Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
KETUA Umum Forum Cendekiawan Melanesia Indonesia (Forkamsi) Albert Hama mengapresiasi langkah penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama ini. Utamanya keberanian Polri melakukan pembenahan internal dan tidak segan-segan menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran hukum, bahkan yang melibatkan perwira tinggi sekali pun.
Hal itu disampaikan Albert usai bersilaturahim dengan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/6).
"Pertemuan kami hari ini sangat berkualitas dan bermanfaat karena Pak Kabareskrim banyak memberi masukan yang sangat positif terkait upaya-upaya menciptakan ketertiban di masyarakat, menjaga persatuan, mendorong semangat toleransi karena Indonesia yang beragam, dan bagaimana upaya penegakan hukum yang dilakukan secara humanis," ungkap Albert dalam keterangannya kepada wartawan.
Pengurus DPP Alumni GMNI itu mengakui penegakan hukum yang dilakukan Polri selama ini sudah berjalan on the track yang membuat Polri makin dicintai masyarakat.
"Kalau tingkat kepuasan masyarakat pada Polri tinggi itu tentu tidak terlepas dari kinerja penegakan hukum juga yang berkeadilan dan humanis. Lebih dari itu keberanian Polri untuk menindak anggotanya, bahkan sekelas Jenderal sekali pun itu pantas mendapat apresiasi. Meski kami titipkan juga pada beliau agar hukum yang dianggap masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas itu ke depan pantas jadi perhatian," sambungnya.
Baca juga: BNN Usulkan Tambahan Anggaran 2024 Rp 1,95 Triliun
Bagi Albert, peran Bareskrim Polri sangat strategis untuk memastikan penegakan hukum di Tanah Air. Beruntung, lanjut dia, Bareskrim dipimpin oleh sosok Komjen Agus yang meski tidak banyak muncul ke publik tetapi hasil kerjanya nyata dirasakan masyarakat.
"Beliau tampaknya hanya sibuk bekerja dan tidak suka pamer juga dengan berbagi publikasi. Ini juga kita apresiasi," kata Albert.
Albert memastikan, pihaknya akan terus mengawal kinerja kepolisian sehingga tetap menjadi kebanggaan dan makin dicintai masyarakat Indonesia.
"Saya ingat betul yang disampaikan Pak Agus bahwa insitusi Polri lebih dari segala-galanya, yang harus terus dijaga, bukan soal orang per orang. Dan ini artinya komitmen menjaga marwah dan martabat Polri tidak kita ragukan lagi," tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Albert juga mengundang Kabareskrim untuk menghadiri Deklarasi Forkamri yang akan digelar di Jakarta pada Juli mendatang.
"Forkamri adalah rumah kebangsaan anak-anak Melanesia asal Papua, NTT, Maluku, dan Maluku Utara yang ingin memberi kontribusi positif bagi negara ini. Dan kami ingin juga agar Pak Kabareskrim hadir untuk memberi pengarahan pada kami," pungkas Albert. (RO/I-2)
Pemprov DKI tidak akan memberi perlindungan terhadap siapa pun yang terbukti bersalah, termasuk jika pelaku berasal dari internal perusahaan milik daerah.
Transparansi dan keterbukaan menjadi prinsip yang tak bisa ditawar-tawar di era saat ini.
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
Autopsi dari Rumah Sakit Bhayangkara menemukan tanda-tanda kekerasan yang signifikan, di antaranya patah tulang belakang,
Korban ditemukan tak bernyawa di dasar kolam renang.
Mekanisme tersebut sangat rentan terhadap abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dan nihil kontrol maupun akuntabilitas.
Pemerintah daerah agar memastikan pembentukan Satgas Ormas di seluruh kabupaten/kota dan rutin mengevaluasi kinerjanya.
Tim Unit Ranmor dan Tim Opsnal Unit Reskrim Polsek Bantar Gebang menangkap kedua pelaku pada 19 Juli 2025
Rakornas ini sebagai bagian dari rangkaian menuju Musyawarah Besar (Mubes) Ormas MKGR 2025 yang akan diselenggarakan di Jakarta, pada 29–31 Agustus mendatang.
Kemendagri membenarkan adanya aturan yang melarang organisasi masyarakat (ormas) untuk mengenakan seragam yang menyerupai TNI atau Polri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang ada saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved