Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KOMNAS Perempuan bersama LBH APIK Jakarta dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera akan membangun sebuah program Akademi Penghapusan Kekerasan Seksual (APKS).
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa APKS tersebut bertujuan untuk membangun sistem dasar penguatan kapasitas, sistem pemantauan, serta memperkuat koordinasi antar-sektor dalam mengimplementasikan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang terintegrasi dengan perspektif inklusi dan keadilan transformatif.
“APKS ini dibangun oleh Komnas Perempuan untuk menyelenggarakan peningkatan kapasitas untuk penghapusan kekerasan seksual khususnya sebagai panduan bagi aparat penegak hukum dan lembaga layanan korban,” jelasnya saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta pada Minggu (29/10).
Baca juga: Mensos: Ayah, Paman, Kakek Pelaku Rudapaksa Harus Dihukum Maksimal
Melihat banyaknya kasus korban pelecehan terhadap perempuan yang mangkrak, Komnas Perempuan merasa perlu untuk memberi sebuah standar minimal bagi peran aparat penegak hukum, pendamping, dan pengada layanan untuk memperjuangkan keadilan dan pemulihan bagi korban.
“Terlebih UU TPKS memandatkan agar ada pelatihan penanganan TPKS baik untuk aparat penegak hukum maupun pendamping sebagai syarat kompetensi di dalam penanganan terhadap korban,” ungkapnya.
Baca juga: Bocah Tewas tidak Wajar di Semarang Diduga Korban Kekerasan Seksual
Siti mengatakan bahwa output dari program APKS akan keluar dalam bentuk modul yang dapat digunakan dan bisa direplika oleh berbagai pihak guna memberi pemahaman terkait implementasi UU TPKS.
“Sebagai sebuah pelatihan, tentunya program ini didesain dengan sejumlah materi-materi sesuai kebutuhan dengan menggunakan perspektif korban dan gender yang disusun dalam satu modul. Isi materinya berisi mengenai konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Cedaw) dan UU TPKS,” tuturnya.
Menurut Siti, modul saat ini sedang dalam tahap uji coba pelatihan. Nantinya, modul akan segera ditinjau kembali sebelum dipublikasikan dalam waktu dekat.
“Modul telah diujicobakan dan digunakan dalam pelatihan. Dari proses itu, modul akan direview untuk disempurnakan sebelum dipublikasikan dan direkomendasikan kepada kementerian dan lembaga yang akan menyelenggarakan pelatihan APKS,” jelasnya.
Siti berharap modul pelatihan ini dapat digunakan untuk meningkatkan perspektif HAM, gender, dan interseksionalitas yang merupakan garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual serta memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban.
“Kami berharap modul pelatihan TPKS ini dapat digunakan sebagai standar pelatihan untuk mendorong agar rancangan peraturan presiden tentang pendidikan dan pelatihan UU TPKS segera disahkan. Ruang pelatihan dapat dilakukan oleh kementerian dan lembaga yang bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga HAM dan organisasi kemasyarakatan,” imbuhnya. (Dev/Z-7)
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
Komnas Perempuan mengecam dan menyayangkan mediasi damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap N.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti lambannya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meski telah disahkan sejak 2022
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved