Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Sengatan Hujan Pungutan

04/12/2024 05:00
Sengatan Hujan Pungutan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

'SEOPTIMISTIS apakah Anda terhadap kondisi perekonomian kita tahun depan? Atau, jangan-jangan Anda penganut mazhab pesimisme?" Begitu salah seorang teman menanyai saya di sela-sela mengikuti pemaparan tentang pandangan ekonomi Indonesia 2025 dari sebuah institusi perbankan.

Saya tidak menjawab di titik mana saya berdiri. Urusan optimisme atau pesimisme biar dia sendiri yang membuat klasifikasi. Saya tidak perlu membuat klarifikasi. Namun, seringnya saya berdiri di tengah, moderat. Orang banyak menilai itu abu-abu, remang-remang, tidak jelas. Tidak mengapa. Bagi saya itu risiko pilihan.

Saya lebih cenderung menjawab pertanyaan teman saya itu dengan sejumlah fakta. Ekonomi kita di 2025, kata saya kepada sang teman, agak sulit mencapai 5%. Tentu, itu lebih pesimistis bila dibandingkan dengan prediksi Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), juga prediksi sejumlah ekonom bank yang memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5,1%.

Namun, saya punya dasar keyakinan mengapa ekonomi kita sulit tumbuh 5%. Penyebab utamanya ialah mulai munculnya sejumlah pungutan tahun depan. Hujan pungutan itu mau tidak mau pasti berdampak pada melambatnya ekonomi. Disebut hujan pungutan karena jumlahnya tidak cuma satu atau dua. Ada tujuh pungutan bakal terjadi bila rencana itu dilaksanakan semuanya.

Namun, hujan jenis ini serupa sengatan, bukan guyuran. Sengatan itu bisa mematikan. Sebaliknya, guyuran itu umumnya menyejukkan, menyenangkan. Sengatan kali muncul dari tujuh arah berbeda.

Ada pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) 12%, ada iuran wajib Tapera yang sempat ditunda, ada asuransi wajib kendaraan bermotor, penaikan iuran BPJS Kesehatan, pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan, dana pensiun wajib, dan normalisasi pajak penghasilan (PPh) final UMKM. Total, ada tujuh, jika PPN 12% juga jadi diberlakukan.

Bila hujan pungutan itu diberlakukan serentak tahun depan, katakanlah disebar tiap dua bulan, dampaknya pasti sangat terasa, khususnya bagi kelas menengah. Daya beli mereka yang sudah terpukul bisa menjadi KO. Yang sudah rontok bisa kian berguguran. Yang sebelumnya aman bisa langsung memasang kewaspadaan.

Padahal, pertumbuhan ekonomi kita selama ini digerakkan sektor konsumsi rumah tangga, yang besarnya di kisaran 53%. Padahal lagi, dari kontribusi konsumsi yang 53% itu, peran belanja kelas menengah lebih dari separuh (di kisaran 66%).

Selain itu, lebih dari 60% pertumbuhan ekonomi kita bergantung pada pergerakan ekonomi domestik. Tingkat ketergantungan terhadap global memang ada, tapi di bawah ekonomi domestik. Di satu sisi, ini menguntungkan karena tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi global. Ada pengaruh, tapi lebih kecil ketimbang gejolak domestik. Bisa dibayangkan bagaimana rentetan akibatnya bila ekonomi domestik terganggu, bukan?

Memang, ada uang yang masuk hasil hujan pungutan itu. Dari pemberlakuan PPN 12%, misalnya, ada potensi uang masuk kas negara hingga Rp80 triliun. Dari pungutan yang lain juga bisa menambah pundi-pundi negara. Namun, akan muncul efek lain lebih dahsyat yang mesti ditanggung rakyat, khususnya kelas menengah, yakni kian sulit bernapas. Mereka makin 'tercekik'.

Berdasarkan analisis dan simulasi yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), penaikan PPN 1% (dari 11% saat ini menjadi 12% tahun depan) akan berdampak pada kenaikan harga yang mesti ditanggung publik 5% hingga 6%. Sejumlah analis juga menghitung ada potensi pertumbuhan ekonomi terpangkas 0,02% bila PPN 12% tetap diberlakukan pada awal tahun depan.

Itu baru dari satu item pungutan. Belum lagi bila enam item pungutan juga diberlakukan tahun depan. Belum lagi juga dampak yang terjadi bila subsidi bahan bakar minyak (BBM) bakal dialihkan sehingga para pengguna kendaraan wajib memakai BBM nonsubsidi. Jelas, kian beratlah beban pertumbuhan ekonomi kita ke depan.

Karena itu, secara momentum, pengenaan rupa-rupa pungutan itu pada tahun depan jelas tidak pas. Lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Bila ingin tetap mempertahankan ekonomi kita tumbuh 5%, ya setop dulu hujan pungutan itu.

Mengapa pemerintah, misalnya, tidak segera menerapkan pajak karbon yang sudah ada skemanya? Pemberlakuan pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang dapat merusak lingkungan hidup itu mestinya bisa diterapkan lebih dahulu ketimbang penaikan PPN. Mengapa pula tidak menggenjot rasio perpajakan yang masih terus-menerus belum sesuai dengan target yang diinginkan?

Sang teman akhirnya menyimpulkan bahwa saya masuk klasifikasi mazhab pesimistis memandang ekonomi tahun depan. Lalu saya jawab, kalimat yang tepat mungkin (meminjam bahasa Mahkamah Konstitusi saat memutuskan UU Cipta Kerja): optimisme bersyarat.

 



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik