Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PADA April silam, Thailand dibuat heboh. Pariwisata yang menjadi salah satu tumpuan pendapatan negara mereka dicoreng moreng oleh orang-orang yang semestinya menjaganya agar tetap cantik. Lima turis asal Tiongkok diculik lalu diperas.
Bangkok Post mewartakan, dari hasil investigasi diketahui, pelaku merangsek masuk ke kamar hotel tempat para turis menginap pada 25 April 2024. Mereka menuduh para pelancong itu melanggar hukum lalu membawa mereka dengan dalih untuk diperiksa di kantor polisi. Singkat narasi, gerombolan penculik meminta korban mentransfer uang 2,5 juta baht atau sekitar Rp1 miliar. Karena takut dipenjara di negeri orang, korban mengiakan dan empat hari kemudian melapor ke polisi beneran. Thailand pun geger.
Kejahatan memang bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Akibatnya juga sama, selalu membuat korban sengsara. Namun, apa yang menimpa lima pelancong asal 'Negeri Tirai Bambu' di 'Negeri Gajah Putih' itu sungguh memilukan. Mereka menjadi sasaran komplotan penjahat, yang ironisnya seorang sersan polisi dan mantan polisi ada di dalamnya. Aparat berubah wujud jadi penjahat.
Ternyata kejadian serupa terjadi di negeri ini, Indonesia, baru-baru ini. Modusnya tak beda, pemerasan. Pelakunya hampir sama, bahkan lebih serem sebab jumlahnya jauh lebih banyak dan semuanya diduga aparat, polisi. Korbannya turis mancanegara pula, Malaysia. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung.
Mereka, para korban itu, ialah penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta. DWP ialah festival musik genre electronic dance music (EDM). Penyuka musik EDM sering disebut sebagai generasi raver yang berasal dari akronim RAVE, radical audio visual experience. Itu merujuk pada pesta dengan musik elektronik berirama cepat, dipadukan dengan pertunjukan lampu dan dipandu seorang DJ.
Diperkirakan, 400 raver dari Malaysia datang ke Jakarta untuk memuaskan selera musik mereka. Namun, untung tak dapat diraih malang tak bisa ditolak. Mencuat cerita di akun X @Twt_Rave bahwa ada dugaan pemerasan terhadap mereka. Disebutkan, polisi Indonesia menangkap dan melakukan tes urine mendadak terhadap penonton dari negeri jiran itu.
Tak cukup di situ. Disebutkan, polisi Indonesia memeras dengan jumlah uang perasan gila-gilaan, berkisar 9 juta ringgit Malaysia, atau setara Rp32 miliar. Juga ada klaim, para penonton terpaksa membayar meski urine mereka negatif narkoba.
Betulkah kisah menyeramkan itu? Kiranya tak mengada-ada meski bukan apa adanya. Pemerasan itu betul terjadi walau jumlah korban yang diperas dan nominal uang hasil perasan tak sebanyak yang dikisahkan. Pimpinan Polri yang cepat bertindak menemukan bahwa benar ada anggota mereka yang nakal, yang jahat, yang diduga menjadi pemalak. Sebanyak 18 anggota sudah ditangkap. Mereka personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran.
Kepala Divisi Propam Polri Irjen Abdul Karim bilang mereka sudah ditempatkan pada penempatan khusus untuk menjalani proses penyidikan pelanggaran etik. Divisi Propam Mabes Polri sengaja mengambil alih penanganan kasus itu demi percepatan dan objektivitas. Baguslah.
Kejujuran Polri patut kita hargai, termasuk ketika Irjen Abdul Karim meluruskan bahwa WN Malaysia yang menjadi korban pemerasan sebanyak 45 orang, bukan ratusan orang. Demikian halnya dengan nominal hasil pemerasan Rp2,5 miliar, bukan puluhan miliar.
Keterbukaan Polri perihal hasil pengusutan sementara bahwa terduga pelaku telah menyiapkan rekening khusus untuk menampung uang pemerasan layak pula diapresiasi. Artinya, tindak kejahatan itu dilakukan secara sengaja dan terencana. Sudah disiapkan, tidak mendadak. Itu kiranya bisa menjadi pemberat hukuman.
Dugaan pemerasan oleh anggota kepolisian terhadap WN Malaysia jelas bukan perkara kaleng-kaleng. Itu kejahatan serius, sangat serius, karena dilakukan petugas yang semestinya memberantas kejahatan. Kasus itu luar biasa sebab pelakunya ialah aparat yang seharusnya mengayomi dan melindungi setiap warga negara, dari mana pun asalnya. Itu kiranya juga bukan sekadar pelanggaran etik, bahkan bukan kriminalitas biasa, karena nama bangsa dan negara terseret karenanya.
Peristiwa itu membuat malu negara. Cela bagi bangsa di mata dunia. Ia merusak citra Polri yang belum sepenuhnya membaik dari rententan ulah tercela anggotanya. Pun, itu mencuatkan persepsi negatif, amat negatif, buat dunia pariwisata kita.
Dus, jika akibat buruknya berlipat-lipat, apakah pelaku cukup disanksi etik? Banyak yang tegas mengatakan tidak. Termasuk saya. Polri mesti membawa perkara itu sampai ke ranah pidana. Kalau terbukti, ya dipenjara. Kalau akhirnya dipenjara, ya dipecat dari keanggotaan Korps Bhayangkara. Banyak, kok, yang mau menggantikan. Tidak sedikit, kok, yang antre untuk menyandang seragam cokelat.
Bung Tomo pernah bilang jangan pernah melupakan sejarah bangsa dan jangan pernah mempermalukan bangsa. Dugaan pemerasan oleh polisi terhadap WNA terang dan gamblang sebagai tindakan yang mempermalukan bangsa. Oleh karena itu, ia harus disikapi dengan ketegasan tiada batas. Pak Kadiv Propam, Pak Kapolri, rakyat menunggu ketegasan itu.
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved