Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
15 pegiat yang berfokus pada isu kepemiluan dan keterwakilan perempuan menyurati Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hari ini, Kamis (13/6). Dalam surat terbuka yang diterima awak media, mereka menyatakan dukungan kepada DKPP untuk berani memberikan sanksi maksimal kepada penyelenggara pemilu, baik di tingkat daerah maupun pusat, yang menjadi pelaku kekerasan seksual.
Surat tersebut dikirim ke DKPP di tengah proses penetapan jadwal sidang putusan terhadap dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) terkait asusila dengan teradu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari setelah menjalani dua rangkaian sidang tertutup. Hasyim diseret ke DKPP lewat aduan yang dibuat oleh perempuan berinisial CAT, seorang petugas Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
15 pegiat tersebut antara lain guru besar perbandingan politik Universitas Airlangga, sekaligus anggota KPU RI periode 2001-2007 Ramlan Surbakti, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati, Indonesia Corruption Watch (ICW), International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Misthohizzaman, Ika Agustina dan Listyowati dari Kalyanamitra.
Baca juga : Penyelenggara Pemilu Pelaku Kekerasan Seksual Mesti Disanksi Keras Seperti Dulu
Lalu Direktur Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) sekaligus anggota KPU RI periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay, pengajar pada FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) sekaligus anggota KPU RI periode 2017-2022 Evi Novida Ginting Manik, Maju Perempuan Indonesia (MPI) sekaligus anggota Bawaslu RI periode 2008-2012 Wahidah Suaib, dosen pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus anggota Bawaslu RI periode 2008-2012 Wirdyaningsih.
Berikutnya Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, Maju Perempuan Indonesia (MPI) sekaligus dosen hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini, dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, Valentina Sagala dari Institut Perempuan, dan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati.
Bagi mereka, kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan dan dibenarkan. Sebab, perbuatan itu, terutama ketika dilakukan oleh penyelenggara pemilu, telah mencederai nilai-nilai demokrasi, melanggar hak asasi manusia, serta tidak sejalan dengan prinsip yang terkandung dalam kode etik dan podoman perilaku penyelenggara pemilu.
Baca juga : DKPP Berikan Sinyal Putusan Dugaan Asusila Ketua KPU?
"Untuk itu, penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu yang harus mendapatkan hukuman maksimal berupa pemberhentian tetap dari keanggotaan penyelenggara pemilu," demikian isi surat terbuka mereka.
Penyelenggara pemilu, sambung surat tersebut, berinteraksi intensif dengan banyak perempuan pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, baik dari kelompok pemilih, peserta pemilu, pemantau media, organisasi kemasyarakatan, lembaga dan instansi pemerintahan, dan sebagainya. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu yang kedapatan melakukan kekerasan terhadap perempuan tidak layak mendapat tempat dalam keanggotaan ataupun menjadi bagian dari kelembagaan penyelenggara pemilu.
"Sebab, kehadiran para pelaku dengan kewenangan dan kuasa jabatan yang ada padanya akan sangat berbahaya dan membawa risiko besar bagi upaya penciptaan ekosistem pemilu yang aman, nyaman, dan ramah terhadap pemenuhan hak-hak perempuan," terang mereka.
Mereka meminta DKPP berani menjatuhkan sanksi maksimal terhadap penyelenggara pemilu di tingkat pusat maupun daerah dalam perkara dugaan KEPP terkait kekerasan seksual. Sanksi yang mengandung efek jera diyakini dapat menjadi pembelajaran moral dan etika terbaik bagi semua pihak, khususnya jajaran penyelenggara pemilu yang bersifat vertikal dan hierarkis.
Di sisi lain, DKPP juga diharapkan memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak korban dalam mencari keadilan. 15 pegiat pemilu dan isu perempuan itu percaya bahwa DKPP akan menjatuhkan putusan optimal dalam rangka mewujudkan perlakuan yang adil dan setara gender. Ketua DKPP Heddy Lugito saat dikonfirmasi mengaku belum menjadwalkan sidang putusan terhadap Hasyim. (Tri/Z-7)
Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat
PRO kontra di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal perlu disudahi. Caranya, dengan segera membahas revisi UU
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
MK memberikan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2,5 tahun untuk pemilu lokal mulai 2029 sejak pemilu tingkat nasional rampung yang ditandai dengan proses pelantikan.
Perbaikan pengelolaan partai lebih penting dilakukan ketimbang membahas kewenangan partai
Haykal memaparkan, persoalan-persoalan yagn terjadi selama PSU Pilkada 2024 itu antara lain masih adanya praktik politik uang.
Perempuan Indonesia punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan, mulai dari pendidikan, perlawanan bersenjata, hingga politik.
Program SisBerdaya dan DisBerdaya ini menjadi salah satu implementasi nyata dari komitmen tersebut, sekaligus strategi menjembatani kesenjangan digital di kalangan pelaku UMKM perempuan.
HAPPY Girlfriend Day (gf day) diperingati pada tiap 1 Agustus. Hari tersebut menjadi perayaan pasangan romantis. Namun, bukan saja untuk mereka yang memiliki pasangan,
KEBERPIHAKAN terhadap korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap melibatkan perempuan harus dikedepankan.
SETIAP tanggal 1 Agustus, media sosial dipenuhi ucapan penuh kasih bertuliskan Happy Girlfriend Day. Peringatan ini sejatinya ialah bentuk apresiasi bagi para perempuan hebat di hidup.
Filosofi ini bukan sekadar filantropi, melainkan keyakinan bahwa keberagaman adalah sumber inovasi dan efisiensi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved