Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

MK Minta DKPP untuk Bertindak Lebih Tegas

Tri Subarkah
05/4/2024 18:40
MK Minta DKPP untuk Bertindak Lebih Tegas
Suasana sidang PHPU di MK(MI / Susanto)

HAKIM konstitusi Arief Hidayat menyinggung soal sanksi peringatan keras terakhir berulang yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Saksi peringatan keras terakhir itu sudah tiga kali dijatuhkan DKPP ke Ketua KPU RI Hasyim Asyari.

Terkahir, DKPP menjatuhkan sanksi tersebut berkaitan dengan penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto dalam sidang nomor 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023 pada awal Februari lalu.

Sidang itu bukan yang pertama menjatuhkan peringatan keras terakhir kepada komisioner KPU RI. Oleh karenanya, Arief menyebut kalau ada pelanggaran kode etik lagi yang dilakukan komisioner KPU, sanksinya harus dibuang merujuk sanksi pemberhentian yang pernah dijatuhkan DKPP ke komisioner KPU periode sebelumnya.

Baca juga : Penyelenggara Pemilu Banyak Tersandung Kasus Asusila

Hal tersebut disampaikan Arief dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 yang menghadirkan DKPP. Sebelum Arief menyatakan hal itu, Ketua DKPP Heddy Lugito memaparkan putusan-putusan pihaknya terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

DKPP dihadirkan ke sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK lantaran salah satu dalil permohonan pasangan calon presiden-wakil presiden Pilpres 2024 terkait lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu akibat intervensi kekuasaan serta ketidakefektifan dan keberpihakan penyelenggara pemilu.

"Ada kolaborasi antara ketiga lembaga yang hadir di sini, KPU, Bawaslu, dan DKPP. Ini ketiganya bermain untuk kepentingan bersama, ya enggal tahu untuk apa, (tapi) itu ada dalil itu. Sehingga DKPP ke Mahkamah untuk memberikan penjelasan," kata Arief, Jumat (5/4).

Baca juga : Hakim MK Nilai DKPP Kurang Tegas

Arief lantas menyinggung persoalan berkaitan dengan pencalonan yang sangat keras muncul dalam sidang PHPU Pilpres 2024. Sebab, KPU langsung melaksanakan putusan MK yang membuka jalan bagi Gibran untuk dapat dicalonkan dalam kontestasi Pilpres 2024, tanpa mengubah peraturan KPU (PKPU).

Langkah komisioner KPU itu kemudian diadukan ke DKPP dan diputus dengan sanksi peringatan keras terakhir ke Hasyim dan enam anggota KPU RI lainnya.

"Kalau memberi sanksi seluruh anggota KPU dengan peringatan keras terakhir, besok kalau ada pelanggaran lagi ya harus dibuang. Jangan kerasnya, keras terus. Terakhirnya, terakhir terus. Sampai nggak selesai-selesai," kata Arief.

Baca juga : MK Harus Cermati Kasus Pelanggaran Etik Sebelum Putuskan Sengketa Pilpres

Dua putusan DKPP terkait sanksi peringatan keras terakhir pertama kali dijatuhkan ke Hasyim pada April 2023 karena kasus yang dilaporkan Ketum Partai Republik Satu Hasnaeni atau "Wanita Emas". Berikutnya pada Oktober 2023, Hasyim juga disanksi peringatan keras karena mengatur penghitungan keterwakilan perempuan bertentangan dengan UU Pemilu.

Sebelumnya, pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan tiga sanksi teguran keras terakhir kepada Hasyim dapat menggerus kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Selain itu, penyelenggaraan pemilu dicap bermasalah karena tidak profesional dan tidak patuh hukum.

"Secara kelembagaan mestinya KPU segera berbenah. Kalau perlu restrukturisasi atau penyegaran komposisi pimpinan KPU," kata Titi.

"Sanksi berulang tanpa ada implikasi pada status jabatan seseorang akan mudah dianggap sebagai hal yang sepele atau tidak bermakna," sambungnya. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya