Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menegakkan hukum.
"Implikasinya hak-hak korbannya kemudian tidak bisa diakomodir karena hak-hak korban kekerasan seksual yang paling komprehensif ada di dalam UU TPKS," kata Sri Wiyanti dalam Diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (11/6).
Sehingga korban tidak dapat restitusi, perlindungannya melemah, layanannya seadanya dan tidak menggunakan sisi pelayanan terpadu yang ada di dalam UU TPKS.
Oleh karena itu pemahaman terhadap UU TPKS terkait dengan delik juga harus dipahami semua orang termasuk dari aparat penegak hukum maupun masyarakat.
Sri Wiyanti menyebut sampai saat ini masih banyak yang melihat bahwa UU TPKS sebagai delik aduan sehingga terkadang jalan keluar yang dipilih melalui mediasi. Padahal kasus kekerasan seksual tidak boleh melalui jalur mediasi.
"Masih ada sampai sekarang kasus-kasus yang dimediasi yang bahkan dilakukan oleh aparat penegak hukum. Untuk kasus-kasus yang seharusnya tidak boleh dimediasi karena dia merupakan delik biasa," ungkapnya.
"Problem-problem ini yang berpengaruh terhadap mekanisme-mekanisme di kepolisian yang kemudian tidak menggunakan UU TPKS bahkan tidak tahu bahwa UU TPKS tidak membolehkan adanya penyelesaian di luar pengadilan," pungkasnya. (H-3)
EKOSISTEM perlindungan menyeluruh terhadap perempuan dan anak harus diwujudkan. Diperlukan peran aktif semua pihak untuk bisa merealisasikan hal tersebut.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti lambannya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meski telah disahkan sejak 2022
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved