Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
AKTIVIS perempuan dan anak Eva Kusuma Sundari menjelaskan undang-undang yang lahir dari eksekutif dan legislatif beberapa tahun terakhir kurang mencerminkan upaya perlindungan pada anak dan perempuan.
"Kita ini masyarakat patriarchal, jadi menilai memberi bobot kepada laki-laki itu tidak seberat ataupun tidak setara dengan perempuan. Contohnya, lihat RUU-RUU yang sangat cepat diciptakan oleh pemerintah UU Ciptaker, UU Kesehatan, kemudian undang-undang politik setiap 5 tahun diubah," kata Eva saat dihubungi, Minggu (31/12).
Tapi, lanjut Eva, kasus-kasus yang perdagangan, perbudakan yang melibatkan anak dan perempuan bisa terlunta-lunta. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) butuh waktu 8 tahun akhirnya goal dan ternyata di tingkat pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) pun, mandeg bahkan 6 PP yang ditargetkan belum dibuat sama sekali.
Baca juga : Anies-Imin Ajak Anak Istri ke Kampanye Akbar, Tegaskan Komitmen Perlindungan Perempuan
"Demikian juga ketika kita rame-rame presiden marah-marah soal trafficking lalu dibentuk tim khusus, sekarang hilang. Jadi, hangat-hangat tahi ayam dan lebih kepada kepentingan pencitraan dari pemerintah," ujar dia.
Lamanya perjuangan perlindungan anak dan perempuan dalam UU TPKS hingga burtuh 8 tahun untuk ketok palu. Kemudian RUU PPRT yang butuh 20 tahun bahkan sampai saat ini belum disahkan. Sehingga baik perempuan dan laki elit itu agendanya sudah agenda patriarchal, bukan agenda untuk kesetaraan ataupun untuk perlindungan perempuan dan anak itu nggak.
Ia menilai DPR, presiden, hingga menteri-menterinya nggak ada itu niat untuk dengan sungguh-sungguh memberikan pelayanan dan proteksi kepada perempuan dan anak.
Baca juga : Lestari Moerdijat: Penuntasan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Harus Jadi Perhatian Bersama
"Jadi, masyarakat patriarchal, pada Pancasila sila 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab justru tidak diindahkan karena lahirnya regulasi seperti UU Ciptaker, UU Kesehatan yang dinilai untuk kepentingan korporat bukan untuk mendukung pelayanan terutama untuk perspektif ibu dan anak," ungkapnya.
Misalkan pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) bagaimana tidak ada aturan mengenai perempuan domestic workers dilindungi. Justru isinya dinilai hanya karpet merah untuk perusahaan dan orang yang memiliki kepentingan pribadi.
"Lalu putusan Mahkamah Konstitusi untuk melenggangkan anak presiden menjadi calon wakil presiden hanya melayani kepentingan kekuasaan dan terutama ada pelanggangan kekuasaan itu. Trafficking yang sesaat dulu rame, tapi ternyata nggak ada kelanjutan. Ya memang itu pencitraan doang, bukan demi korban, tapi demi pencitraan penguasa," pungkasnya. (Iam/Z-7)
BELAKANGAN banyak universitas menyuarakan kritik kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait kondisi layanan kesehatan hingga UU Kesehatan.
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin duduk bersama dengan para Guru Besar FK Ui untuk duduk bersama.
Kebijakan ini dapat menghilangkan sejarah budaya lokal kretek di Indonesia.
Selain itu, ada tugas dan fungsi kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, serta sinergi dengan organisasi profesi yang sudah diatur dalam UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
HKTI menyatakan sikap tegas menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Pemberlakuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dan aturan turunannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 menuai apresiasi publik.
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved