Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Cara Korea

23/10/2024 05:00
Cara Korea
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PRESIDEN Prabowo bertekad mewujudkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% ke atas pada pemerintahannya. Bahkan, pada salah satu tahun di rentang pemerintahan yang ia pimpin, ia berjanji ekonomi bisa tumbuh 8%. Sebuah tekad mulia, tapi jelas amat berat merealisasikannya.

Satu dekade lalu, pada awal menjadi presiden pada 2014, Jokowi juga mencanangkan capaian rata-rata pertumbuhan ekonomi pada pemerintahannya 7%. Nyatanya, dalam satu dekade pemerintahan yang ia pimpin, rata-rata ekonomi cuma tumbuh sedikit di atas 5%. Bukan capaian yang jelek meski meleset dari target.

Karena meleset dari target itulah, upaya untuk menjadikan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (midlle income trap) juga kian sulit. Ibarat lorong gelap, waktu untuk menuju titik cahaya remang-remang belum bisa dirasakan. Butuh waktu lebih lama dengan kerja ekstra untuk mengubah dari fase gelap, ke remang-remang, lalu ke cahaya terang.

Mengapa saya berfokus pada isu middle income trap? Jawabannya, karena soal jebakan pendapatan menengah itulah yang selalu menjadi penghambat kemajuan negeri ini dari waktu ke waktu, dari presiden baru ke presiden baru.

Saban periode pemerintahan berganti, berbagai kalangan selalu mewanti-wanti soal bahaya jebakan itu. Ada rasa waswas negeri ini bakal dilanda middle income trap tanpa sanggup keluar dari situasi itu. Rasa waswas muncul karena bila Indonesia masuk jebakan itu, sulit rasanya bagi Republik ini untuk menjadi negara maju.

Apalagi, berdasarkan catatan Bank Dunia, dari sekitar 100 negara yang berlomba naik level dari kelas menengah ke negara maju, hanya sekitar 20 negara yang bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah itu. Namun, semua pemimpin pemerintahan di negeri ini sudah bertekad bulat menjadikan negara ini maju.

Pada 2004, saat menjadi presiden di periode pertama, Susilo Bambang Yudhoyono sudah mulai berpidato tentang mimpi menjadi negara maju. SBY saat itu 'mewarisi' pendapatan per kapita negeri ini di US$1.177. Satu dekade kemudian, pemerintahan SBY 'mewariskan' pendapatan per kapita negeri ini di angka US$3.590-an. Ada kenaikan tiga kali lipat.

Jokowi juga mencanangkan tekad Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju saat usia negeri ini seabad pada 2045. Bahkan, Jokowi menamai jajaran kabinetnya di periode kedua dengan Kabinet Indonesia Maju. Namun, arah menuju itu jelas masih jauh.

Saat pertama memerintah pada 2014, Jokowi 'mewarisi' pendapatan per kapita dari pemerintahan sebelumnya US$3.590, atau sekitar Rp45 juta. Kini, saat meninggalkan pemerintahan, Jokowi 'mewariskan' pendapatan per kapita kita US$5.270, atau sekitar Rp85 juta. Ada kenaikan hampir dua kali lipat.

Kini, Presiden Prabowo juga bertekad melanjutkan titian jalan menuju bangsa maju itu. Target capaian tinggi pertumbuhan ekonomi yang dicanangkannya merupakan bentuk akselerasi menuju negara maju.

Kini, sudah dua dasawarsa jalan ke arah itu dititi, tetapi hasilnya belum benderang benar. Secara progres, pendapatan per kapita kita memang naik. Namun, kenaikan pendapatan per kapita itu belum signifikan, belum terlalu nendang untuk menemukan jalan terang. Masih jauh dari cita-cita menjadi negara maju. Berdasarkan sejumlah kajian, ekonomi Indonesia butuh rata-rata pertumbuhan 6% hingga 2041 untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Ada bagusnya kita berkaca pada Korea Selatan. 'Negeri Ginseng' itu berhasil keluar dari jebakan negara menengah, melompat menjadi negara maju cuma sekitar sewindu. Pada 1987, pendapatan per kapita Korsel masih US$3.500. Namun, pada 1995 atau delapan tahun kemudian, pendapatan per kapita Korsel melompat menjadi US$11.800.

Kini, menurut data World Economic Forum yang dipublikasikan pada April 2023, pendapatan per kapita Korsel sudah mencapai US$33.390, atau tertinggi kedua di wilayah Asia-Pasifik. Korsel hanya kalah dari Jepang yang pendapatan per kapitanya pada 2023 lebih dari US$35 ribu.

Apa yang dilakukan Korea yang pada 1960-an ialah salah satu negara termiskin di dunia dan sekarang menjadi salah satu negara paling makmur di dunia? Korea mengawalinya dengan mendorong perusahaan-perusahaan mereka, konglomerat-konglomerat mereka yang besar, seperti Samsung, untuk mengirim teknisi mereka ke perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia. Ada yang dikirim ke NEC di Jepang untuk mempelajari cara-cara pengerjaan sesuatu.

Pemerintah Korea, pada '70-an juga memberikan insentif pajak kepada perusahaan-perusahaan dalam negeri yang memperoleh lisensi dari perusahaan terkemuka dan memproduksinya di dalam negeri. Melalui kombinasi pembelajaran dari dunia dan memperoleh ide-ide dari dunia itu, Korea mulai menguasai teknologi yang terkait dengan televisi, radio, dan lain-lain.

Dalam waktu singkat, orang Korea dapat menerapkan ilmu dan melakukannya lebih baik daripada orang Jepang. Itulah inovasi. Itulah investasi sumber daya manusia. Korea tidak mungkin mengandalkan ekonomi ekstraktif karena ia memang tidak kaya akan sumber daya alam.

Presiden Prabowo bisa melakukan percepatan agar negeri ini keluar dari middle income trap dengan cara-cara serupa. Apalagi, sejumlah kajian menunjukkan problem utama kita ialah rendahnya inovasi dan produktivitas. Karena itu, pembangunan sumber daya manusia ialah keniscayaan.

Benar kata Guru Besar Hankuk University of Foreign Studies Korea Selatan, Yang Seung-yoon, soal keberhasilan negerinya. Ia berujar, "Orang-orang Korea harus rajin bekerja. Tidak ada banyak pilihan bagi orang Korea: hidup atau mati, berkembang maju atau monoton."



Berita Lainnya
  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.