Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Mengebor Tembok ICOR

21/12/2024 05:00
Mengebor Tembok ICOR
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

AWAL bulan ini, pembicaraan soal ICOR mencuat lagi. Pemantiknya ialah pidato Presiden Prabowo Subianto saat penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan buku alokasi transfer ke daerah tahun anggaran 2025, di Istana Negara, pada 10 Desember 2024 lalu. Saat itu Kepala Negara menyinggung ICOR Indonesia lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Itu artinya tidak efisien.

Lalu, apa itu ICOR? Kok, sampai Presiden risau? ICOR ialah singkatan dari incremental capital output ratio. ICOR merupakan ukuran yang menunjukkan efisiensi suatu negara untuk memanfaatkan modal dalam menghasilkan suatu barang/jasa. Makin tinggi ICOR, makin tidak efisien suatu negara dalam memanfaatkan investasi menjadi pendongkrak pertumbuhan. Sebaliknya, makin rendah angka ICOR, makin efisien pemanfaatan investasi di suatu negara.

Saat ini, ICOR Indonesia masih di atas 6, lebih tinggi daripada sejumlah negara tetangga yang ICOR mereka 5 dan 4. Wajar kalau Presiden meminta agar angka itu diturunkan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ICOR Indonesia mencapai 6,33 pada 2023.

Sementara itu, ICOR negara-negara tetangga di kawasan lebih kecil. Vietnam, dalam beberapa tahun terakhir ini, nilai ICOR-nya rata-rata 3,5-4,5. Thailand rata-rata 3,5-4,5. Begitu juga dengan Malaysia dengan rata-rata ICOR di angka 4 hingga 5.

Jadi, sederhananya, kalau investasi kita mencapai 30%, dengan ICOR 6, berarti 30 dibagi 6 sama dengan 5. Itu artinya pertumbuhan kita 5%. Kalau ICOR bisa dikurangi menjadi 5, misalnya, dengan investasi yang sama 30%, pertumbuhan ekonomi bisa 6%. Sebab, bilangan pembaginya lebih kecil.

Penilaian ICOR mengacu pada syarat bahwa investasi harus serasi dengan sektor produktif. Misalnya, jika negara membangun bendungan, saluran primer, sekunder, dan tersiernya harus serempak tersambung sehingga produksi pangan naik. Itu artinya terkoneksi dan efisien.

Berbeda, misalnya, dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pelabuhan Patimban yang belum tersambung dengan tol di Jawa bagian utara. Karena tolnya belum tersambung hingga kini, pengiriman barang dilakukan lewat jalan lama. Akibatnya, biaya logistik masih mahal, investasi tidak seefisien bila tol sudah nyambung.

Namun, apakah konektivitas menjadi penghalang utama angka tingginya inefisiensi modal yang masuk ke negeri ini? Tentu saja tidak. Sejumlah analisis menunjukkan banyak faktor di luar perencanaan yang justru jadi pemicu inefsiensi itu. Ada soal birokrasi yang ribet, aturan yang kerap berubah-ubah, hingga risiko yang belum sepenuhnya digaransi.

Saya sepakat dengan analisis itu. Sejauh ini, berbagai perombakan sudah dilakukan. Bahkan, dalam lima tahun terakhir, Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah melakukan terobosan-terobosan besar. Hasilnya juga sudah sangat nyata. Dalam beberapa tahun terakhir, target realisasi investasi pun bukan cuma tercapai, melainkan terlampaui.

Namun, BKPM atau Kementerian Investasi dan Hilirisasi jelas tidak bisa bergerak sendirian. Tanpa frekuensi yang sama untuk melakukan perbaikan di tempat lain, sebesar apa pun perombakan tidak akan banyak berdampak. Di sejumlah pemerintah daerah, misalnya, masih ditemukan syarat-syarat yang rumit untuk para investor. Bahkan, ada penolakan-penolakan atas investasi dengan beragam alasan. Maka itu, ibarat tembok, hambatan menurunkan angka ICOR mesti dibor bersama-sama.

Padahal, target total modal yang dibutuhkan di negeri ini hingga lima tahun ke depan tidak main-main besarnya. Target yang ditetapkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencapai Rp47,58 ribu triliun selama 2025-2029.

Untuk mencapai target tersebut, tantangannya pasti besar. Pertumbuhan investasi, misalnya, harus mencapai rata-rata 10% per tahun. Mengandalkan investasi dari belanja pemerintahan tentu mustahil mengingat penerimaan negara sangat terbatas.

Oleh sebab itu, investasi dari swasta mesti dikejar. Pihak swasta siap berbondong-bondong bila uang yang mereka masukkan efisien sehingga menguntungkan, terjamin keamanannya, dan bisa dimitigasi risikonya. Jika itu semua bisa digaransi, kepercayaan bakal tumbuh, target tercapai, ekonomi tumbuh tinggi, rakyat pun naik kesejahteraannya.

Maka itu, tidak salah bila pemerintah mulai fokus memperbaiki ICOR. Perbaikan ICOR akan berbanding lurus dengan peningkatan kepercayaan investor. Saya ingin mengutip apa kata ahli manajemen pemasaran Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, bahwa meraih trust atau kepercayaan (konsumen) dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan secara terus-menerus, berulang-ulang, dan dalam jangka waktu yang lama.

 

 



Berita Lainnya
  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.