Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pinangki Langganan Dinas tanpa Izin

Sri Utami
01/12/2020 02:20
Pinangki Langganan Dinas tanpa Izin
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (kanan atas) .(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

JAKSA Pinangki Sirna Malasari, terdakwa kasus korupsi terkait dengan kepengurusan fatwa bagi terpidana kasus hak tagih Bank Bali Joko S Tjandra di Mahkamah Agung (MA), diketahui pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, yakni pembebasan dari jabatan struktural.

Hukuman yang dijatuhkan pada 29 Juli 2020 itu antara lain disebabkan Pinangki kedapatan melakukan perjalanan dinas tanpa izin.

Pegawai Kejaksaan Agung Luphia Claudia Huae saat memberikan kesaksian di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, merinci terdakwa hanya mendapat izin dua kali perjalanan dinas. Sebaliknya, sembilan perjalanan dinas lainnya tidak mendapatkan izin. Seluruhnya pada 2019.

Luphia ialah jaksa pemeriksa yang bertugas di Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM-Was). Ia memeriksa Pinangki karena adanya laporan berdasarkan akun Twitter @idn_project.

Atas cicitan tersebut, JAM-Was melakukan inspeksi dan klarifikasi yang berujung penjatuhan hukuman pada 29 Juli 2020 atas perjalananperjalanan dinas Pinangki yang tanpa izin.

“Pinangki mengatakan sering keluar negeri untuk melakukan pengobatan untuk ayahnya dan pribadi kemudian perjalanan-perjalanan itu ada sekalian urusan bisnis,” imbuh Luphia.

Luphia mengungkapkan pemeriksaan JAM-Was ketika itu juga menanyakan soal dugaan penerimaan hadiah kepada Pinangki dari Joko Tjandra. “Ditanyakan soal penerimaan uang, tapi jawaban terlapor (Pinangki), ‘Jangankan terima duit, kenal dengan Joko Tjandra juga tidak’ karena yang bersangkutan hanya kenal Jo Chan. Jadi, tidak ada penerimaan uang, hanya menawarkan power plant (pembangkit listrik),” tutur Luphia.

Majelis hakim menilai pemeriksaan JAM-Was tidak rinci. “Bagi majelis, itu aneh. Memeriksa harusnya detail. Saudara adalah jaksa di bidang pengawasan mendapat jawaban (dari terdakwa) bahwa ini power plant yang ditawarkan. Makanya aneh ketika itu tidak diperdalam. Power plant itu yang seperti apa, siapa yang punya kegiatan di bidang itu,” cetus Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto.

Hakim juga menanyakan nama Joko Tjandra yang disebut Pinangki saat pemeriksaan internal di Kejagung. Di situ sempat ditanyakan terkait dengan Joko termasuk meminta alamat rumah terpidana hak tagih Bank Bali tersebut. Namun, Luphia mengakui tidak ada pemanggilan terhadap Joko.


Pengeluaran Rp70 juta

Adik Pinangki, Pungki Primarini, meng ungkapkan ka kaknya biasa mengirimkan uang hingga Rp500 juta untuk kebutuhan rumah tangga tiap 3 atau 6 bulan sekali.

Kebutuhan itu antara lain gaji pembantu rumah tangga Rp6,5 juta/ bulan, gaji babysitter Rp7,5 juta/bulan, sopir Rp5 juta/bulan ditambah uang makan Rp3 juta, koki mendapat Rp4,2 juta/bulan, penjaga rumah di Sentul Rp3 juta, dan perawat bapak Pungki Rp3,3 juta per bulan. “Total Rp70 juta, itu semua dari kakak saya,” ungkap Pungki.

Pungki mengaku hanya tahu kakaknya jaksa di Kejagung dengan penghasilan sekitar Rp13 juta per bulan tanpa memiliki usaha lain.

Dalam perkara ini Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan. Pertama, menerima suap US$500 ribu (sekitar Rp7,4 miliar) dari Joko S Tjandra. Kedua, dakwaan pencucian uang suap US$444.900 atau sekitar Rp6,2 miliar sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA. Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai US$10 juta. (Ant/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya