Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
JAGAT sepak bola digemparkan Lamine Yamal. Remaja itu masih berumur 17 tahun 294 hari. Ia belum genap 18 tahun. Karena itu, Yamal belum bisa diikat dengan kontrak jangka panjang di klub profesional mana pun, termasuk di Barcelona, klub yang mendidiknya. Butuh 71 hari lagi baginya untuk diikat Barca buat lima tahun ke depan.
Namun, statistiknya di lapangan hijau membuatnya menjadi sosok amat ajaib di dunia sepak bola. Bahkan, jika dibandingkan dengan seniornya di Akademi La Masia, Lionel Messi, dan legenda Real Madrid Cristiano Ronaldo, Yamal melampaui mereka. Saat di usia yang sama, 17 tahun, Messi yang dijuluki pesepak bola dari planet lain baru bermain sembilan kali, bikin satu gol, dan tanpa assist (umpan berbuah gol).
Pula dengan bintang asal Portugal Cristiano Ronaldo, yang cuma bermain 19 kali, bikin lima gol, dan empat assist saat masih 17 tahun. Sebaliknya Lamine Yamal, menurut TNT Sports, sudah menorehkan 100 penampilan dan bikin 22 gol serta 33 assist.
Dari segi trofi, Yamal juga jauh melebihi capaian keduanya. Yamal sudah memenangi gelar La Liga 2022/2023, Copa del Rey 2024/2025, dan Piala Super Spanyol. Ia juga mengantar timnas Spanyol juara Piala Eropa tahun lalu. Sementara itu, Messi cuma membawa gelar La Liga dan Piala Dunia U-20, sedangkan Ronaldo memenangi gelar Piala Super Portugal di usia 17 tahun.
Di usia 17 tahun, Yamal sudah membuat 'gelombang' di dunia sepak bola. Yamal yang masih amat belia tidak takut pada bola, dengan visi dan kontrol bola jauh melampaui usianya. Karena itu, Yamal bukan hanya prospek, melainkan pengubah permainan. Semua torehan itu membuktikan usia hanyalah sebuah angka.
Saya lalu membayangkan kita punya sosok 'pengubah' seperti Yamal, di tengah waktu yang sedang berbaik hati dengan negeri ini. Saat ini, di negeri ini, jumlah penduduk usia produktif sedang berada dalam puncaknya. Inilah sebuah fase yang oleh para ahli disebut sebagai bonus demografi. Banyak yang menyambutnya dengan gegap gempita, menyebutnya sebagai peluang langka, sebagai pintu emas menuju Indonesia maju.
Bayangkan jika momentum itu mampu melahirkan banyak pengubah, bukan sekadar prospek. Sejauh ini, bonus demografi masih berada di titik prospek, di garis janji manis angka statistik. Umumnya orang masih berhenti di titik itu, belum siap menjadi 'Yamal-Yamal' sang pengubah permainan.
Itu disebabkan masih banyak yang memandang bonus demografi sebagai given, takdir sejarah, atau berkat otomatis. Masih ada yang memandang hadirnya usia produktif dalam jumlah besar akan langsung mengantarkan kita pada kesejahteraan. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu. Usia produktif bukan jaminan produktivitas, sebagaimana banyak pemain sepak bola usia 17 tahun yang tidak otomatis secemerlang Lamine Yamal.
Saya sepakat dengan pernyataan Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang kini jadi pemikir dan penulis produktif. Kata Anies, banyak di antara generasi muda hari ini justru berada dalam tekanan luar biasa. Tekanan untuk sukses, tekanan untuk menopang ekonomi keluarga, tekanan untuk menghadapi ketidakpastian pekerjaan, sekaligus tekanan bagaimana menata masa depan dalam ruang hidup yang kian mahal.
'Yang terlihat adalah angka. Yang tersembunyi adalah kelelahan kolektif. Dalam suasana itu, generasi ini diharapkan menjadi penopang kemajuan, tapi sering kali dilupakan bahwa mereka juga manusia biasa yang butuh ruang untuk bernapas, bukan sekadar bekerja', tulis Anies dalam Kolom Pakar, Media Indonesia, edisi Senin (28/4).
Karena itu, jangan heran bila di balik kata produktif justru tumbuh fenomena sunyi seperti kelelahan psikis, gangguan mental, dan rasa hampa di tengah hiruk-pikuk digital. Bonus itu bisa menjelma menjadi ilusi bila kita hanya bicara kuantitas, bukan kualitas kehidupan.
Kita juga sedang menyaksikan pergesekan yang makin terasa antara generasi yang lama dan yang muda. Aspirasi generasi muda hari ini tidak sama dengan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh dalam dunia digital, dunia terbuka, dunia yang menuntut transparansi, kecepatan, dan kolaborasi. Namun, ruang pengambilan keputusan masih dikendalikan logika dan kultur lama yang pelan, eksklusif, dan hierarkis. Ketika ide-ide segar terhenti di tembok birokrasi, bukan hanya gagasan yang mati, melainkan juga semangat untuk percaya.
Di Barcelona, Lamine Yamal tumbuh dalam lingkungan yang memberikan ruang terbuka bagi aspirasinya. Xavi Hernandez, pelatih yang memberikan debut kepada Yamal, berani 'berjudi' dengan kepercayaan. Hansi Flick, pengganti Xavi, malah kian memercayainya. Rekan satu tim Yamal yang jauh lebih senior tak segan memberikan ruang bagi si anak remaja ini. Dengan itu semua, jadilah Barca sebagai klub yang kembali bangkit di tengah keterpurukan karena pukulan finansial secara bertubi-tubi.
Bila di negeri ini ada ekosistem seperti itu, bonus demografi akan paralel dengan kesejahteraan, kemajuan, kemenangan. Bila 'Yamal-Yamal' bertumbuhan, lalu bertemu dengan 'tangan Xavi dan Flick', juga kesadaran para senior untuk bermain sebagai tim dan tidak mengedepankan ego, bonus demografi tentu bukan sekadar angka statistik dan mimpi, melainkan kenyataan yang hidup. Ia seperti Yamal sang pengubah permainan, bukan sekadar prospek atau gambaran besar tanpa kenyataan.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved