Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
NOBLESSE oblige. Keistimewaan yang dimiliki harus diimbangi dengan tanggung jawab. Kalimat bijak Prancis itu kiranya penting untuk disematkan kepada seluruh pejabat di negeri ini. Semakin istimewa dan tinggi jabatan, semakin besar pula tanggung jawab yang mesti diemban.
Para menteri, yang level jabatannya tinggi itu, mestinya juga paham bahwa di balik jabatan tinggi tersemat tanggung jawab level tinggi pula. Ada juga pepatah Belanda kuno: leiden is lijden. Artinya, memimpin itu menderita. Maknanya, memimpin itu amanah, bukan hadiah. Memimpin itu rela berkorban, bukan malah menuntut. Menjadi pemimpin ialah menjadi pelayan rakyat, bukan minta dilayani. Ringkasnya, memimpin itu mengutamakan kepentingan rakyat tanpa diskriminasi.
Karena itu, begitu mereka dilantik menjadi menteri, dua pepatah kuno itu (yang satu dari Prancis, satunya dari Belanda) langsung wajib dipraktikkan. Bila diabaikan, siap-siaplah untuk dievaluasi, baik oleh rakyat maupun oleh yang memberikan mandat.
Dalam rangka mengingatkan itulah tulisan ini dibuat. Pertama, kepada Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto yang membuat heboh hanya beberapa jam setelah dilantik. Yandri mengundang para kepala desa, staf desa, kader RW, dan kader PKK se-Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang, Banten, untuk menghadiri acara haul ibunya dan syukuran atas berbagai capaian. Sayangnya undangan itu menggunakan kop kementerian dan diteken atas nama Yandri sebagai menteri.
Aksi seperti itu jelas amat jauh dari prinsip 'pejabat melayani rakyat, mementingkan kepentingan rakyat'. Itu prinsip dasar, prinsip moral yang mesti dipeluk teguh, digenggam erat-erat. Mengundang haul atau tasyakuran itu baik, sah-sah saja, asal atas nama pribadi dan tidak ada maksud-maksud terselubung. Namun, begitu surat undangan menggunakan kop, tanda tangan, dan cap kementerian, amat gamblang dibaca ada tendensi menggunakan kuasa untuk tujuan tertentu.
Kedua, pepatah kuno itu juga pas ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Saat ditanya wartawan tentang ruang lingkup tanggung jawabnya terkait dengan kasus pelanggaran HAM berat dalam sesi wawancara cegat, Yusril menyebutkan Tragedi 1998 tidak termasuk pelanggaran HAM berat. Pernyataan itu memantik protes dari berbagai kalangan, termasuk mantan Menko Polhukam Mahfud MD.
Mahfud MD meminta para menteri untuk tidak mengingkari rekomendasi Komnas HAM yang jelas-jelas telah mengategorikan Tragedi 1998 sebagai pelanggaran HAM berat. Apalagi, Presiden Jokowi di kala menjabat juga sudah mengakui adanya 12 pelanggaran HAM berat masa lampau, termasuk Tragedi 1998. Selain itu, yang punya hak untuk menilai sebuah peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak bukan menteri, melainkan Komnas HAM.
Pihak Komnas HAM juga merespons pernyataan Yusril tentang Tragedi 1998. Komnas HAM telah melakukan penyelidikan pro justitia terhadap sejumlah tragedi yang terjadi pada 1997 dan 1998, yakni peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Kerusuhan Mei 1998, serta Peristiwa Trisakti dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999. Karena itu, kesimpulan Komnas HAM dari hasil penyelidikan menemukan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga ketiga peristiwa tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat.
Yusril Ihza Mahendra mengklarifikasi pernyataannya terkait dengan Tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Yusril mengaku tak tahu jelas maksud yang ditanyakan wartawan. Yusril menangkap pertanyaan wartawan ialah mengenai genosida dan ethnic cleansing. Ia menyebut dua poin itu memang tidak terjadi pada 1998. Namun, klarifikasi itu belum sepenuhnya clear. Publik tentu berharap Yusril bertanggung jawab dengan merujuk pada rekomendasi Komnas HAM, bukan penilaian pribadi.
Dua kalimat bijak di awal tulisan juga tepat kiranya ditujukan kepada Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai. Baru saja dilantik, Pigai langsung menyulut heboh dengan bersungut-sungut akibat anggaran kementeriannya yang 'cuma' Rp60 miliar. Jika negara mampu, Pigai menuntut anggaran Rp20 triliun alias lebih dari 300 kali lipat pagu anggaran yang disediakan.
Melalui akun media sosialnya di X Pigai menuliskan alasan meminta anggaran jumbo itu: 'Saya mau bangun Universitas HAM bertaraf International terpadu dengan Pusat Studi HAM (Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia dan Kawasan Amerika ), Laboratorium HAM termasuk forensik, Rumah Sakit HAM dll. Akan dipimpin oleh Putra Indonesia berkelas dunia bidang HAM. Dan ini Icon Indonesia di Panggung HAM dunia bahkan satu-satunya di dunia. 2. KADARHAM membangun kesadaran HAM di 78 Ribu Desa dll masih banyak lagi'.
Pigai memang membingkai pernyataannya dengan frasa 'kalau negara sanggup'. Namun, ini bukan semata kesanggupan negara. Permintaan itu dianggap kurang peka dengan situasi ruang fiskal yang sempit. Kondisi rakyat yang belum sepenuhnya bangkit dari derita panjang akibat pandemi covid-19 jelas lebih harus diprioritaskan ketimbang mengejar proyek-proyek mercusuar.
Presiden Prabowo bahkan sudah mengingatkan jajarannya untuk menghindari program-program dan proyek-proyek mercusuar. Selain itu, pengalaman sejauh ini menunjukkan anggaran kementerian tidak sampai menyentuh Rp20 triliun. Pada 2024 ini, anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan cuma Rp8 triliun. Anggaran Kemenkominfo Rp18 triliun.
Mumpung belum terlalu jauh, senyampang baru memulai perjalanan, para menteri sebaiknya menghindari kontroversi. Noblesse oblige, setiap jabatan melekat tanggung jawab. Leiden is lijden, memimpin itu menderita. Atau, seperti tekad Sri Sultan Hamengku Buwono IX, bahwa takhta itu untuk rakyat. Kekuasaan dan jabatan itu untuk rakyat, bukan untuk pribadi, bukan untuk mengkhianati rakyat, bukan pula untuk gagah-gagahan.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved