Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERBINCANGAN pribumi dan nonpribumi kini muncul kembali. Ia ditarik dalam polarisasi bersuhu (politik) tinggi. Memang politik dan kesenjangan ekonomi itulah pasalnya. Pribumi dipersepsikan sebagai 'pemilik negeri', pejuang, tapi hidupnya menderita. Ia korban. Sementara itu, nonpribumi tak punya kontribusi pada negara dan hidup enak, kaya raya. Pribumi pemilik negeri, sementara nonpribumi ialah para penumpang. Yang jadi bias, nonpribumi hanya ditujukan pada Tionghoa.
Di masa penjajahan, istilah pribumi atawa bumiputra memang punya medan makna politik menyakitkan. Ia terjemahan dari inlander dari bahasa Belanda. Itulah diskriminasi ras yang dikelompokkan dalam Wet op de Indische Staatsregeling (semacam UUD Hindia Belanda). Pasal 163 inilah segregasi rasial tiga tingkat. Pertama Eropa kulit putih. Jepang masuk golongan ini. Kedua Timur Asing, orang Tionghoa, Arab, India, Pakistan, Mesir. Ketiga para 'inlander' (pribumi). Itu amat mirip dengan sistem politik apartheid di Afrika Selatan, dulu.
Dalam alam demokrasi sekarang, pengertian pribumi dan nonpribumi, menurut John Lie (1911-1988), pelaut ulung keturunan Tionghoa, terasa tepat. "Orang pribumi adalah orang-orang yang jelas-jelas membela kepentingan negara dan bangsa, sedangkan nonpribumi adalah mereka yang suka korupsi, suka pungli, suka memeras, dan melakukan subversi. Mereka itu sama juga menusuk kita dari belakang," kata sang laksamana muda yang dijuluki 'Hantu Selat Malaka' itu. Ia ahli ranjau laut ternama. Pada 2009 ia ditahbiskan menjadi pahlawan nasional, namanya diabadikan sebagai nama kapal perang.
'Definisi' John Lie terasa lebih menekankan substansi. Jika bumiputra atau pribumi dan nonpribumi ditarik pada keaslian dan tidak asli, ia menjadi bias dengan realitas hukum kita. Bukankah setelah reformasi, konstitusi kita (UUD 1945) telah meniadakan batas asli dan tidak asli? Yang ada ialah warga negara Indonesia, yang sama kedudukannya di mata hukum.
Itu sebabnya calon presiden dan wakil presiden tak lagi disyaratkan 'orang Indonesia asli' tapi 'warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain'. Kita merasakan polarisasi pribumi dan nonpribumi di masa Orde Baru membuat integrasi nasional kita jadi semu; karenanya rapuh. Reformasi berupaya membuang yang semu agar kita teguh.
Perbincangan tentang klaim pribumi atau penduduk asli juga bisa kehilangan basis historisnya. Menurut Wakil Kepala Lembaga Penelitian Molekuler Eijkman, Prof Dr Herawati Sudoyo, mengacu pada hasil penelitian lembaganya, ternyata hasil penelitian DNA tidak ada satu pun suku di Indonesia ini bisa mengklaim sebagai orang Indonesia asli (Media Indonesia, 6-4-2017). Melalui 70 komunitas di belasan pulau besar seperti Jawa, Sumatra, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, Herawati meneliti DNA mitokrondia dan kromosom dari inti yang diturunkan orangtua. Percampuran etnis itu terjadi karena ada beberapa kali migrasi sejak 50 ribu tahun yang lalu.
"Kalau kita lihat orang Indonesia dari informasi genetikanya, asal usulnya, sebagian besar dari Austronesia, lalu Austroasiatik (Tiongkok daratan), Papua, dan India. Penandanya bahwa pribumi dan nonpribumi tidak ada karena orang Indonesia, kalau dilihat dari genetikanya, campuran," jelasnya. Karena itu, yang paling bertuah menghentikan isu pribumi dan nonpribumi ialah kian menipisnya kesenjangan ekonomi. Keadilan sosial juga lekas diwujudkan. Itu amanat konstitusi. Namun, jika pun isu pribumi dan nonpribumi tetap hendak ditiupkan, 'definisi' ala John Lie terasa amat tepat.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved