Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Masih Bolehkah Bernapas?

20/11/2024 05:00
Masih Bolehkah Bernapas?
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

APA yang akan terjadi dengan kelas menengah kita tahun depan? Sebagian ada yang menyebut bakal membaik. Namun, sebagian besar mengatakan kian terjepit.

Yang meramal bakal membaik barangkali lebih didorong harapan ketimbang prediksi. Lalu, sebagian besar yang memprediksi kelas menengah bakal makin terjepit umumnya berdasarkan data. Ada tren yang mengarah ke situ. Lalu, ada sejumlah rencana kebijakan pemerintah yang sulit untuk tidak dikatakan bakal memukul kelas menengah.

Data pertama soal bagaimana dalam lima tahun terakhir banyak orang Indonesia turun kelas menjadi lebih miskin. Itu terjadi akibat kebijakan yang kurang inklusif dan cenderung lebih menguntungkan kelas ekonomi tertentu saja.

Sebanyak 9,5 juta orang Indonesia yang tadinya masuk kategori kelas menengah, yakni yang memiliki pengeluaran antara Rp2,1 juta dan Rp9,9 juta per orang per bulan, turun kelas menjadi kelas 'menuju menengah' alias calon kelas menengah. Siapa mereka itu? Mereka yang memiliki pengeluaran sebesar Rp875 ribu hingga Rp2 juta per orang per bulan.

Pada saat yang sama, sebanyak 12,72 juta orang Indonesia terdegradasi ke kelas rentan miskin. Siapa lagi mereka itu? Mereka yang memiliki pengeluaran Rp582,9 ribu hingga Rp874,3 ribu per orang per bulan.

Bila ditotal, dalam lima tahun saja, sebanyak 22,22 juta orang Indonesia 'turun kasta' ke kelas ekonomi lebih bawah akibat serangkaian musabab yang mengikis pendapatan dan menurunkan kemampuan konsumsi mereka. Musabab utama ialah pandemi covid-19. Sejak pandemi itu hingga kini, pendapatan puluhan juta orang merosot.

Namun, selain karena pandemi, sejatinya tren kemerosotan pendapatan kelas menengah sudah berlangsung sejak sebelum pandemi datang. Kajian yang dirilis Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), beberapa waktu lalu, mengonfirmasi hal itu.

Performa sektor manufaktur yang terus menurun, tulis laporan itu, ialah pangkal masalah mengapa daya beli masyarakat ikut menurun. Kemampuan industri manufaktur menyerap tenaga kerja turun, produktivitas turun, sehingga tingkat upah turun. Hal itu yang membuat kelas menengah yang bekerja di sektor tersebut jadi tidak produktif, bahkan sebagian sudah berpindah ke sektor informal.

Kini, kondisi manufaktur kita juga masih babak belur. Hal itu tecermin pada indeks manufaktur (PMI) kita yang terus berada di bawah 50. Padahal, IPM di bawah 50 menunjukkan kondisi manufaktur yang buruk.

Kini, penduduk Indonesia didominasi kelas ekonomi 'calon kelas menengah' dan 'rentan miskin' dengan populasi total mencapai 205,2 juta, atau setara 73,5% jumlah penduduk Indonesia. Itu berkebalikan dengan lima tahun sebelumnya ketika jumlah penduduk masih didominasi 'kelas menengah' dan 'calon kelas menengah' dengan total mencapai 69,7% dari populasi.

Turun kelasnya jutaan orang Indonesia yang menyumbang konsumsi terbesar itu jelas menyeret pertumbuhan ekonomi. Dalam hampir 10 tahun terakhir, selama 2014-2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat rata-rata sebesar 5,02% per tahun.

Capaian itu merosot jika dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya. Ketika itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 5,56%. Padahal, Presiden Prabowo Subianto berambisi membawa pertumbuhan ekonomi kita mencapai 8%. Padahal, ia mewarisi perekonomian yang lesu ketika kondisi daya beli masyarakat semakin melemah.

Pada kuartal III 2024, data resmi terakhir yang dilansir Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91%, memukul pertumbuhan ekonomi hanya 4,95%. Itu terendah dalam setahun terakhir. Kalau dalam tiga bulan hingga enam bulan ke depan pemerintahan Prabowo tidak bisa membangkitkan daya beli, mimpi pertumbuhan ekonomi 8% bisa jadi tinggal mimpi.

Celakanya lagi, di tengah belum terlihatnya gelagat pemerintah membuat skema bagaimana mendongkrak daya beli, pemerintah malah sudah memastikan akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Alasannya sudah sesuai dengan undang-undang dan untuk membuat fiskal sehat. Namun, bila itu jadi diterapkan 1 Januari 2025, kelas menengah langsung kena imbasnya.

Ada hitung-hitungan dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Asprindo). Bila PPN naik 1% (dari sekarang 11% menjadi 12%), di ujung, para konsumen (sebagian besar kelas menengah) akan menanggung kenaikan harga hingga 5%, bahkan bisa 6%. Rantai yang terdampak oleh PPN panjang. Belum lagi bila skema perubahan subsidi BBM dan listrik juga benar-benar dijalankan, yakni subsidi diganti dengan bantuan langsung tunai, impitan bagi kelas menengah kian terasa seperti cekikan di leher.

Lalu, apa yang mesti dilakukan kelas menengah? Terus terang saya tidak tahu. Mau tanya pemerintah, jawabnya juga belum tahu. Ada seorang teman mengatakan, "Jawabnya YNTS KTS (Ya ndak tahu saya. Kok tanya saya?)."

Lalu, mau tanya kepada rumput yang bergoyang, rumput-rumput pun enggan bergoyang. Rumput-rumput pun bersedih melihat kelas menengah kian perih.



Berita Lainnya
  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.