Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Pakar Hukum UGM: Musik Bebas Royalti Jika Hak Cipta Habis

Ardi Teristi Hardi
19/8/2025 16:29
Pakar Hukum UGM: Musik Bebas Royalti Jika Hak Cipta Habis
Grup pengamen jalanan mengikuti audisi menyanyi di Taman Ekspresi, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/4/2025).(Antara)

PEMBERITAAN mengenai kewajiban pembayaran royalti musik di ruang publik, seperti kafe, restoran, hingga pusat perbelanjaan, menuai polemik di masyarakat. Di sisi lain, rencana revisi Undang-Undang Hak Cipta muncul menyikapi hal tersebut. 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sekaligus pakar hukum pidana, Trisno Raharjo, menilai bahwa isu ini bukanlah hal baru, melainkan telah berlangsung sejak lama.

Trisno menegaskan bahwa pemutaran musik di ruang publik berbeda secara mendasar dengan konsumsi pribadi. Menurutnya, prinsip dasar penggunaan karya cipta jelas, yaitu setiap karya yang dimanfaatkan untuk kepentingan komersial wajib disertai pembayaran royalti.

“Kalau musik diputar di rumah, itu merupakan hak pribadi. Namun jika diputar di kafe atau mal, ada nilai komersial di sana. Musik digunakan untuk menarik konsumen agar betah, maka wajar jika pencipta berhak atas royalti,” ujar Trisno dalam siaran pers, Selasa (19/8).

Lebih lanjut, Trisno menekankan pentingnya keseimbangan antara perlindungan pencipta dan akses publik terhadap karya seni. Banyak sengketa hak cipta terjadi akibat kontrak awal yang tidak jelas antara pencipta, penyanyi, dan pihak industri musik. Revisi UU Hak Cipta diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.

“Jika kontrak sudah jelas, sengketa bisa diminimalisir. Sayangnya, banyak kontrak hanya mengatur secara umum, sehingga ketika lagu populer, muncul gugatan. Revisi UU Hak Cipta harus mampu memberi kejelasan hukum agar tidak menimbulkan kontroversi baru,” imbuhnya.

Menurut Trisno, ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta bertujuan memberikan efek jera sekaligus melindungi hak pencipta agar tidak dirugikan secara ekonomi. Namun, penegakan hukum tidak boleh berlebihan hingga menimbulkan kriminalisasi terhadap konsumen atau pelaku usaha kecil. Hukum pidana seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam penyelesaian pelanggaran hak cipta.

Ia juga menegaskan bahwa konsumen maupun pelaku usaha tetap memiliki alternatif. Ada karya yang sudah masuk ranah publik karena perlindungan hak ciptanya telah habis masa berlaku, seperti lagu klasik atau lagu populer lama.

“Jika sebuah lagu sudah menjadi public domain, dapat digunakan tanpa harus membayar royalti,” tuturnya. (AT/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya