Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Kartu Keluarga Sakti

06/11/2024 05:00
Kartu Keluarga Sakti
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KAESANG Pangarep, putra bungsu Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi), terbebas dari jerat gratifikasi. KPK membebaskannya dari jeratan gratifikasi penggunaan jet pribadi karena dua hal. Pertama, Kaesang bukan pejabat. Kedua, Kaesang sudah pisah kartu keluarga dengan Jokowi yang saat kasus itu bergulir masih sebagai presiden.

Untuk alasan pembebas yang pertama, semua mafhum. Kaesang tidak punya jabatan yang bersangkut paut dengan pemerintahan. Ia memang pucuk pimpinan, tapi pimpinan partai politik, yakni Ketua Umum PSI. Karena bukan penyelenggara negara, begitu 'vonis bebas' KPK, aturan soal gratifikasi tidak bisa dikenakan kepadanya.

Selesaikah urusan gratifikasi dan kaitannya dengan penyelenggara negara itu? Bagi KPK dan Kaesang, perkara sudah rampung. Clear, malah. Namun, tidak bagi sebagian publik. Benar bahwa Kaesang bukan pejabat, bukan penyelenggara negara.

Namun, dia anak Presiden Indonesia. Ia putra pejabat eksekutif tertinggi di Republik ini. Selain itu, Kaesang adik Gibran Rakabuming Raka, yang ketika peristiwa fasilitas jet pribadi itu terjadi sedang menjabat Wali Kota Surakarta.

Karena anak presiden dan adik wali kota itulah, soal fasilitas jet pribadi Kaesang disoal. Boleh jadi, begitu logika sebagian publik, ia memperoleh fasilitas gratis karena ia anak presiden dan adik wali kota. Bisa jadi, ada urusan 'udang di balik batu'. Ada pamrih dari si pemberi fasilitas. Amat mungkin pula fasilitas yang diberikan itu ada kaitannya dengan upaya sang pemberi fasilitas untuk memperoleh kemudahan bisnis.

Atau, mungkin, fasilitas tumpangan private jet ke sejumlah tempat itu sebagai bentuk hadiah balas budi atas kemudahan-kemudahan bisnis yang barangkali pernah dicecap pemberi fasilitas. Apalagi, fasilitas jet pribadi itu disebut-sebut ada kaitannya dengan sebuah perusahaan yang punya cabang bisnis di Kota Surakarta, wilayah yang dipimpin Gibran, sebelum kakak kandung Kaesang itu menjadi wapres.

Dalam urusan itulah fungsi KPK sebagai pembebas Kaesang dikritik. Lembaga antirasuah itu dikesankan tidak serius menyelisik perkara dugaan gratifikasi Kaesang. "KPK amat sangat tidak bernafsu menyelidiki kasus ini. KPK bukan saja masuk angin, tapi sudah pingsan," kata seorang teman melalui sebuah grup percakapan pesan.

Ada juga yang mengkritik, "Bukan cuma taring KPK yang tanggal dalam perkara Kaesang. Kuku-kuku KPK juga copot, meretheli (rontok) semua. Tidak usahlah berharap KPK menggigit, sekadar mencakar pun sudah tidak mau. Alarm darurat pemberantasan korupsi meraung-raung."

Beberapa orang menagih janji KPK yang akan mengusut perkara dugaan korupsi yang bersumber dari modus memperdagangkan pengaruh. Berkali-kali KPK menyebutkan banyak perkara korupsi yang bersumber dari trading in influence. Ketika orang punya kuasa, atau punya kerabat pemegang otoritas kekuasaan, ada tendensi menggunakan kekuasaan atau kedekatan pada kekuasaan itu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berakibat menguntungkan diri dan merugikan negara serta menabrak aturan.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa perbuatan trading in influence merupakan perilaku koruptif yang menyimpangi moralitas. Itu disebabkan perbuatan tersebut digunakan untuk mendapatkan imbalan dengan memanfaatkan atau menyalahgunakan pengaruh, baik karena jabatan publik atau pengaruh yang timbul dari hubungan politik, kekerabatan, kedekatan, atau hubungan lainnya.

Sampai di sini, KPK belum menjawab bila Kaesang 'bukan siapa-siapa', apakah ia bakal bisa dengan mudah mendapatkan fasilitas tumpangan jet pribadi gratis? Juga, bila sang pemberi fasilitas 'tidak punya maksud apa-apa', apakah pemberi 'tebengan' jet pribadi itu rela memberikan hal yang sama untuk anak muda lain yang 'bukan siapa-siapa'?

Baru faktor pertama saja, dosis kritik terhadap putusan KPK sudah tinggi. Apalagi faktor pembebas kedua, yakni KPK memutuskan Kaesang bukan penerima gratifikasi karena sudah tidak lagi satu kartu keluarga (KK) dengan Presiden Jokowi. Ia sudah punya KK sendiri sehingga, begitu logika KPK, Kaesang tidak bisa disangkutpautkan dengan jabatan Jokowi sebagai presiden atau Gibran sebagai wali kota.

Logika seperti itu jelas membuat banyak orang, termasuk saya, geleng-geleng kepala atau setidak-tidaknya mengerutkan dahi. Dahi berkerut sembari batin berucap dan bertanya: serius ini pertimbangan KPK? Mengungkap perkara dugaan gratifikasi dengan jawaban yang dibelokkan ke urusan administrasi kependudukan belaka? Kalau pelawak Asmuni masih hidup, niscaya ia akan terkejut seraya berseru laa haula walaa quwwata illa billah. Sangat syulit untuk dipercaya itu alasan 'pembebas' yang digunakan KPK.

Alasan seperti itu sama saja mengajari para pejabat di negeri ini untuk memakai 'modus' yang sama bila kelak ada anggota keluarga mereka diduga menerima gratifikasi. Bahkan, bisa jadi modus bagi diri pejabat sendiri bila ingin memperdagangkan pengaruh demi mendulang hadiah, pakailah jalur kerabat yang KK-nya sudah terpisah.

Namun, kendati sudah ada preseden seperti itu, belum ada garansi bakal tidak diterungku penegak hukum. Itu disebabkan level jabatan Anda belum setinggi itu, belum pemegang komando 'rumpun eksekutif' yang memasukkan KPK sebagai bagiannya. Jadi, jangan coba-coba meniru bila tidak ingin tetap diterungku.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik