Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Masih Bolehkah Bernapas?

20/11/2024 05:00
Masih Bolehkah Bernapas?
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

APA yang akan terjadi dengan kelas menengah kita tahun depan? Sebagian ada yang menyebut bakal membaik. Namun, sebagian besar mengatakan kian terjepit.

Yang meramal bakal membaik barangkali lebih didorong harapan ketimbang prediksi. Lalu, sebagian besar yang memprediksi kelas menengah bakal makin terjepit umumnya berdasarkan data. Ada tren yang mengarah ke situ. Lalu, ada sejumlah rencana kebijakan pemerintah yang sulit untuk tidak dikatakan bakal memukul kelas menengah.

Data pertama soal bagaimana dalam lima tahun terakhir banyak orang Indonesia turun kelas menjadi lebih miskin. Itu terjadi akibat kebijakan yang kurang inklusif dan cenderung lebih menguntungkan kelas ekonomi tertentu saja.

Sebanyak 9,5 juta orang Indonesia yang tadinya masuk kategori kelas menengah, yakni yang memiliki pengeluaran antara Rp2,1 juta dan Rp9,9 juta per orang per bulan, turun kelas menjadi kelas 'menuju menengah' alias calon kelas menengah. Siapa mereka itu? Mereka yang memiliki pengeluaran sebesar Rp875 ribu hingga Rp2 juta per orang per bulan.

Pada saat yang sama, sebanyak 12,72 juta orang Indonesia terdegradasi ke kelas rentan miskin. Siapa lagi mereka itu? Mereka yang memiliki pengeluaran Rp582,9 ribu hingga Rp874,3 ribu per orang per bulan.

Bila ditotal, dalam lima tahun saja, sebanyak 22,22 juta orang Indonesia 'turun kasta' ke kelas ekonomi lebih bawah akibat serangkaian musabab yang mengikis pendapatan dan menurunkan kemampuan konsumsi mereka. Musabab utama ialah pandemi covid-19. Sejak pandemi itu hingga kini, pendapatan puluhan juta orang merosot.

Namun, selain karena pandemi, sejatinya tren kemerosotan pendapatan kelas menengah sudah berlangsung sejak sebelum pandemi datang. Kajian yang dirilis Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), beberapa waktu lalu, mengonfirmasi hal itu.

Performa sektor manufaktur yang terus menurun, tulis laporan itu, ialah pangkal masalah mengapa daya beli masyarakat ikut menurun. Kemampuan industri manufaktur menyerap tenaga kerja turun, produktivitas turun, sehingga tingkat upah turun. Hal itu yang membuat kelas menengah yang bekerja di sektor tersebut jadi tidak produktif, bahkan sebagian sudah berpindah ke sektor informal.

Kini, kondisi manufaktur kita juga masih babak belur. Hal itu tecermin pada indeks manufaktur (PMI) kita yang terus berada di bawah 50. Padahal, IPM di bawah 50 menunjukkan kondisi manufaktur yang buruk.

Kini, penduduk Indonesia didominasi kelas ekonomi 'calon kelas menengah' dan 'rentan miskin' dengan populasi total mencapai 205,2 juta, atau setara 73,5% jumlah penduduk Indonesia. Itu berkebalikan dengan lima tahun sebelumnya ketika jumlah penduduk masih didominasi 'kelas menengah' dan 'calon kelas menengah' dengan total mencapai 69,7% dari populasi.

Turun kelasnya jutaan orang Indonesia yang menyumbang konsumsi terbesar itu jelas menyeret pertumbuhan ekonomi. Dalam hampir 10 tahun terakhir, selama 2014-2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat rata-rata sebesar 5,02% per tahun.

Capaian itu merosot jika dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya. Ketika itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 5,56%. Padahal, Presiden Prabowo Subianto berambisi membawa pertumbuhan ekonomi kita mencapai 8%. Padahal, ia mewarisi perekonomian yang lesu ketika kondisi daya beli masyarakat semakin melemah.

Pada kuartal III 2024, data resmi terakhir yang dilansir Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91%, memukul pertumbuhan ekonomi hanya 4,95%. Itu terendah dalam setahun terakhir. Kalau dalam tiga bulan hingga enam bulan ke depan pemerintahan Prabowo tidak bisa membangkitkan daya beli, mimpi pertumbuhan ekonomi 8% bisa jadi tinggal mimpi.

Celakanya lagi, di tengah belum terlihatnya gelagat pemerintah membuat skema bagaimana mendongkrak daya beli, pemerintah malah sudah memastikan akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Alasannya sudah sesuai dengan undang-undang dan untuk membuat fiskal sehat. Namun, bila itu jadi diterapkan 1 Januari 2025, kelas menengah langsung kena imbasnya.

Ada hitung-hitungan dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Asprindo). Bila PPN naik 1% (dari sekarang 11% menjadi 12%), di ujung, para konsumen (sebagian besar kelas menengah) akan menanggung kenaikan harga hingga 5%, bahkan bisa 6%. Rantai yang terdampak oleh PPN panjang. Belum lagi bila skema perubahan subsidi BBM dan listrik juga benar-benar dijalankan, yakni subsidi diganti dengan bantuan langsung tunai, impitan bagi kelas menengah kian terasa seperti cekikan di leher.

Lalu, apa yang mesti dilakukan kelas menengah? Terus terang saya tidak tahu. Mau tanya pemerintah, jawabnya juga belum tahu. Ada seorang teman mengatakan, "Jawabnya YNTS KTS (Ya ndak tahu saya. Kok tanya saya?)."

Lalu, mau tanya kepada rumput yang bergoyang, rumput-rumput pun enggan bergoyang. Rumput-rumput pun bersedih melihat kelas menengah kian perih.



Berita Lainnya
  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik