Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Akan Patuhi Ketentuan Royalti Musik, PHRI Kota Malang Minta Sosialisasi Menyeluruh

Bagus Suryo
15/8/2025 18:54
Akan Patuhi Ketentuan Royalti Musik, PHRI Kota Malang Minta Sosialisasi Menyeluruh
Maya Otos (kotak-kotak biru) dan Sacha (baju biru) menjadi penyanyi band disalah satu kafe kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2013).(MI/Ramdani)

PERHIMPUNAN Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, Jawa Timur, menyatakan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) perlu menyosialisasikan soal royalti musik dan lagu dengan melibatkan semua pihak. Pasalnya, pelaku usaha yang berkaitan dengan penunjang pariwisata bakal terdampak kebijakan royalti terutama seniman dan musisi lokal.

"Sekarang kami coba komunikasi dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) guna sosialisasi," tegas Ketua PHRI Kota Malang, Agoes Basoeki, Jumat (15/8).

LMKN merupakan lembaga yang menangani pengumpulan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia. Lembaga itu dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM, berada di bawah pengawasan langsung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Setelah muncul polemik soal hak cipta lagu dan musik, sebanyak 92 anggota PHRI Kota Malang mulai membicarakan hal itu. Mereka saling curhat bila hotel dan restoran tidak ada musik dan lagu bakal menjadi kurang menarik. Dampaknya akan sepi pengunjung.

Risiko lainnya, tanpa musik dan lagu bisa mengancam mata pencaharian musisi, penyanyi, dan seniman lokal. Sebab, mereka biasa mencari nafkah dengan cara menerima order dari hotel, restoran, dan kafe. Bila biaya royalti memberatkan, maka dampaknya berganda menimpa para pelaku usaha dan pelaku seni yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian.

"Yang agak kaget itu resto karena dihitung sesuai jumlah kursi dan luas. Sebetulnya bisa jumlah kursi, namun fleksibel dengan jumlah hunian atau pengunjung. Bila ada 100 kursi, tapi ternyata hunian 20 orang lalu gimana? Intinya saling keterbukaan," ucapnya.

Agoes mengungkapkan ketentuan biaya lisensi yang tertera pada formulir aplikasi LMKN menyebutkan tarif lisensi untuk restoran dan kafe Rp120 ribu per kursi per tahun. Adapun hotel bintang yang memiliki 50 kamar dikenai biaya lisensi Rp2 juta per tahun. Sedangkan hotel yang memiliki 51 kamar sampai lebih dari 201 kamar kena biaya Rp4 juta hingga Rp12 juta per tahun.

Biaya royalti hotel nonbintang sampai 60 kamar kena Rp1 juta. Sementara itu resor, hotel, eksklusif, dan butik dipatok Rp16 juta per tahun. Semua biaya itu ditambah PPN 11%.

Para pelaku usaha anggota PHRI Kota Malang merasa tidak keberatan membayar sesuai ketentuan LMKN meski ada yang masih perlu penjelasan.

"Banyak yang tidak keberatan," ujarnya.

Di sisi lain, kebanyakan pelaku usaha belum memahami LMKN dan siapa saja lembaga manajemen kolektif secara nasional. Prinsipnya, PHRI mendorong adanya sosialisasi yang lebih intens guna sosialisasi, menyamakan persepsi dan saling keterbukaan.

"Tujuannya agar tidak ada simpang siur soal royalti. Terpenting mengedepankan dialog sebelum razia," tuturnya. (BN/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya