Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
TAHUN politik yang melelahkan telah berlalu. Sisa kelelahan, residu dari kompetisi politik yang begitu riuh dan gaduh tahun lalu, mungkin masih menggelayut pada tahun yang baru ini, tetapi pada saat yang bersamaan kita mesti menumbuhkan harapan-harapan baru yang menyegarkan.
Seperti lazimnya proses pergantian tahun, apa yang terjadi pada tahun sebelumnya bisa menjadi refleksi untuk menyusun resolusi-resolusi menghadapi tahun yang baru. Buat bangsa ini, dengan berbekal refleksi 2024, tidak ada alasan untuk tidak menjadikan 2025 ini sebagai titik lompat dan keluar dari selimut kemandekan.
Memasuki 2025 Indonesia sejatinya punya modal kesegaran yang amat bagus. Kita memulai tahun ini dengan memiliki presiden baru, wakil presiden baru, kabinet baru, pun sebentar lagi akan dilantik kepala-kepala daerah yang baru. Idealnya, hadirnya para pemimpin baru itu mampu memberikan nuansa kesegaran yang juga baru.
Akan tetapi, modal segar saja tidak cukup untuk dapat membawa Indonesia melompat tinggi. Terutama dalam konteks penyelenggaraan dan pengelolaan negara, baik di sektor politik, hukum, maupun ekonomi yang setidaknya dalam setahun-dua tahun lalu berjalan jauh di bawah kondisi ideal. Indeks demokrasi anjlok, indeks persepsi korupsi turun, tingkat pertumbuhan ekonomi pun ajek.
Sungguh akan menjadi kesia-siaan belaka kita punya pemimpin baru apabila mereka tidak mampu menuntun bangsa ini melompat, menerobos kemandekan, sekaligus mengangkat rakyat dari kondisi keterpurukan yang ditinggalkan pemimpin sebelumnya.
Waktu sudah semakin mepet, tinggal tersisa dua dekade lagi bagi Republik ini untuk menggapai mimpi besar Indonesia emas pada 2045. Dua puluh tahun jelas bukan waktu yang panjang untuk bisa mengejar target itu jika mengingat apa yang telah kita catat sampai hari ini masih teramat jauh dari indikator-indikator keemasan tersebut.
Saking minimnya kemajuan yang dicatat, belakangan banyak pihak yang mulai pesimistis dan mengatakan yang bakal kita temui pada 2045 bukanlah Indonesia emas, melainkan Indonesia cemas. Indonesia yang alih-alih semakin maju, makmur, dan sejahtera, malah kian mundur dan menjauh dari kesejahteraan.
Banyak pula yang apatis, mereka menyebut mimpi keemasan itu bisa saja didapatkan, tetapi emasnya hanya untuk sebagian kecil golongan, bukan untuk seluruh rakyat Indonesia. Artinya, di era Indonesia emas 2045 itu jurang ketimpangan antara golongan kaya dan miskin boleh jadi justru akan makin menganga.
Pesimisme dan apatisme seperti itulah yang harus dilawan para pemimpin baru kita. Baik pemimpin level negara maupun level daerah. Baik pemimpin yang benar-benar baru, fresh from the oven, maupun pemimpin baru, tapi sebetulnya wajah lama.
Dengan kalimat kiasan, ilmuwan politik yang juga bekas Menteri Luar AS Henry Kissinger pernah mengatakan tugas pemimpin ialah membawa orang dari tempat mereka sekarang ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Persis, dalam konteks Indonesia hari ini, tugas para pemimpin baru kita ialah melawan sekaligus membalikkan pesimisme dan apatisme itu menjadi optimisme.
Akan tetapi, ingat, lawanlah dengan aksi, bukan cuma dengan narasi. Bukan dengan omon-omon. Bukan pula dengan cara-cara lama yang lebih banyak berkutat pada pemolesan citra ketimbang mengedepankan kerja. Harus diakui, pola-pola pencitraan semacam itu yang acap mewarnai kepemimpinan terdahulu. Di depan terlihat sibuk melakukan aksi, padahal diam-diam di belakang layar asyik menyusun dinasti.
Selain utang persoalan lama yang belum terselesaikan, tantangan-tantangan baru bakal selalu muncul setiap waktu. Karena itu, lompatan pemerintah pada awal tahun ini menjadi krusial untuk menumbuhkan optimisme publik. Segeralah melompat, tentu dengan strategi dan kebijakan yang terukur, dengan aksi yang bernas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sejujurnya, lompatan itu tak hanya dibutuhkan dalam rangka meraih cita-cita Indonesia emas pada masa depan. Ada persoalan pelik di depan mata yang dihadapi masyarakat hari-hari ini yang juga memerlukan lompatan solusi cepat sebelum mereka keburu tersungkur di tanah tumpah darah mereka sendiri.
Di bidang politik, rakyat kerap kali dimarginalkan. Mereka diangkat-angkat, diagungkan suaranya saat pemilu, tapi kemudian dilupakan, dianggap tak ada ketika pemerintah menyusun kebijakan. Di bidang ekonomi, setidaknya dalam dua tahun terakhir ini rakyat terhantam oleh beraneka kesulitan yang praktis membuat mereka semakin tidak berdaya.
Situasi yang mendera mereka bisa dikatakan sudah mendekati gelap. Karena itu, kiranya mereka mesti dibebaskan dari terowongan gulita itu dahulu sebelum diajak untuk bersikap optimistis.
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved