu butuh pusat data  manajemen yang baik.

“Sudah 4 tahun lebih PDLM dan SILM yang ada di PP Nomor 56 Tahun 2021 tika ada realisasinya. blanket license masih terus dijalankan,” katanya.

Dari permasalahan yang ada, ada beberapa opsi menurut Indra yang bisa menggantikan blanket license. Beberapa di antaranya ia misalnya merujuk inisiatif yang dilakukan AKSI (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) lewat penarikan langsung untuk pertunjukan musik.

“Karena itu bisa sangat akurat, playlist sudah bisa diketahui lagu apa saja yang dimainkan oleh pelaku pertunjukan. Direct license mudahkan pelaku pertunjukan mendapatkan hak ekonomi tanpa menunggu terlalu lama,” ucap Indra.

Selanjutnya, menurut Indra, juga ada model lisensi mikro dengan cara membayar per penggunaan lagu atau secara berlangganan. Hal ini bisa diterapkan untuk kafe, kelab, maupun restoran. Indra pun menyebut teknologi tersebut sudah ada, namun belum digunakan secara luas.  

“Sudah ada lagu-lagu itu bisa dikumpulkan dalam satu aplikasi untuk penggunaan hotel, kafe apapun bisa subscribe, lagu yang diputar akan dikompensasi secara adil, karena akan mendapatkan log dengan mudah,” kata Indra.

Selanjutnya, alternatif berikutnya dengan model hibrida, yakni pelaku pertunjukan menggunakan layanan dasar yang berbasis langganan namun juga tetap membayar royalti secara aktual dari lagu yang diputar atau dibawakan.
Menurut Indra, masalah transparansi, akurasi, dan akuntabilitas dari pencatatan yang dilakukan oleh LMK-LMK dan LMKN selama ini hanya berdasarkan sampling, yang sudah tidak relevan.

Salah satu aplikasi yang disebut Indra yang bisa menjawab solusi terkait pencatatan penggunaan lagu di area komersial seperti hotel hingga kafe adalah Velodiva, yang kini juga telah beroperasi dan layanannya digunakan oleh beberapa tempat dan merek fnb di lokasi mereka.

Teknologi Velodiva mampu menampilkan laporan secara akurat dan real-time. Namun dari semua kecanggihan teknologi yang dihadirkan tersebut banyak yang menilai belum dimaksimalkan oleh LMKN dikarenakan sistem distribusi di LMKN di internal LMKN yang masih terputus dan konvensional.

Menanggapi adanya platform musik untuk komersial seperti Velodiva, Dasco mengatakan kewenangannya ada di Kementerian Hukum.

“Kami sudah berbicara dengan Kementerian Hukum, supaya membawa aplikasi yang mudah dan tidak mahal, karena royalti itu nantinya akan diberikan kepada pencipta lagu atau penyanyinya, intinya begitu,” kata Dasco.
(H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya