Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Telegram

Djadjat Sudrajat Dewan Redaksi Media Group
18/7/2017 05:00
Telegram
(AP/Wally Santana)

BAGI Pavel Durov, privasi merupakan segalanya. Ia lebih penting ketimbang ketakutan akan hal buruk seperti terorisme sekalipun. Pantaslah pendiri Telegram ini begitu bangga ketika menjelaskan keunggulan aplikasi itu yang tingkat keamanannya sangat tinggi.

Selain tak bisa disadap, Telegram juga lebih interaktif, menampung anggota grup hingga 5.000 anggota, lebih ringan, dan bisa diakses pada berbagai perangkat secara bersamaan. “Kami tak harus merasa bersalah. Kami melakukan hal yang benar, yakni melindungi privasi pengguna,” tegas Durov yang juga CEO ketika berbicara dalam Techcrunch Disrupt, September 2015.

Hanya dalam waktu dua bulan setelah pria kelahiran 1984 ini bicara pentingnya privasi, pengikut channel Telegram yang dioperasikan Islamic State melonjak dua kali lipat menjadi 9.000 pengguna. Wajar jika ada yang mengatakan Telegram aplikasi idola para teroris.

Fakta menunjukkan para pelaku terorisme menggunakan Telegram untuk berkomunikasi dalam serangan di Paris pada 2015, malam Tahun Baru 2017 di Turki, dan di St Petersburg pada April 2017. Para pelaku bom Thamrin, Medan, Bandung mengaku belajar membuat bom dengan mengikuti arahan dan petunjuk lewat Telegram.

Selain fakta-fakta itu, pemerintah Indonesia menemukan ribuan data dan informasi hingga 700 halaman dalam layanan pesan Telegram yang berpotensi mengganggu keamanan negara. Presiden Jokowi mengungkapkan layanan komunikasi Telegram banyak disalahgunakan untuk menyebarkan paham radikalisme dan terorisme. Karena itu, pemblokiran dilakukan.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tahun lalu telah pula berkirim surat meminta akses ketika ada konten radikalisme dan terorisme. Durov yang semula menyesalkan pemblokiran akhirnya meminta maaf dan mengakui anak buahnya lambat merespons surat dari Indonesia.

Pengamat terorisme Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar, memprediksi jumlah anggota kelompok radikal IS di Indonesia sekitar 2 juta orang. Angka itu dinilai terlalu besar. Namun, dari berbagai aksi teror belakangan ini yang menyasar polisi dan penangkapan 435 WNI di Turki karena diduga terlibat Negara Islam, jumlah terbesar kedua setelah Rusia, membuktikan perkara radikalisme amat serius. Menurut data pemerintah, lebih dari 10 organisasi di Indonesia terdeteksi mendukung Islamic State.

Beberapa negara seperti Rusia, Iran, Arab Saudi, dan Tiongkok lebih dahulu memblokir Telegram yang kini memiliki sekitar 70 ribuan pengguna aktif. Ketimbang Whatsapp yang mempunyai sekitar 900 ribu pengguna aktif, Telegram memang masih tertinggal jauh. Namun, mengingat aplikasi itu antisadap dan anggota grup jauh lebih banyak, pengguna Telegram bisa kian melesat. Telegram kini mampu mengirim 12 miliar pesan per hari, tahun lalu hanya 10 miliar pesan.

Telegram menggunakan sistem enkripsi end-to-end (pengamanan pengiriman data yang langsung dari pe­ngirim dan penerima tanpa harus disimpan di server) agar komunikasi tak dapat diketahui pihak lain. Telegram juga mempunyai fitur secretchat yang dapat diatur agar pesan terhapus secara otomatis dari perangkat. Aplikasi itu awalnya upaya perlawanan terhadap penguasa Rusia sehingga dibuat agar badan-badan keamanan tak bisa meng­aksesnya. Durov pun dipaksa meninggalkan negerinya.

Ketua MPR Zulkifli Hasan dan duo Wakil Ketua DPR, Fachri Hamzah dan Fadli Zon, mengkritik keras pemblokiran itu. Zulkifli menilai pemerintah otoriter melawan arus zaman yang memang era media sosial. Fadli berkomentar jika Telegram diblokir, penjualan panci juga harus dilarang karena panci kerap dipakai dalam pembuatan bom. Sementara itu, Fachri membalas dengan membuat tagar #Blokir Jokowi lewat cicitan di akun Twitter-nya.

Saya mengapresiasi tinggi perjuangan Durov, sang pendiri Telegram, yang penuh liku, termasuk menghadapi penguasa negerinya. Ia tak semulus pendiri Facebook Mark Zuckerberg. Namun, saya setuju Indonesia memblokir Telegram karena permintaan untuk membuka akses jika berkaitan dengan konten radikalisme dan terorisme lama tak direspons. Itu mestinya juga berlaku untuk media sosial lain jika memang secara sengaja ikut menyuburkan radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Saya setuju keseriusan mengatasi kesenjangan ekonomi yang tinggi ialah salah satu solusi membereskan radikalisme dan terorisme. Namun, tak tepat juga jika menunggu hingga keadilan sosial tegak, baru negara bergerak. Terbukti lembeknya negara selama ini, khususnya dalam menyediakan payung hukum, menghadapi terorisme, menjadi salah satu penyebab suburnya radikalisme dan terorisme di negeri ini.

Pemblokiran Telegram pastilah masih dalam rangkaian terbitnya Perppu No 2 Tahun 2017 atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ini isyarat pemerintah tak gentar menghadapi mereka yang secara terbuka atau bercikun-cikun melemahkan negara. Ketegasan seperti ini, kadang penting diperlihatkan. Atas nama bisnis, Telegram tak boleh secara sengaja merapuhkan negara yang menjadi pasarnya. Namun, jika Telegram-–mungkin juga media sosial yang lain--sejauh patuh atas syarat yang diajukan Indonesia, seharusnya cepat dipulihkan.



Berita Lainnya
  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.