Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Slow Living

18/12/2024 05:00
Slow Living
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MODERNITAS memang menjanjikan banyak hal. Ada 'janji' mendapatkan kecepatan, kemudahan, kedekatan virtual, keterjangkauan, juga 'hil-hil yang dulu dianggap mustahal'. Pokoknya, dengan teknologi, melalui kecerdasan buatan, hampir semua hal bisa diwujudkan.

Kendati begitu, sudah sejak lama pula modernitas dikritik bakal menyisakan masalah. Hegel dan Marx sudah mengkritik residu modernitas itu sejak seabad lebih yang lalu. Mereka menyebut modernitas menciptakan alienasi, keterasingan.

Erich Fromm, seorang psikoanalis, juga sudah menyebut soal keterasingan kaum modernitas itu lima dekade lalu. Ia menyebut modernitas membuat banyak orang sakit. Karena itu, kata Fromm, untuk menyembuhkan masyarakat modern yang sakit itu harus dilakukan perubahan, bukan hanya dalam satu aspek kehidupan, melainkan juga seluruh bidang, termasuk struktur karakter manusia dan aktivitas kebudayaan.

Mungkin karena terinspirasi oleh tulisan Fromm atau kian banyaknya tekanan hidup, kini semakin ngetren orang memilih jalan hidup slow living. Gaya hidup manusia modern yang agak 'mengerem' itu bukan berarti hidup serbalambat atau malas, melainkan hidup yang lebih seimbang, kian sadar, dan makin bermakna.

Di sejumlah portal berita, kini juga kian menjamur artikel-artikel soal slow living. Ada yang menulis kiat-kiat. Ada yang menulis Slow Living: Pengertian, Manfaat, & Cara Melakukannya. Hingga ada artikel soal tempat-tempat yang pas buat menerapkan slow living seperti di Magelang, Salatiga, Wonosobo, Temanggung (semuanya di Jawa Tengah); Malang, Jawa Timur; atau Yogyakarta.

Pilihan itu boleh jadi disebabkan mereka merasa dunia akhir-akhir bergerak amat cepat. Bahkan, dirasakan terlalu cepat. Mereka menyaksikan saat naik transportasi umum, orang-orang berebut masuk dan keluar. Naik tangga atau eskalator di stasiun kereta commuter atau di sejumlah mal juga berdesakan. Semua terburu-buru. Mereka berjalan setengah berlari.

Melihat, merasakan, dan menjalani situasi seperti itu, bagi mereka, terasa melelahkan. Lari, bergerak, berebut setiap saat membuat tubuh dan pikiran jadi kewalahan. Akhirnya, orang mulai berpikir untuk menjalankan gaya hidup slow living, mungkin seperti prinsip alon-alon waton kelakon alias pelan-pelan tapi tercapai.

Sekali lagi, slow living memiliki konsep tidak menyerah dengan kehidupan yang berjalan cepat, tapi memperlambat dan fokus pada hal-hal kecil yang biasanya diabaikan. Mereka menolak terjebak pada rutinitas. Hidup perlu menyediakan waktu untuk melakukan hobi yang benar-benar disukai, bahkan menikmati alam tanpa harus bersama telepon seluler, menjauh dari telepon pintar untuk sementara waktu.

Intinya, menjalani dan melakukan semua hal yang membuat hidup merasa lebih baik. Mereka tidak lupa bahagia, tidak terlalu stres, dan hidup lebih damai, menghargai kehidupan. Mereka yang memilih slow living berfokus pada melakukan segala sesuatu dengan baik, bukan dengan cepat. Mereka memprioritaskan waktu untuk hal yang benar-benar penting; meskipun harus dilakukan dengan lambat dan lama, hasilnya sempurna.

Namun, selalu saja ada kritik. Itu biasa. Sejumlah orang yang mengkritisi gejala slow living itu menilai bahwa pilihan gaya hidup 'melambat' itu lambang kekalahan. Mereka dinilai kalah bertarung lalu memilih jalan lari dengan bumbu-bumbu asketis.

Ada pula yang mengomentari bahwa kita selalu hidup dalam dua pendulum yang gampang bergeser. Malah, ada yang menyebut kita bangsa yang setengah-setengah, tidak pernah full. "Baru juga setengah modern, sudah mengeluhkan hidup yang serbacepat. Padahal, yang kita butuhkan malah tambahan kecepatan agar menjadi bangsa maju," kata seorang teman yang menolak slow living.

Namun, slow living atau fast living memang pilihan merdeka. Ia bisa menjadi alternatif. Lebih-lebih ketika hujan pungutan mulai mendera kaum modern (atau setengah modern) di banyak tempat. Ada pajak pertambahan nilai (PPN) yang dinaikkan mulai Januari 2025. Ada tambahan pajak kendaraan bermotor. Ada subsidi yang dialihkan.

Rupa-rupa pungutan itu saling gegas, berpacu, berburu untuk diberlakukan tahun depan. Karena itu, tekanan hidup pasti bertambah. Sumbu hidup terus dipacu. Ruang bernapas kian sesak. Slow living ialah jalan alternatif. Ia upaya mengatur napas, menyelonjorkan kaki, membasuh muka.

Singkatnya, para penganut slow living sedang hendak mematikan autopilot dan memberikan ruang merefleksi dan menjalani hidup dengan kesadaran penuh. Mereka mengartikan slow living sebagai hidup yang lebih baik, bukan lebih cepat. Bukan tertinggal, melainkan mengedepankan prioritas dan kenyamanan.

Boleh-boleh saja. Sah-sah saja. Sama sahnya ketika Theodore KS menggambarkannya lewat lirik lagu Balada Sejuta Wajah yang dipopulerkan God Bless.

'Mengapa semua berkejaran dalam bising

Mengapa oh mengapa

Sejuta wajah engkau libatkan dalam himpitan kegelisahan

 

Adakah hari esok makmur sentosa

bagi wajah-wajah yang menghiba'.



Berita Lainnya
  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.