Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Perlindungan TKDN: Sudah, tapi Belum

14/5/2025 05:00
Perlindungan TKDN: Sudah, tapi Belum
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BANYAK analis ekonomi kerap bicara soal TKDN, akhir-akhir ini. Begitulah ketika kebijakan tentang tingkat komponen dalam negeri yang menjadi syarat untuk berusaha di negeri ini terus disoal, terutama oleh investor dari 'Negeri Paman Sam'. Singkatan TKDN pun menjadi terkenal, seterkenal QRIS. Baik kebijakan TKDN maupun QRIS dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri.

Namun, dua-duanya disoal dalam negosiasi tarif dagang Indonesia-Amerika Serikat (AS). Kedua beleid itu dianggap sebagai hambatan perdagangan yang merugikan AS. Para pengusaha AS meminta agar kebijakan TKDN dilonggarkan, kalau perlu dihapus, bila Indonesia tidak ingin 'dicekik' 'Paman Sam' dalam skema tarif resiprokal.

Lalu, Indonesia pun manut. Pemerintah mengevaluasi kebijakan yang baru berumur empat tahun itu. Lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 46/2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dilonggarkanlah ketentuan tentang TKDN barang yang wajib dibeli pemerintah, dari awalnya 40% menjadi hanya 25%. Perpres itu dianggap jalan tengah: mengikuti kemauan investor, tapi enggak losdol menjadikannya 0%. Artinya, pemerintah masih punya 'niat baik' melindungi produksi dalam negeri.

Namun, apakah dengan menyisakan ruang 25% bagi kandungan dalam negeri sudah otomatis produk dalam negeri terlindungi? Jawabnya yang pas kira-kira: 'sudah, tapi belum'. Alat pelindung sudah ada, tapi belum bisa memayungi industri dalam negeri.

Saya sepakat dengan ekonom Center of Reformon Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai kehadiran beleid baru hasil koreksi itu tak akan berdampak banyak terhadap penguatan industri dalam negeri jika tak dibarengi iktikad membendung barang impor. Sekalipun pemerintah telah menurunkan batas minimum kandungan dalam negeri, keberadaan barang impor, terlebih yang berharga sangat murah, akan tetap menjadi momok bagi industri Tanah Air.

Itu disebabkan dalam praktiknya, produk impor itu bisa diakali. Tinggal poles di sana-sini sehingga seolah sudah memenuhi syarat administratif 25%, habis perkara. Ketentuan itu bahkan berpotensi dimanfaatkan sebagai pintu belakang bagi masuknya produk impor dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Minimnya pengawasan membuat produk impor dengan mudah disamarkan seakan telah memenuhi syarat TKDN.

Karena itu, alih-alih menjadi pendorong bagi pelaku industri untuk meningkatkan kandungan lokal mereka, ketentuan baru yang mudah diakali tersebut justru semakin membuka celah untuk produk impor. Alhasil, industri manufaktur dalam negeri tetap akan megap-megap. Bayangkan, saat masih ada syarat TKDN 40% saja bentuk perlindungan itu nyaris tak terasa di lapangan, apalagi setelah diturunkan.

Karena itu, penurunan syarat TKDN tersebut berpotensi melemahkan upaya transformasi industri di dalam negeri. Kualitas dan kapasitas industri akan tetap lemah sehingga kehilangan daya saing. Keberhasilan kebijakan TKDN sangat bergantung pada ketegasan pemerintah dalam menutup celah manipulasi data serta komitmen memperkuat kapasitas industri lokal secara konkret. Tanpa pengawasan ketat dan dukungan riil terhadap sektor industri, niat baik untuk memperkuat industri domestik justru bisa berubah jadi kontradiktif antara regulasi dan realitas di lapangan.

Celah masuknya impor ilegal ke Indonesia memang masih menganga. Saya lalu teringat heboh selisih data impor-ekspor pakaian jadi Indonesia dan Tiongkok, tahun lalu. Saat itu, banyak pihak mendapati impor pakaian ilegal yang merusak pasar dalam negeri karena dijual lebih murah jika dibandingkan dengan produk lokal ataupun impor resmi nyaris melenggang bebas. Bahkan, masuknya impor ilegal pakaian jadi itu diduga telah berlangsung puluhan tahun.

Hal itu tecermin pada adanya perbedaan data ekspor pakaian jadi dari Tiongkok ke Indonesia yang dirilis International Trade Center atau ITC jika dibandingkan dengan data impor pakaian jadi ke Indonesia dari Tiongkok yang dirilis Badan Pusat Statistik atau BPS. Perbedaan data ekspor pakaian jadi itu bahkan diduga sudah berlangsung sejak dua dekade lebih.

Bahkan, Kementerian Koperasi dan UKM (saat itu) mencatat sekitar 50% nilai impor tekstil dan nontekstil (TNT) dari Tiongkok ke Indonesia tidak tercatat alias ilegal. Data impor Tiongkok ke Indonesia hampir tiga kali lipat lebih besar daripada data impor Indonesia dari Tiongkok yang tercatat secara resmi. Produk impor yang bisa masuk secara ilegal dan membanjiri pasar dalam negeri itu membuat industri lokal tidak hanya kian sulit bersaing, tapi juga makin ngap-ngapan.

Dampak masuknya pakaian impor ilegal terhadap perekonomian negara, tulis Kementerian UKM, ialah kehilangan potensi serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp2 triliun per tahun. Selain itu, Indonesia kehilangan potensi produk domestik bruto (PDB) multisektor TPT sebesar Rp11,83 triliun per tahun. Di sektor pajak, juga sekitar Rp6,2 triliun negara tekor.

Karena itu, penyusunan regulasi persaingan usaha tidak sehat dalam praktik perdagangan, khususnya perdagangan secara daring, tidak cukup setengah-setengah. Tidak boleh sekadar ada. TKDN bisa diubah berkali-kali, naik atau turun, tapi bila pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk ilegal yang masuk ke Indonesia lemah, ya, enggak akan berpengaruh.

Jangan sampai upaya negeri ini melindungi anak bangsanya sendiri tidak maksimal. Jangan pula kita terus-menerus kebingungan menjawab saat ditanya, 'apakah industri dalam negeri sudah benar-benar dilindungi?' Karena bingung, terpaksa kita jawab: 'sudah, tapi belum'.



Berita Lainnya
  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.