Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Frugal Living

21/11/2024 05:00
Frugal Living
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

GERAKAN untuk menerapkan gaya hidup hemat sekaligus menekan pengeluaran yang berlebihan atau dikenal dengan istilah frugal living telah menjadi fenomena menarik akhir-akhir ini. Bukan hanya di Indonesia, di negara-negara lain pun konsep itu sepertinya juga sedang menjadi tren gaya hidup.

Frugal, bukan dalam pengertian pelit, ialah respons atau adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat menghadapi situasi ekonomi yang serbasulit dan tidak tampak 'berpihak' pada kelas menengah dan bawah. Konsep itu mulai menemukan relevansinya sejak beberapa tahun lalu, terutama ketika perekonomian dunia dihantam pandemi covid-19.

Dengan sumber pendapatan yang kocar-kacir, harga barang kebutuhan terus menanjak, biaya-biaya lain seperti untuk sekolah dan kesehatan alih-alih turun malah semakin mahal, tidak ada cara lain, memang, kecuali menerapkan pola hidup hemat alias frugal. Dengan kata lain, situasi telah memaksa masyarakat untuk menjalankan hidup irit.

Karena itu, bagi sebagian orang, mengadopsi hidup frugal ialah kemestian, bukan pilihan. Frugal ialah pola hidup, bukan gaya hidup. Bahkan, untuk mereka yang kondisinya sangat ekstrem, sekadar frugal living mungkin tak lagi mempan. Buat mereka, yang lebih pas diterapkan ialah struggle living. Berjuang, berjuang, dan berjuang.

Ajakan untuk melakukan frugal living belakangan kembali banyak didengungkan publik melalui media sosial. Itu untuk merespons keputusan pemerintah yang pada awal tahun depan bakal menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.

Logikanya sederhana, kalau kesulitan yang dihadapi sekarang saja sudah memaksa orang untuk hidup hemat dan menahan belanja, bagaimana nanti setelah tarif PPN dinaikkan? Tak perlu tanya ke para ahli atau ekonom, orang awam juga tahu penaikan tarif PPN, berapa pun besarnya, akan seketika mengerek harga barang dan kebutuhan pokok.

Artinya, daya beli akan kian tergerus, tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat pun bakal makin berat. Selama tidak ada intervensi kebijakan pemerintah untuk mengompensasi dampak penaikan PPN tersebut, tampaknya jalan satu-satunya yang bisa diambil masyarakat hanyalah mengencangkan pola hidup hemat atau frugal living tadi.

Dalam konteks itu, ajakan untuk menjalankan frugal living bisa dimaknai sebagai bentuk protes publik terhadap kebijakan pemerintah yang cenderung lebih memedulikan kesehatan APBN ketimbang kesehatan ekonomi masyarakat. Frugal living bisa dibilang sebagai 'gerakan setengah boikot' karena pada praktiknya mereka akan mengerem belanja selain untuk kebutuhan pokok.

Lantas, adakah efek dari aksi setengah boikot itu? Tentu ada dan sesungguhnya pemerintah juga yang akan rugi karena aktivitas konsumsi masyarakat bakal menurun drastis. Apabila aktivitas konsumsi anjlok, bukankah pemerintah juga tidak akan mampu meraup pajak yang besar dari sektor tersebut?

Kalaupun kita asumsikan masyarakat tetap tak bisa menahan belanja, hampir pasti mereka akan memilih aktivitas belanja yang terhindar dari tarif PPN tinggi. Ada dua kemungkinan untuk ini, masyarakat mencari barang-barang hasil impor ilegal yang berharga murah atau mereka memilih membelanjakan uang mereka di sektor informal, seperti warung-warung kecil, yang tidak dipajaki.

Artinya, jika aksi setengah boikot melalu ajakan frugal living itu berlangsung masif, boleh jadi tujuan menaikkan PPN yang diklaim pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak pada ujungnya nanti tidak akan tercapai. Pajak tinggi tidak otomatis akan meningkatkan penerimaan, apalagi jika pajak tinggi itu diterapkan pada situasi perekonomian yang tidak sedang baik-baik saja.

Itu sesuai dengan teori yang disampaikan oleh intelektual muslim zaman lampau Ibnu Khaldun dalam bukunya berjudul Muqaddimah. Ia menulis bahwa dalam kondisi ekonomi yang bagus, pendapatan negara dari pajak akan bertambah tinggi meski tarif pajaknya rendah. Sebaliknya, pada masa ekonomi sulit, pendapatan negara dari pajak akan tetap rendah walaupun tarif pajak ditetapkan tinggi.

Maka itu, meskipun tidak terlalu optimistis, saya dan mungkin banyak masyarakat lain masih berharap pemerintah mau mengubah keputusan soal penaikan PPN. Paling tidak, seperti kata sejumlah pakar dan ekonom, tunda dulu penaikan PPN itu sehingga tidak menjadi palu godam yang akan semakin membenamkan masyarakat di kala ekonomi sedang sulit-sulitnya.

Mungkin daripada membabi buta menggenjot penerimaan pajak demi menambal anggaran yang cekak, kenapa pemerintah tak coba ikut gerakan frugal living saja? Dengan menerapkan prinsip hemat anggaran, mengurangi pemborosan belanja, tidak buang-buang uang untuk hal tak penting, rasanya anggaran negara bakal aman-aman saja. Pemerintah juga tak perlu sampai menjadi raja tega, memajaki rakyat dengan tarif tinggi.

 



Berita Lainnya
  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.