Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
Menurutnya, hal itu terjadi karena masih minimnya penggunaan perspektif korban dalam penanganan kasus kekerasan seksual.
"Saya kira penyebab tersendatnya pendekatan hukum Undang-Undang TPKS adalah tiadanya kerelaan kita untuk menggunakan perspektif korban," kata Usman dalam Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/7).
"Padahal Undang-Undang TPKS ini semangat dalam konteks perspektif korban ini tinggi sekali. Tapi kita kelihatannya belum rela menggunakannya begitu," sambungnya.
Menurut Usman, ketika perspektif korban tidak dihadirkan dalam proses hukum, yang justru dominan adalah relasi kuasa dan budaya patriarki yang menambah penderitaan korban.
Ia mengatakan, untuk membangun perspektif korban, terdapat lima prinsip penting yang harus dilakukan. Di antaranya, Empati, yakni memosisikan diri seolah-olah sebagai korban kekerasan seksual, kemudian percaya kepada korban, mendengar dan memberi ruang yang aman ketika korban menceritakan kasusnya.
"Selanjutnya tidak menyalahkan dan menghakimi korban, serta membantu korban apabila memerlukan perlindungan dari lembaga layanan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Usman juga menekankan pentingnya keterlibatan Polisi Wanita (Polwan) dalam penanganan kasus TPKS. Menurutnya, dengan adanya keterlibatan Polwan akan membuat para korban lebih merasa tenang dan terbuka.
"Saya setuju, saya kira awal untuk memiliki perspektif korban di kalangan, terutama aparat penegak hukum, ya memperbanyak Polwan. Dan ini memang betul-betul harus Polwan yang mengurus dan menangani perempuan korban kekerasan seksual," tuturnya. (H-3)
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved