Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam memberikan perlindungan menyeluruh terhadap korban kekerasan seksual.
"Meski UU TPKS telah disahkan, respons terhadap perubahan sistem dan budaya hukum itu masih berjalan lambat, sehingga upaya negara memberi perlindungan korban secara menyeluruh belum sepenuhnya terwujud," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tantangan Penegakan Hukum UU TPKS yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (11/6).
Menurut Lestari, sejumlah tantangan ditemukan dalam implementasi UU TPKS antara lain kurangnya pemahaman aparat penegak hukum tentang substansi UU TPKS, termasuk urgensi perlindungan korban.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, semua elemen terkait substansi pelaksanaan UU TPKS, baik pemerintah, swasta, masyarakat dan individu, harus saling mendukung untuk mewujudkan perlindungan bagi setiap warga negara.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menegaskan, untuk merealisasikan amanat UU TPKS diperlukan komitmen kuat dari negara.
Komitmen tersebut bisa terwujud, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, melalui peningkatan kapasitas semua elemen, terutama aparat penegak hukum, agar proses penanganan tindak kekerasan seksual mengutamakan perspektif korban, mengedepankan HAM dan martabat manusia.
Koordinator Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta, Tuani Sondang Rejeki Marpaung mengungkapkan, pasca-UU TPKS disahkan, pelaporan kasus kekerasan seksual masih cukup tinggi.
Pada 2022, misalnya LBH Apik Jakarta menerima laporan tindak kekerasan seksual sebanyak 570 kasus, pada 2023 tercatat 497 kasus, dan pada 2024 tercatat 303 kasus. Tuani mengungkapkan, pada 2024, dari 303 laporan kasus kekerasan seksual, sebanyak 30 kasus didampingi LBH Apik untuk ditindaklanjuti.
Namun, ungkap dia, hanya lima kasus yang bisa sampai maju ke pengadilan, karena menghadapi banyak tantangan di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Tantangan tersebut, ujar Tuani, antara lain masih banyak aparat penegak hukum tidak menggunakan UU TPKS dan memilih menggunakan UU ITE dan UU Pornografi, dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Selain itu, menurut Tuani, tantangan juga dihadapi dalam tahapan pelaporan dan pemeriksaan dengan ruangan yang tidak nyaman, serta tidak ada ruang khusus dalam proses pemeriksaan korban.
Kuasa Hukum korban Kekerasan Seksual Universitas Pancasila, Amanda Manthovani berpendapat, penanganan tindak kekerasan seksual di lingkungan institusi pendidikan belum berjalan dengan baik.
Adanya relasi kuasa dalam kasus yang ditanganinya, ujar Amanda, menambah sulit terwujudnya keadilan dalam proses penangan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Kehadiran Satgas TPKS di kampus, jelas Amanda, juga tidak bisa membantu terwujudnya keadilan, karena yang diadukan dalam kasus kekerasan seksual adalah pimpinan pada institusi tersebut.
Amanda berharap, kasus ini harus menjadi perhatian serius pemerintah, agar tidak terjadi lagi kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan.
Amanda mendesak pemerintah agar segera melengkapi aturan turunan dari UU TPKS agar penanganan tindak kekerasan seksual dapat berjalan dengan perspektif perlindungan korban dan penegakan hak azasi manusia. (H-3)
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
selama ini lebih dari 50% lembaga di Indonesia sudah memberikan layanan menggunakan UU TPKS.
Sanksi pemberatan harus dilakukan karena oknum-oknum tersebut seharusnya pihak yang harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
VIRAL di media sosial seorang ibu bercerita jika anaknya menjadi korban pelecehan seksual oleh pelaku anak berusia di bawah 12 tahun.
Instansi pendidikan berperan dalam menyediakan ruang aman bagi anak untuk dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan.
Dijelaskan Jane dalam persidangan, Hotel Nights melibatkan tiga kali hubungan seksual dengan seorang gigolo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved