Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DALAM penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Tahun 2023, topik yang dipilih adalah Advokat sebagai bagian kekuasaan kehakiman.
Kenapa topik ini dipilih sebagai diskursus penting dalam Rakernas? Dalam sambutannya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN Paradi), Dr. Luhut MP Pangaribuan, SH.,LL.M.,
mengatakan,“Advokat dewasa ini, apakah dibenci tapi dirindu?"
“Beberapa pertanyaan reflektif yang perlu didiskusikan adalah pertama, kriminalisasi advokat. Sebab dan akibatnya dari faktor eksternal (aparat penegak hukum) dan internal (advokat). Kriminalisasi di sini maksudnya adalah perlakuan eksternal yang dialami advokat dewasa ini ketika menjalankan jabatannya sebagai advokat," kata Luhut.
Baca juga: Anggota Peradi Wajib Pahami Regulasi Perlindungan Data Pribadi
"Mengapa terjadi, dalam banyak hal, secara singkat adalah akibat dari sebab dari multifaktor baik eksternal maupun internal,” jelas Luhut dalam keterangan, Kamis (24/8).
UU Advokat dan Aparat Penegak Hukum
Luhut melontarkan pertanyaan apakah aparat penegak hukum tidak pernah baca Undang-Undang (UU) Advokat. "UU Advokat sungguh tidak dibaca oleh aparat penegak hukum dan karenanya tidak dihormati serta dilaksanakan," katanya.
“Buahnya? Kriminalisasi dan bentuk-bentuk degradasi lainnya. Padahal jelas UU Advokat menyatakan advokat adalah penegak hukum. Dalam doktrin rule of law, kemandirian kekuasaan kehakiman memang menghendaki adanya profesi advokat," jelas Luhut
Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Nilai Penetapan Tersangka Dirinya Tidak Tepat
"Fungsi profesi advokat itu untuk menjaga bagaimana kekuasaan kehakiman yang bebas itu senantiasa terjaga sebagaiman diatur dalam konstitusi. Dengan kata lain advokat diterima sebagai the guardian of the constitution,” ujar Luhut.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPN Peradi H. Syahrizal Effendi Damanik, S.H.,M.H menyoroti perubahan mendasar: pendekatan Omnibus Law? “Poin dari pertanyaan ini adalah jika fungsi penyidikan, penuntutan, pembelaan dan pengadilan, tujuannya sama maka mengapa status, kewenangan, fungsi, hak dan kewajiban tidak dituangkan saja dalam satu UU?" katanya.
Baca juga: Anggota Peradi Wajib Pahami Regulasi Perlindungan Data Pribadi
"Ini sangat logis, benar dan dalam semangat konstitusional, “persatuan” dan “hikmat kebijaksanaan” sehingga dalam menegakkan hukum Keadilan berdasarkan Pancasila akan dapat diwujudkan. Itulah visi kita, perjuangan kita sebagai Organisasi advokat,” tukas Syahrizal. (RO/S-4)
RUU KUHAP lebih progresif dan menjawab permasalahan acara pidana pada KUHAP lama atau yang berlaku saat ini.
Pakar Sebut RUU KUHAP Harus Hargai Nilai HAM
KOMISI III DPR RI dan pemerintah sepakat untuk menambahkan ayat terkait impunitas bagi advokat dalam Pasal 140 RUU KUHAP
Sistem organisasi advokat di Indonesia sudah multibar sehingga perlu mekanisme etik dan sanksi yang terkoordinasi.
Magang suatu tahapan penting dan tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Jika regulasi ini terus ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
"MK sekadar menegaskan bahwa meski DPR dan pemerintah memiliki kewenangan membentuk undang-undang, tapi prosedurnya tidak bisa mengabaikan keterlibatan rakyat,"
KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pihaknya siap membahas kembali terkait batas wilayah di seluruh Indonesia bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Zakat adalah kewajiban privat yang pengelolaannya membutuhkan regulasi publik.
Pemohon juga menyoroti tren legislasi yang semakin mengabaikan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Tersangka maupun terdakwa kasus korupsi tetap akan diproses hukum meski mengembalikan hasil korupsinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved