Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
BANYAK analis ekonomi kerap bicara soal TKDN, akhir-akhir ini. Begitulah ketika kebijakan tentang tingkat komponen dalam negeri yang menjadi syarat untuk berusaha di negeri ini terus disoal, terutama oleh investor dari 'Negeri Paman Sam'. Singkatan TKDN pun menjadi terkenal, seterkenal QRIS. Baik kebijakan TKDN maupun QRIS dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri.
Namun, dua-duanya disoal dalam negosiasi tarif dagang Indonesia-Amerika Serikat (AS). Kedua beleid itu dianggap sebagai hambatan perdagangan yang merugikan AS. Para pengusaha AS meminta agar kebijakan TKDN dilonggarkan, kalau perlu dihapus, bila Indonesia tidak ingin 'dicekik' 'Paman Sam' dalam skema tarif resiprokal.
Lalu, Indonesia pun manut. Pemerintah mengevaluasi kebijakan yang baru berumur empat tahun itu. Lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 46/2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dilonggarkanlah ketentuan tentang TKDN barang yang wajib dibeli pemerintah, dari awalnya 40% menjadi hanya 25%. Perpres itu dianggap jalan tengah: mengikuti kemauan investor, tapi enggak losdol menjadikannya 0%. Artinya, pemerintah masih punya 'niat baik' melindungi produksi dalam negeri.
Namun, apakah dengan menyisakan ruang 25% bagi kandungan dalam negeri sudah otomatis produk dalam negeri terlindungi? Jawabnya yang pas kira-kira: 'sudah, tapi belum'. Alat pelindung sudah ada, tapi belum bisa memayungi industri dalam negeri.
Saya sepakat dengan ekonom Center of Reformon Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai kehadiran beleid baru hasil koreksi itu tak akan berdampak banyak terhadap penguatan industri dalam negeri jika tak dibarengi iktikad membendung barang impor. Sekalipun pemerintah telah menurunkan batas minimum kandungan dalam negeri, keberadaan barang impor, terlebih yang berharga sangat murah, akan tetap menjadi momok bagi industri Tanah Air.
Itu disebabkan dalam praktiknya, produk impor itu bisa diakali. Tinggal poles di sana-sini sehingga seolah sudah memenuhi syarat administratif 25%, habis perkara. Ketentuan itu bahkan berpotensi dimanfaatkan sebagai pintu belakang bagi masuknya produk impor dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Minimnya pengawasan membuat produk impor dengan mudah disamarkan seakan telah memenuhi syarat TKDN.
Karena itu, alih-alih menjadi pendorong bagi pelaku industri untuk meningkatkan kandungan lokal mereka, ketentuan baru yang mudah diakali tersebut justru semakin membuka celah untuk produk impor. Alhasil, industri manufaktur dalam negeri tetap akan megap-megap. Bayangkan, saat masih ada syarat TKDN 40% saja bentuk perlindungan itu nyaris tak terasa di lapangan, apalagi setelah diturunkan.
Karena itu, penurunan syarat TKDN tersebut berpotensi melemahkan upaya transformasi industri di dalam negeri. Kualitas dan kapasitas industri akan tetap lemah sehingga kehilangan daya saing. Keberhasilan kebijakan TKDN sangat bergantung pada ketegasan pemerintah dalam menutup celah manipulasi data serta komitmen memperkuat kapasitas industri lokal secara konkret. Tanpa pengawasan ketat dan dukungan riil terhadap sektor industri, niat baik untuk memperkuat industri domestik justru bisa berubah jadi kontradiktif antara regulasi dan realitas di lapangan.
Celah masuknya impor ilegal ke Indonesia memang masih menganga. Saya lalu teringat heboh selisih data impor-ekspor pakaian jadi Indonesia dan Tiongkok, tahun lalu. Saat itu, banyak pihak mendapati impor pakaian ilegal yang merusak pasar dalam negeri karena dijual lebih murah jika dibandingkan dengan produk lokal ataupun impor resmi nyaris melenggang bebas. Bahkan, masuknya impor ilegal pakaian jadi itu diduga telah berlangsung puluhan tahun.
Hal itu tecermin pada adanya perbedaan data ekspor pakaian jadi dari Tiongkok ke Indonesia yang dirilis International Trade Center atau ITC jika dibandingkan dengan data impor pakaian jadi ke Indonesia dari Tiongkok yang dirilis Badan Pusat Statistik atau BPS. Perbedaan data ekspor pakaian jadi itu bahkan diduga sudah berlangsung sejak dua dekade lebih.
Bahkan, Kementerian Koperasi dan UKM (saat itu) mencatat sekitar 50% nilai impor tekstil dan nontekstil (TNT) dari Tiongkok ke Indonesia tidak tercatat alias ilegal. Data impor Tiongkok ke Indonesia hampir tiga kali lipat lebih besar daripada data impor Indonesia dari Tiongkok yang tercatat secara resmi. Produk impor yang bisa masuk secara ilegal dan membanjiri pasar dalam negeri itu membuat industri lokal tidak hanya kian sulit bersaing, tapi juga makin ngap-ngapan.
Dampak masuknya pakaian impor ilegal terhadap perekonomian negara, tulis Kementerian UKM, ialah kehilangan potensi serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp2 triliun per tahun. Selain itu, Indonesia kehilangan potensi produk domestik bruto (PDB) multisektor TPT sebesar Rp11,83 triliun per tahun. Di sektor pajak, juga sekitar Rp6,2 triliun negara tekor.
Karena itu, penyusunan regulasi persaingan usaha tidak sehat dalam praktik perdagangan, khususnya perdagangan secara daring, tidak cukup setengah-setengah. Tidak boleh sekadar ada. TKDN bisa diubah berkali-kali, naik atau turun, tapi bila pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk ilegal yang masuk ke Indonesia lemah, ya, enggak akan berpengaruh.
Jangan sampai upaya negeri ini melindungi anak bangsanya sendiri tidak maksimal. Jangan pula kita terus-menerus kebingungan menjawab saat ditanya, 'apakah industri dalam negeri sudah benar-benar dilindungi?' Karena bingung, terpaksa kita jawab: 'sudah, tapi belum'.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved