Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Badai Pinjol belum Berlalu

11/12/2024 05:00
Badai Pinjol belum Berlalu
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PANDEMI covid-19 memang sudah dinyatakan selesai sejak hampir satu setengah tahun lewat. Namun, dampaknya masih amat terasa hingga kini. Dampak itu seperti badan yang didera long covid, korona yang panjang. Seluruh sendi-sendi masih kelu. Terutama bagi mereka dengan daya tahan ekonomi paspasan.

'Long covid' itu tergambar jelas dari rontoknya daya beli kelas menengah ke bawah dalam beberapa waktu terakhir. Sudah daya beli rontok, terjerat utang pula. Karena itu, tidak usah heran bila ada data mencengangkan bahwa sekitar 137 juta penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas terjerat oleh pinjol, alias pinjaman online.

Jumlah itu merupakan akumulasi sejak pandemi covid-19 melanda. Pendapatan yang biasanya dibelanjakan untuk kebutuhan sekunder atau ditabung kini didahulukan untuk membayar cicilan. Jumlah utang pinjol masyarakat Indonesia juga meningkat, menyentuh angka Rp66 triliun pada akhir September, seperti dilaporkan Nikkei.

Jumlah utang pinjol itu meningkat selama lima tahun terakhir. Bahkan, kenaikannya lima kali lipat lebih jika dibandingkan dengan 2019, atau sebelum covid-19. Pada 2019 itu jumlah peminjam online baru mencapai 18,6 juta orang, dengan total utang sebesar Rp13,16 triliun.

Situasi itu cukup menggambarkan bagaimana kemerosotan ekonomi pascapandemi belum sepenuhnya bisa diobati. Banyak orang, terutama di kelas menengah, berjuang menghadapi kemerosotan ekonomi pascapandemi sambil mempertahankan tingkat pengeluaran yang diperlukan sebagaimana sebelum pandemi. Karena itu, demi mempertahankan itu, pinjol menjadi solusi utama dan pertama.

Mengapa? Karena pinjol menjanjikan kemudahan dan kecepatan. Untuk risiko jangka panjang? Tak banyak yang peduli. Bahkan, banyak pengguna pinjol masih buta finansial dengan tidak memahami cara kerja kredit dan bunga. Pengguna hanya fokus pada jumlah yang mereka pikir akan mereka terima, tanpa memahami tanggung jawab dan risiko pinjaman mereka.

Meningkatnya pinjol itu berkorelasi dengan kondisi kelas menengah yang benar-benar dalam keadaan serbasulit. Tabungan mereka mulai terkikis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan. Data indeks keyakinan konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia pada Mei 2024 menunjukkan porsi cicilan pinjaman terhadap pendapatan terindikasi meningkat pada hampir semua tingkat pengeluaran responden.

Untuk kelompok pengeluaran Rp1 juta-Rp2 juta per bulan, porsi cicilan dari pendapatan mereka meningkat dari 7,1% ke 7,3%. Begitu pun untuk kelompok pengeluaran Rp2,1 juta-Rp3 juta, porsi pendapatan untuk membayar utang naik dari 9,2% ke 10,2%. Pada warga kelas menengah yang masuk kelompok pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta porsi, cicilan utang mereka juga melonjak dari 10,3% ke 11,2% dari pendapatan.

Lonjakan pembayaran cicilan juga tercatat terjadi pada kelompok pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta yang naik dari 12,3% ke 12,9%. Hanya golongan paling atas dengan pengeluaran di atas Rp5 juta per bulan yang porsi cicilan mereka menciut dari 14,9% ke 13,9%.

Jadi, gamblang belaka bahwa kelas menengah sedang terjepit oleh berbagai iuran dan pengeluaran kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Akibatnya, jumlah tabungan menurun, sedangkan jumlah pinjaman meningkat. Banyak rumah tangga di negeri ini kian tertekan, terutama karena bunga pinjol yang beranak pinak dalam hitungan hari.

Berbagai analis keuangan menduga kenaikan pinjaman, terutama pinjol, terjadi karena pendapatan masyarakat yang habis untuk konsumsi sehari-hari. Hal tersebut membuat kelas menengah mulai menggunakan tabungan mereka dan melakukan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tidak semua masyarakat yang mengambil cicilan mampu membayar. Pada sektor cicilan kendaraan bermotor, OJK mencatat rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) industri multifinance merangkak naik pada tahun ini. Hal itu diikuti pula dengan melambatnya pertumbuhan pembiayaan.

Berdasarkan data OJK per April 2024, rasio NPF gross meningkat 35 basis poin secara tahunan ke angka 2,82%. Apabila dibandingkan dengan posisi Desember 2023, rasio NPF malah naik 38 bps. Begitu pula jika dibandingkan dengan NPF net per April 2024, juga naik 20 bps menjadi 0,89% secara year-on-year.

Lembaga pembiayaan mengakui belakangan ini sedang melakukan pengetatan untuk pengajuan kredit. Alasannya, mereka menganggap daya beli masyarakat saat ini semakin rendah.

Jadi, bila pemerintah memang bermaksud meringankan beban rakyat, jangan teruskan pemberlakuan beragam pungutan. Bila itu hendak diberlakukan, tunggulah saat 'badai' sudah reda. Kini, rakyat sedang mengatur napas, menyatukan badan. Seperti kata penulis Bryant H McGill: 'Ketika badai mencabik-cabikmu, kamu harus memutuskan bagaimana menyatukan dirimu kembali'.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik