Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

UU TPKS Sudah 3 Tahun Disahkan, tapi Lestari Moerdijat Menilai Proses Hukum Masih Tidak Ramah Korban

 Gana Buana
23/7/2025 20:24
UU TPKS Sudah 3 Tahun Disahkan, tapi Lestari Moerdijat Menilai Proses Hukum Masih Tidak Ramah Korban
Penanganan korban kekerasan seksual belum ramah korban(MI/Usman Iskandar)

WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti lambannya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meski telah disahkan sejak 2022. Ia menegaskan pentingnya pendekatan berbasis kemanusiaan dalam penegakan hukum untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada korban.

“Sejak disahkannya UU TPKS, kasus kekerasan seksual seharusnya menurun. Namun, realitanya masih banyak hambatan, terutama dalam proses hukum,” kata Lestari dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema “UU TPKS: Proses Hukum Tersendat, Korban Meratap” yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/7).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari ini menghadirkan narasumber dari berbagai institusi, di antaranya Irjen Pol. (Purn) Desy Andriani dari KemenPPPA, Kombes Pol. Rita Wulandari Wibowo dari Polri, dan kuasa hukum korban, Amanda Manthovani.

Lestari menilai lemahnya kesadaran dan pemahaman aparat penegak hukum menjadi tantangan utama dalam pelaksanaan UU No. 12/2022. Ia menekankan pentingnya perspektif korban dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam penanganan setiap kasus.

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Desy Andriani, mengungkapkan bahwa hingga kini baru 355 dari 500 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Ia juga menyebut masih rendahnya pemahaman aparat menjadi hambatan serius.

“Pendekatan integratif dari semua pemangku kepentingan dibutuhkan untuk perlindungan menyeluruh,” ujarnya.

Dari pihak kepolisian, Kombes Pol. Rita Wulandari menyebut perlunya mekanisme terpadu dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Ia juga mengusulkan agar UPTD PPA dapat menerima laporan langsung dari korban untuk mempercepat proses.

Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, menyoroti praktik hukum yang belum sejalan dengan semangat UU TPKS. Ia mengatakan korban kerap merasa tertekan karena harus berhadapan dengan penyidik laki-laki tanpa pendamping hukum.

“Banyak aparat masih menggunakan hukum acara umum, yang tidak memberikan ruang pemulihan bagi korban,” jelas Amanda.

Wartawan senior Usman Kansong turut menilai bahwa absennya perspektif korban dan dominasi relasi kuasa serta budaya patriarki turut melemahkan efektivitas UU TPKS. Ia mendorong peningkatan jumlah polisi wanita dalam proses penanganan hukum.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya