Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

MK Jangan Terbelenggu Pasal 158 Terkait Kecurangan di Pilkada

Mediaindonesia.com
09/2/2021 15:13
MK Jangan Terbelenggu Pasal 158 Terkait Kecurangan di Pilkada
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.(ANTARA/Hafidz Mubarak)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) sebagai saluran terakhir bagi pasangan calon yang mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang merasa dicurangi, harus memberikan hak mereka dengan cara memeriksa, meneliti, dan menyidangkannya, sehingga terbukti ada atau tidaknya kecurangan sehingga keadilan benar-benar diterapkan. 

Sebaliknya, MK jangan mengandalkan pasal kuantitatif saja seperti yang diatur dalam Pasal 158 UU No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang sangat membatasi hak mereka untuk memperoleh keadilan.

“Siapapun yang dicurangi, harus diberi hak. Pengajuan gugatannya harus diperiksa dan diuji dan dilakukan pembuktian .Bukan dibatasi dan dihentikan, hanya karena sebatas angka-angka seperti disyaratkan dalam Pasal 158 itu. MK jangan jadi ‘Mahkamah Kalkulator’,” ujar Ahmad Yani, mantan anggota Komisi III DPR RI periode 2009-2014, Selasa (9/2).

Ahmad Yani yang kini menjadi advokat mengatakan, kecurangan, apalagi kejahatan dalam setiap kontestasi pemilihan seperti Pilkada lalu atau pemilu legislatif atau pemilu presiden,tidak boleh diabaikan.

Menurut Yani, satu kecurangan atau kejahatan maupun seribu kecurangan atau kejahatan dalam proses pemilihan, itu sifatnya sangat subtansial dan bisa membuat kontestasi menjadi tidak jujur, dan tidak adil sebagaimana asas pemilihan.

“Kalau kita menginginkan pelaksanaan pemilihan (Pilkada,Pileg, dan Pilpres) jujur dan adil, tutup semua pintu kecurangan/kejahatan. Kemudian, beri sanksi tegas mereka yang melakukan kecurangan atau kejahatan,sehingga akan membuat jera,” tegas Yani.

Peran Mahkamah Konstitusi 

Yani mengatakan, untuk mewujudkan pelaksanaan pemilihan yang jujur dan adil, proses dari awal yakni dari proses penyusunan UU, pembahasan antara Pemerintah dan DPR yang serius, pelaksanaan UU itu sendiri, lalu pengawasannya. Ketika kontestasi berlangsung dan hasilnya dinilai  ada kecurangan, di sini MK berperan. 

“Jadi, MK harus menjadi pintu terakhir mencari keadilan. Maka, jangan abaikan mereka yang dicurangi, MK jangan terpaku pada ‘pasal kuantitatif’ seperti Pasal 158 UU Pilkada itu,” tuturnya.

Seperti diumumkan MK, dalam Pilkada Serentak lalu, ada sebanyak 136 pasangan calon yang mengajukan gugatan perselisihan hasil, tapi hanya 25 yang memenuhi syarat untuk diproses di MK.

Menurut Ahmad Yani, semua yang mengajukan itu mestinya diproses, diperiksa, dan kemudian dibuktikan dalam persidangan.”Itu hak politik mereka mencari keadilan di MK,” katanya.  

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Margarito Kamis juga menyampaikan pandangannya agar MK mengabaikan Pasal 158 dalam menangani gugatan perselihan hasil Pilkada. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik