Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Bikin Malu Bangsa

27/12/2024 05:00
Bikin Malu Bangsa
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PADA April silam, Thailand dibuat heboh. Pariwisata yang menjadi salah satu tumpuan pendapatan negara mereka dicoreng moreng oleh orang-orang yang semestinya menjaganya agar tetap cantik. Lima turis asal Tiongkok diculik lalu diperas.

Bangkok Post mewartakan, dari hasil investigasi diketahui, pelaku merangsek masuk ke kamar hotel tempat para turis menginap pada 25 April 2024. Mereka menuduh para pelancong itu melanggar hukum lalu membawa mereka dengan dalih untuk diperiksa di kantor polisi. Singkat narasi, gerombolan penculik meminta korban mentransfer uang 2,5 juta baht atau sekitar Rp1 miliar. Karena takut dipenjara di negeri orang, korban mengiakan dan empat hari kemudian melapor ke polisi beneran. Thailand pun geger.

Kejahatan memang bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Akibatnya juga sama, selalu membuat korban sengsara. Namun, apa yang menimpa lima pelancong asal 'Negeri Tirai Bambu' di 'Negeri Gajah Putih' itu sungguh memilukan. Mereka menjadi sasaran komplotan penjahat, yang ironisnya seorang sersan polisi dan mantan polisi ada di dalamnya. Aparat berubah wujud jadi penjahat.

Ternyata kejadian serupa terjadi di negeri ini, Indonesia, baru-baru ini. Modusnya tak beda, pemerasan. Pelakunya hampir sama, bahkan lebih serem sebab jumlahnya jauh lebih banyak dan semuanya diduga aparat, polisi. Korbannya turis mancanegara pula, Malaysia. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung.

Mereka, para korban itu, ialah penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta. DWP ialah festival musik genre electronic dance music (EDM). Penyuka musik EDM sering disebut sebagai generasi raver yang berasal dari akronim RAVE, radical audio visual experience. Itu merujuk pada pesta dengan musik elektronik berirama cepat, dipadukan dengan pertunjukan lampu dan dipandu seorang DJ.

Diperkirakan, 400 raver dari Malaysia datang ke Jakarta untuk memuaskan selera musik mereka. Namun, untung tak dapat diraih malang tak bisa ditolak. Mencuat cerita di akun X @Twt_Rave bahwa ada dugaan pemerasan terhadap mereka. Disebutkan, polisi Indonesia menangkap dan melakukan tes urine mendadak terhadap penonton dari negeri jiran itu.

Tak cukup di situ. Disebutkan, polisi Indonesia memeras dengan jumlah uang perasan gila-gilaan, berkisar 9 juta ringgit Malaysia, atau setara Rp32 miliar. Juga ada klaim, para penonton terpaksa membayar meski urine mereka negatif narkoba.

Betulkah kisah menyeramkan itu? Kiranya tak mengada-ada meski bukan apa adanya. Pemerasan itu betul terjadi walau jumlah korban yang diperas dan nominal uang hasil perasan tak sebanyak yang dikisahkan. Pimpinan Polri yang cepat bertindak menemukan bahwa benar ada anggota mereka yang nakal, yang jahat, yang diduga menjadi pemalak. Sebanyak 18 anggota sudah ditangkap. Mereka personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran.

Kepala Divisi Propam Polri Irjen Abdul Karim bilang mereka sudah ditempatkan pada penempatan khusus untuk menjalani proses penyidikan pelanggaran etik. Divisi Propam Mabes Polri sengaja mengambil alih penanganan kasus itu demi percepatan dan objektivitas. Baguslah.

Kejujuran Polri patut kita hargai, termasuk ketika Irjen Abdul Karim meluruskan bahwa WN Malaysia yang menjadi korban pemerasan sebanyak 45 orang, bukan ratusan orang. Demikian halnya dengan nominal hasil pemerasan Rp2,5 miliar, bukan puluhan miliar.

Keterbukaan Polri perihal hasil pengusutan sementara bahwa terduga pelaku telah menyiapkan rekening khusus untuk menampung uang pemerasan layak pula diapresiasi. Artinya, tindak kejahatan itu dilakukan secara sengaja dan terencana. Sudah disiapkan, tidak mendadak. Itu kiranya bisa menjadi pemberat hukuman.

Dugaan pemerasan oleh anggota kepolisian terhadap WN Malaysia jelas bukan perkara kaleng-kaleng. Itu kejahatan serius, sangat serius, karena dilakukan petugas yang semestinya memberantas kejahatan. Kasus itu luar biasa sebab pelakunya ialah aparat yang seharusnya mengayomi dan melindungi setiap warga negara, dari mana pun asalnya. Itu kiranya juga bukan sekadar pelanggaran etik, bahkan bukan kriminalitas biasa, karena nama bangsa dan negara terseret karenanya.

Peristiwa itu membuat malu negara. Cela bagi bangsa di mata dunia. Ia merusak citra Polri yang belum sepenuhnya membaik dari rententan ulah tercela anggotanya. Pun, itu mencuatkan persepsi negatif, amat negatif, buat dunia pariwisata kita.

Dus, jika akibat buruknya berlipat-lipat, apakah pelaku cukup disanksi etik? Banyak yang tegas mengatakan tidak. Termasuk saya. Polri mesti membawa perkara itu sampai ke ranah pidana. Kalau terbukti, ya dipenjara. Kalau akhirnya dipenjara, ya dipecat dari keanggotaan Korps Bhayangkara. Banyak, kok, yang mau menggantikan. Tidak sedikit, kok, yang antre untuk menyandang seragam cokelat.

Bung Tomo pernah bilang jangan pernah melupakan sejarah bangsa dan jangan pernah mempermalukan bangsa. Dugaan pemerasan oleh polisi terhadap WNA terang dan gamblang sebagai tindakan yang mempermalukan bangsa. Oleh karena itu, ia harus disikapi dengan ketegasan tiada batas. Pak Kadiv Propam, Pak Kapolri, rakyat menunggu ketegasan itu.



Berita Lainnya
  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik