Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PEGIAT Koalisi Masyarakat Sipil Titi Anggraini memperkirakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) akan banyak digugat oleh publik ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut berkaitan dengan kecacatan formil pengesahan Perppu Ciptakerja yang dilakukan oleh DPR.
Titi menjelaskan, pengesahan perppu menjadi UU Ciptaker tidak memenuhi ketentuan konstitusi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Proses pengesahan Perppu Ciptaker dilakukan melewati 1 kali masa sidang sehingga diartikan perppu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa untuk disahkan.
Baca juga : Kecewa UU Cipta Kerja, Buruh Wacanakan Reformasi Jilid II
Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/568176/kecewa-uu-cipta-kerja-buruh-wacanakan-reformasi-jilid-ii
"Kemungkinan besar perppu ini akan mendapatkan gugatan melalui pengujian formil di MK dari para pihak yang sejak awal sudah menganggapnya cacat hukum dan inkonstitusional," ucap Titi dalam keteranganya, di Jakarta, Jumat (24/3).
Baca juga : Ketua YLBHI: Perppu Ciptaker Sarat Pembangkangan
Dijelaskan Titi, berdasarkan Pasal 22 Ayat 2 UUD 1945, diatur bahwa perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Sedangkan Penjelas Pasal 52 ayat (1) UU 12 Tahun 2011 jelas menyebut bahwa yang dimaksud dengan frasa ‘persidangan yang berikut’ adalah masa sidang pertama DPR setelah perppu ditetapkan.
"Sehingga karena prosedurnya sudah sangat jelas dan terang benderang maka sulit untuk mencari argumentasi pembenar bahwa perppu tidak gugur meski tidak disetujui pada masa sidang pertama setelah perppu ditetapkan," jelas Titi.
Ditanya terkait seberapa besar kemungkinan gugurnya UU tersebut bila diuji formil ke MK, Titi menyatakan peluang tersebut sangat besar. Tetapi semua tergantung dengan keputusan hakim konstitusi.
"Secara kronologis dan tekstual, bila merujuk berbagai ketentuan konstitusi dan regulasi yang ada sulit kiranya untuk mendapati pembenaran atas proses persetujuan perppu yang melampaui masa sidang yang berikutnya. Namun, kita tidak bisa betul-betul memastikan pertimbangan hukum dari masing-masing Hakim MK,” ujarnya.
Titi menjelaskan hakim MK memiliki tugas penting untuk menegakkan kembali konstitusi dalam kasus pengesahan Perppu Ciptakerja apabila ada yang menggugat UU tersebut ke MK. Kemandirian dan kemerdekaan hakim MK diuji di tengah kepemimpinan baru Anwar Usman dan Saldi Isra.
“Publik berharap MK tetap jernih dan menjaga kredibilitasnya di dalam menguji UU tentang penetapan Perpu Cipta Kerja sebagai UU," jelasnya. (Z-8)
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
WAKIL Ketua DPR RI Adies Kadir menegaskan tidak ada rencana melakukan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK).
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dengan lokal telah melampaui kewenangannya
Sejarah ketatanegaraan kita menunjukkan terjadinya inkonsistensi terhadap pelaksanaan pemilihan.
Menurutnya, penting bagi DPR dan Pemerintah untuk bisa menjelaskan seberapa partisipatif proses pembentukan UU TNI.
Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menegaskan, putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved